Dalam keadaan hati yang berdebar-debar, Jamilah menutup pintu ruangan tempat Fattah dirawat dengan kencang dan berjalan sangat cepat. Gadis itu berusaha menyemnunyikan rasa malunya.Sedangkan Alvani terus mengejarnya dari belakang.
"Jaah... Jaah... Kamu teh naha meuni buru-buru?" Alvani terus berjalan dan mengatur napasnya.
Setelah cukup jauh dari ruangan yang baru saja mereka masuki, Jamilah berhenti.
"Kenapa Jah?" Alvani pun ikut berhenti di hadapan Jamilah.
"Aku cuma malu aja, Van," ungkap Jamilah.
"Tadi yang kamu kasih ke Fattah, itu surat apa?" tanya Alvani.
"Itu surat perasaan aku buat dia," jawab Jamilah.
"Haaaah! Perasaan?" Alvani terkejut.
"Aduh aku bingung mau cerita dari mana, Van. Kasih aku waktu untuk tenang dulu, aku pasti akan ceritakan semuanya. Sekarang, kita pulang dulu aja, jangan tanya-tanya tentang surat itu lagi, ya," pinta Jamilah.
"Nya ngges atuh!" sahut Alvani.
Kedua sahabat itu pun meneruskan perjalanan untuk kembali ke masing-masing rumahnya.
***Setelah sholat maghrib, Fattah mencoba mengambil surat dari Jamilah yang ia simpan di bawah bantal. Perlahan ia membuka perekat amplop yang membungkus surat tersebut.
Fattah mengeluarkan kertas putih dan dan membuka lipatannya dengan hati-hati. Jelas terlihat tinta merah muda yang senada dengan amplop itu terukir di atas kertas putih yang ia pegangi.
Fattah mulai membaca surat pemberian Jamilah itu secara perlahan.
Assalamu'alaikum Fattah...
Apa kabar imanmu hari ini? Semoga semakin bertambah kecintaanmu pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, begitu pun aku.
Fattah, bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah sudah membaik? Aku harap, kamu akan selalu baik-baik saja.
Aku bingung harus mengatakan apa, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih banyak atas perbuatanmu saat menyelamatkan aku dulu. Jangan pernah kamu ulangi lagi tindakan seperti itu. Nyawamu lebih berharga daripada harga diriku.
Selain ucapan terima kasih, aku ingin menyampaikan sepenggal perasaanku padamu. Sebelumnya, aku katakan kembali, terima kasih banyak karena telah membantu aku dan sudah mau menyayangi aku. Aku mohon, jangan kamu menggodaku lagi di hari-hari berikutnya, aku malu, Fattah.
Fattah, aku ingin mengatakan, aku menyangimu karena Allah. Aku mencintaimu karena Allah, berbaringnya kamu di rumah sakit selama tiga bulan itu membuat hati dan perasaanku cemas. Cemas akan kehilanganmu dan rasa bersalahku ini.
Aku mencintai dan menyayangimu hanya karena Allah, bukan karena dirimu apalagi orang lain. Aku hanya ingin mengatakan yang sejujurnya tentang perasaan ini. Tetapi, aku sudah dijodohkan. Aku tak mau membantah perintah orang tuaku. Aku senang dengan perjodohan itu.
Jika kamu benar menyayangi aku, maka, ikhlaskan aku untuk memilih lelaki pilihan orang tuaku. Mulai hari ini, kita cukup berteman saja, jangan pernah ada rayuan lagi untukku. Aku memang menyayangimu, tapi jika kita mengikuti nafsu, maka kita tak akan pernah bersatu.
Hanya ini yang bisa kukatakan padamu, aku menulis surat ini atas saran dari umiku. Aku diminta umi untuk mengatakan yang sejujurnya padamu dan memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang ada di pikiranmu.
Jangan pernah berharap padaku, berharaplah hanya kepada Allah. Semoga cepat sembuh, Fattah. Sekali lagi, terima kasih banyak untuk semuanya.
Wassalamu'alaikum... Salam dariku, perempuan yang mengaku temanmu.
