Tujuh hari setelah lebaran berlalu, Zain sudah merencanakan pertemuan antara Fattah dengan gadis yang akan dijodohkan dengan putranya.Awalnya Fattah memberontak dan tak terima dengan perjodohan itu. Tetapi ia selalu mengingat ucapan Jamilah, bawa takdir Allah adalah yang terbaik. Walau sulit menghilangkan bayangan gadis pujaannya, ia tetap berusaha menerima perjodohan yang telah disusun ayah dan orang tua calon istrinya.
"Cuma mau nanya aja, gadis yang mau dijodohin sama Fattah siapa namanya?" tanya Fattah yang duduk di ruang tamu menunggu Maryam dan Yusuf keluar dari kamarnya.
"Ira, dua kali Ayah melihatnya. Kali pertama saat seminggu setelah ia lahir. Kedua saat dia diajak acara reunian dulu di pesantren," tutur Zain.
"Kenapa harus ke pesantren tempat Ayah mondok dulu? Kenapa nggak langsung ke rumahnya aja?" tanya Fattah.
"Sekalian silaturahmi, Nak. Lagian cuma nadzor, ini hanya pertemuan, kamu melihat wajah calon istrimu," ungkap Zain.
Maryam pun keluar bersama Yusuf, suaminya.
"Ayo, Maryam udah siap, Yah. Maaf agak lama, ya," ujar Maryam.
"Nggak usah keluar sampai tahun depan juga gue ikhlas!" celetuk Fattah.
Hari ini Fattah bersama keluarganya pergi ke pondok pesantren tempat ayahnya menimbah ilmu, tepatnya di Pondok Pesantren Nurul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya.
Fattah tak tahu lagi harus berbuat apa selain pasrah kepada Allah. Apapun yang terjadi pada dirinya, ia tak boleh jauh dan meninggalkan amalan yang selama ini mulai ia lakukan.
Seminggu sekali Fattah mengikuti kajian di Bandung, sedangkan setelah lulus sekolah ia kembali tinggal di Jakarta. Baginya akan terasa menyakitkan jika tetap berada di Bandung. Karena hal itu hanya akan mengingatkan dia pada Jamilah.
Fattah tak pernah menyangka bahwa dirinya akan menaruh hati pada gadis solihah putri kiai pemilik pesantren, yang akhirnya akan membuat dirinya sakit hati.
Fattah tiba-tiba teringat ucapan kedua sahabatnya yang tak lain adalah Sahid dan Reza saat masih duduk di bangku kelas dua SMA.
"Jamilah itu, gadis yang disegani. Dia siswi paling pintar di sekolah ini, solihah, tegas, pemberani! Cantik juga sih. Hehe. Orang segan sama dia, karena pertama dia itu baik, nggak pernah ada masalah sama siapa pun. Jadi, kita juga mau jail atau jahat ke dia, malu sendiri. Nah, kalau laki-laki segan, karena dia gadis anti pacaran!" Fattah teringat akan perkataan Sahid.
"Eh gue kan cuma komen visi misinya dia doang. Nggak mau ngajak pacaran, kali!" jawab Fattah saat itu.
"Biasanya dari komentar, suka ngeledekin terus jadi jatuh cinta. Hati-hati nanti patah hati lu kalau suka apalagi cinta sama Jamilah," Sepintas bayangan tentang ucapan Reza pun terngiang dalam benaknya.
'Kalau saja dulu gue mau dengarin peringatan Reza dan Sahid! Nggak akan sesakit ini, Jah!' pikir Fattah.
***Setelah sampai tujuan, Fattah rasanya ingin memperlambat laju waktu. Ia tak ingin menemui dan mencintai gadis selain Jamilah. Pemuda itu benar-benar sudah terjebak dalam cinta perempuan setengah cadar asal Bandung yang pernah ia selamatkan dulu.
Setelah Fattah dan keluarganya istirahat sejenak dan menyantap hidangan yang telah disuguhkan. Kini mulai pada acara inti, yaitu nadzor Fattah dengan calon istrinya.
Acara ini dilakukan di ruang tamu rumah Kiai Haji Akhmad Sunadi, selaku pimpinan pondok pesantren Nurul Huda. Zain, Fattah dan Yusuf duduk bersama Pak Kiai, sedangkan Maryam pergi ke belakang bergabung dengan para santri putri dan keluarga calon adik iparnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah SMA Za-Za [END]
Teen Fiction"Percayalah, Takdir Allah yang Terbaik" Gue Fattah, lahir dan besar di Jakarta. Orang bilang gue termasuk dalam kategori bad boy! Sorry, gue nggak paham tentang bad boy itu. Gue cuma nggak suka ngelihat orang sok jagoan dan nggak bisa nahan diri unt...