Apa sih bedanya lo sama martabak?
Kalo martabak pasti spesial kalau lo pasti ditinggal
***Laura menyenderkan punggungnya di tembok pojok perpustakaan. Gadis itu mengambil sebuah buku yang kemudian digunakan untuk menutupi wajahnya lalu memejamkan kedua matanya, merasakan hawa panas yang mengisi kedua bola matanya saat ini.
"Jangan cengeng Ra, Anggit emang kayak gitu orangnya, brengseknya natural, dipetik dari kebun teh pilihan." Hibur Laura pada dirinya sendiri.
"Tumen lo kesini." Laura menyipitkan matanya mengenali suara itu, suara Rangga. Sial, mengapa Laura lupa jika temannya satu ini memang hobby membaca di perpustakaan.
"Lo ngapain kesini?" Sewot Laura.
"Gue kan emang sering molor disini." Kata Rangga kemudian mendudukkan tubuhnya disamping Laura "Mewek ya lo? Ngaku." Rangga menarik dagu Laura untuk melihat wajahnya lebih jelas dan langsung ditepis kasar oleh sang empunya "Apaan sih lo, gue nggak nangis." Sanggah Laura.
"Mata lo merah tolol."
"Karena baca buku ini! Gue terharu."
Rangga terkekeh "Sejak kapan buku resep masak bisa bikin nangis?"
Mendengar hal itu Laura langsung menyadari jika memang buku yang dia baca adalah resep masakan, sialan seharusnya dia memilih buku kisah nabi saja agar punya alasan terharu.
"Itu...karena disini instruksinya lagi motong bawang makanya mata gue merah, kan perih." Lagi, Laura kembali berasalan.
"Boong lo kurang pinter." Sontak Laura terkejut mendengar suara yang bukan berasal dari Rangga melainkan seseorang yang menjadi alasan kekesalannya saat ini, Anggit.
Anggit sedang berdiri tepat di depannya dan memandangnya datar, seperti biasa. Namun untuk apa Anggit kesini? Bukankah seharusnya dia bersama Raisa? Seluruh pertanyaan itu memenuhi otak Laura yang jarang sekali berfungsi saat ini.
Anggit memutuskan untuk menyusul Laura karena merasa tidak enak dan terkesan pilih kasih, namun disisi lain dia tahu Raisa itu pacarnya dan Laura adalah sahabatnya, meskipun begitu tak bisa dipungkiri bahwa Anggit lebih lama mengenal Laura daripada Raisa.
Laura langsung melayangkan tatapan tak bersahabat pada Anggit "Diam lo, gue lagi nggak mood buat ketemu lo, mending lo pergi deh, syuhh sana." Terlihat Anggit mengulum senyumnya mendengar kalimat Laura barusan.
Rangga ternganga tak percaya kemudian menempelkan punggung tangannya pada dahi Laura "Lo sehat kan Ra?" Tanya Rangga mulai khawatir "Anggit loh ini, lo usir? biasanya juga nemplokin terus, Kesambet apaan? Setan perpus?"
"Lo juga diam!" Laura menuding Rangga "Gue lagi badmood, mending kalian berdua pergi deh gue lagi pengen belajar masak sendiri." Sewot Laura kemudian pura-pura tertarik pada buku masak yang digenggamnya.
"Lo lucu kalau lagi ngambek." Ujar Anggit.
Tak ada jawaban apapun dari Laura, dia benar-benar sudah muak.
Bukannya beranjak pergi, Anggit malah singgah disebelah Laura "Maaf Lau"
Laura memalingkan wajahnya, menghapus air matanya sekilas hingga tidak ada yang menyadarinya.
"Apa sih, orang gapapa, kan emang bener harusnya lo nerima punya Raisa. Lagipula gue itu nggak penting buat lo, gue tau hmmm–" Belum selesai Laura menucapkan kalimatnya Anggit sudah membekap mulut Laura.
"Lo penting, cuma gue ga tega kalau harus nyakitin Raisa." Balas Anggit.
Laura menepis tangan Anggit dari mulutnya "Nggak usah pegang-pegang deh, iya gue paham posisi kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flycatcher
Teen Fiction#1 in gengster #1 in anakSMA [ SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVATE, FOLLOW DULU UNTUK MEMBACA] Ini tentang Anggit Rahesa Yudistira, cowok pemilik tatapan elang yang mampu membuat siapapun berpikir dua kali jika mau berurusan dengannya. Memiliki sifat dingin...