Fattah melipat kembali lembaran kertas berisikan surat dari Jamilah itu, ia buru-buru memasukan pada amplop dan menyimpan di bawah bantal. Wajah Fattah berseri-seri, ia merasa sangat bahagia."Kaaak, Kaaak! Cinta gue dibalas sama Jamilah! Jamilah sayang sama gue!" teriak Fattah.
Maryam yang sedang membaca Al-Qur'an terkejut melihat adiknya berteriak.
"Kata siapa Jamilah sayang sama kamu?" tanya Maryam.
"Nih baca aja suratnya!" Fattah kembali mengambil surat yang ada di bawah bantal, lalu memberikannya pada Maryam.
Setelah Maryam mendapatkan amplop tersebut, ia pun membaca surat dari Jamilah. Beberapa saat setelah membaca, Maryam menghembuskan napas beratnya.
"Hemmm... Jamilah memang udah sayang. Tapi, kamu harus sadar, bahwa dia udah dijodohkan. Jamilah bilang, jangan berharap sama dia. Berharap sama Allah," tutur Maryam.
"Tetap aja dia cinta sama gue! Kak, gue mau pulang aja. Nggak mau dirawat lagi. Gue udah sembuh," ujar Fattah yang tak sabar ingin segera membalas suratnya.
"Kata dokter tunggu sampai beberapa hari lagi, sabar, Fattah!" ucap Maryam dengan tegas.
Terpaksa Fattah menuruti perkataan sang kakak dan anjuran dari dokter.
***Seminggu setelah Fattah menerima surat dari Jamilah, pemuda itu diperbolehkan pulang oleh dokter dan melakukan pemulihan selama liburan sekolah di Jakarta.
Fattah tak sabar ingin segera membalas surat dari Jamilah, tetapi rasanya kurang pas jika ia tidak menceritakan hal ini pada Sahid. Sembari menunggu hari libur ini selesai, Fattah merangkai kata sebaik mungkin untuk gadis pujaannya.
Fattah mencurahkan maksud dan tujuan tentang perasaannya di atas kertas putih.
Assalamu'alaikum Jamilah...
Maaf, gue bukan orang yang pandai merangkai kata. Gue juga bukan cowok saleh yang bisa menuliskan huruf hijaiyah di sini. Tapi, asal lu tahu. Gue selalu berusaha menjadi yang terbaik. Awalnya emang cuma demi elu, karena gue suka bahkan cinta sama lu.
Tapi, gue sadar, itu semua salah. Gue benar-benar mau hijrah cuma karena Allah. Perihal kata-kata gue yang selalu nyebut "Gue-Elu" udah mau gue rubah tapi susah. Gue butuh waktu untuk berubah.
Jah, makasih lu udah mau sayang sama gue. Jujur, gue terharu dan nggak nyangka kalau lu bisa balas perasaan ini. Kalau Allah ngasih gue pilihan, hidup nggak punya musuh tapi nggak kenal lu dan hidup punya banyak musuh tapi kenal sama lu. Gue akan pilih punya banyak musuh, asal gue kenal sama lu.
Jah, sayang sama lu itu sebuah kebanggaan. Lebih bangga lagi pas tahu, lu juga sayang sama gue. Masalah perjodohan lu itu, biar gue yang ngomong sama orang tua lu. Kasih gue kesempatan perjuangin cinta ini.
Gue serius Jah, gue cinta sama lu. Gue mau lu jadi istri gue setelah gue lulus ini. Gue janji akan jadi orang yang pantas buat lu, kasih gue waktu untuk perbaiki semua.
Gue belum bisa bilang, cara apa yang bakal gue lakuin untuk yakinin orang tua lu. Tapi, gue janji gue akan perjuangin lu. Asal lu mau gue perjuangin.
Udah dulu aja, gue nggak tahu mau ngomong apa lagi. Gue harap lu baik-baik aja.
Wassalamu'alaikum ...
***
.
.
.
.
.
.
Kalau hari ini update 2 part, pada mau nggak nih?Kalau mau, syaratnya vote, komen dan bagiin link cerita ini ke teman2.. Nanti aku update 2 part deh 😍😘
Selamat membaca dan semoga suka yah.. Oh iya, silakan menebak-nebak bagaimana endingnya yah 😍 karena beberapa part lagi, certia Za-Za ini akan selesai 😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Teen Fiction"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...