18. Stay

1.9K 292 44
                                    

Keheningan menyelimuti keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keheningan menyelimuti keduanya. Setelah beberapa jam pasca proses kemoterapi selesai untuk hari ini, mereka memutuskan pergi ke taman rumah sakit bersama. Tidak ada perbincangan, baik Victor maupun Juan tampak enggan memulai terlebih dahulu. Hingga rasa canggung mendominasi. Mereka sama-sama tidak nyaman. Maka, mau tidak mau salah satunya memilih untuk mengalah.

"Kau muntah banyak sekali tadi," lirih yang lebih muda menatap telapak tangan yang saling bertaut di bawah sana.

Juan menoleh sedikit terkejut. Ia tidak menyangka Victor akan memulai pembicaraan. Setelah beberapa waktu jarang sekali mendengar suara bersahabat itu lagi, kini akhirnya ia dapat kembali merasa hangat. Juan menarik senyuman tipis, lantas menyahut seadanya, "yah, ini pertama kali. cukup buruk, dan kurasa aku belum bisa menahan sakitnya."

Hembusan angin sepoi membuat mata jernih Juan terpejam. Sedikitnya ia tenang sekarang setelah merasa sang teman mulai kembali membuka diri. Namun, seketika ia merasa tertegun kala lirihan pertanyaan yang terlontar kemudian seolah terdengar bagai sentakan bagi dirinya.

"Juan, bagaimana bisa?" