09. The Biggest Fear

2.3K 390 125
                                    

Sejak diperbolehkan masuk, Jeslyn sama sekali tidak berniat beranjak dari samping ranjang putranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak diperbolehkan masuk, Jeslyn sama sekali tidak berniat beranjak dari samping ranjang putranya. Tidak perduli sudah berapa lama ia terduduk di sana, bahkan selelah apa tubuhnya saat ini, si cantik tak mau beranjak pergi sebelum Victor membuka mata kembali.

Beberapa waktu lalu, Namjoon sudah memberitahunya tentang kondisi anak ini. Jesyln tentu saja hancur setelah mendengar bahwa keadaan sang putra kembali ada di titik yang sama seperti dua tahun lalu, di mana ia melihat Victor sangat tersiksa hampir setiap hari. Dan kini, mau tidak mau ia harus dihadapkan pada kenyataan yang sama.

"Bear, kita lewati ini bersama-sama, um?" lirih Jeslyn seraya mengusap lembut dahi sang buah hati.

Tidak dapat di gambarkan, betapa berharga Victor bagi dirinya. Yah, Namjoon memanglah tumpuan selama ini, tapi si bungsu adalah penguat juga pemberi senyuman di setiap langkah yang ia jalani. Dua permata paling berharga milik Jeslyn, dan ia tak akan pernah sanggup melihat kedua putranya terluka barang sejentik jari saja.

Tapi kini, apa yang ia takutkan lagi dan lagi kembali terjadi. Hampir, wanita itu menumpahkan segala kesedihan dari dalam hati saat ini juga apabila ia tidak dikejutkan oleh pergerakan samar dari kelopak mata sang anak yang seolah akan terbuka. Si cantik berdiri dari posisi duduk, lantas menatap Victor dengan penuh cemas. Refleks, jemari perempuan setengah baya tersebut menekan tombol panggilan pada sisi ranjang.

"Bear? bisa dengar Mom?" tanya Jeslyn takut-takut.

Pada awalnya, sang anak tidak merespon apapun. Victor hanya mengedipkan mata seolah beradaptasi dengan situasi yang terjadi. Namun kemudian, bola mata indah itu melirik ke arah keberadaan ibunya, di susul gerakan bibir tanpa suara yang Victor tunjukan dari balik masker oksigen.

Melihat hal tersebut, si cantik lantas mendekatkan wajah sembari berbisik lembut, "hum, kau butuh sesuatu?"

Dapat ia dengar samar, Victor bergumam memanggil berulang kali. Tak ada kata lain yang anak itu sebutkan selain Mommy, tentu saja membuat Jeslyn serasa ingin menangis.

"Iya, Sayang. Mom di sini," lirihnya kemudian.

Wanita bersurai sebahu itu mengecup dahi putranya dengan amat lembut, lantas mengusap punggung tangan Victor yang ada pada genggaman. Hingga tak lama, terdengar suara pintu yang terbuka. Jeslyn menoleh untuk sekadar memastikan, dan ia bernapas lega setelah melihat dokter paruh baya berjalan mendekati mereka.

"Ah, sudah bangun ya?" basa-basi pria tersebut sembari mengambil posisi lebih dekat dengan ranjang pasien.

Jeslyn mau tidak mau melepas genggaman pada jemari Victor. Ia melangkah mundur, memberi ruang pada dokter tersebut untuk melakukan pemeriksaan. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit, suara serak dari yang lebih tua terdengar memecah keheningan ruangan.

"Jeslyn, istirahatlah sebentar. Aku lihat dari pagi tadi kau berada di sini. Victor sudah lebih baik, sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang rawat biasa," ucapnya dengan nada teramat tenang.

UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang