Ingin sekali aku menjadi matamu, agar aku bisa melihat, sepenting apa aku dihidupmu
***Lagi-lagi Laura menggaruk kepalanya yang tak gatal. Terhitung sudah lebih dari tujuh kali gadis itu melakukan hal tersebut. Memahami soal matematika yang sama sekali tidak dapat diterima otaknya memang sulit, terlebih seseorang yang kini menjadi partner belajarnya juga tidak dapat memahami soal tersebut.
"Ck, percuma kita belajar bareng tapi nggak ada yang paham," Kata Laura jujur.
Anggit mengangkat bahunya acuh "Yang punya ide belajar bareng siapa?"
Laura hanya mendesah pasrah, ide 'belajar bareng' itu memang berasal darinya. Meskipun tadi Anggit sempat menolak dengan alasan dia tak suka pelajaran matematika namun Laura tetap bersikukuh untuk belajar bersama. Awalnya dia ingin mengajari Anggit materi yang dilewatkan cowok itu ketika sedang dirawat dirumah sakit tapi kini malah Laura sendiri yang tak bisa memahaminya.
"Iya ini salah gue iya." Laura menghembuskan napas kasar.
"Nggak juga, gue seneng lo disini," Kata Anggit lalu mencomot makanan ringan yang memang disediakan di meja.
"Kenapa?" Laura menautkan alisnya, tatapan Anggit yang berubah teduh semakin membuatnya penasaran.
"Karena lo salah satu alasan buat gue."
"Alasan? Maksud lo apa sih?" Laura menggaruk rambutnya yang tak gatal.
Anggit hanya memutar matanya "Lo beneran mau belajar?" Tanya nya, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Laura mengangguk "Iyalah, besok kan kita ulangan."
Kemudian Anggit mengetikkan sesuatu di ponselnya sebelum kemudian kembali meletakkan benda itu di tempat semula. Laura yang bingung dengan sikap Anggit tak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya "Lo ngapain? Abis ngechat siapa?"
"Orang."
"Cewek ya?" Tanya Laura menyelidik.
"Heem."
Laura berdecak sebal "Bisa banget ya, ada pacarnya disini malah chatan sama cewek lain, aku mah apa atuh."
Anggit berdecak pelan lalu meluruhkan kepalanya diatas meja "Off lah baperan, cewek PMS emang serem."
Laura yang kesal langsung berusaha menggambil ponsel milik Anggit "Siapa sih?"
"Mbak Yura."
Laura mendelik seketika dan melayangkan tatapan tajam pada Anggit "Oo gitu ya, sekarang selera kamu yang mbak-mbak, Apaan nih pake namanya ditulisin 'Yura imut' di ponsel lo, selingkuh ya lo?!" Laura kemudian memalingkan wajahnya, enggan menatap Anggit yang malah mengulum senyum ke arahnya.
"Apa senyum-senyum? Pokoknya nama gue di ponsel lo harus lebih uh dari Yura imut itu," Kata Laura kemudian mengganti nama nya menjadi 'Calon istri' di ponsel milik Anggit.
"Udah?" Tanya Anggit setelah Laura mengembalikan ponselnya ke meja.
"Dia sendiri yang namain itu Ra, jangan marah," Kata Anggit lalu mengacak rambut Laura dengan gemas "Dia kakak sepupu gue."
"Boong."
Belum sempat Anggit menjawab sebuah suara menggelar sudah terlebih dahulu memenuhi seisi ruangan. Terlihat seorang wanita cantik yang Laura perkiraan seperti anak kuliahan memasuki rumah Anggit dan berjalan santai ke arahnya.
"Haloo Adek Laknat..." Kata wanita cantik itu sembari menampilkan senyum manisnya.
"Hm." Guman Anggit pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flycatcher
Teen Fiction#1 in gengster #1 in anakSMA [ SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVATE, FOLLOW DULU UNTUK MEMBACA] Ini tentang Anggit Rahesa Yudistira, cowok pemilik tatapan elang yang mampu membuat siapapun berpikir dua kali jika mau berurusan dengannya. Memiliki sifat dingin...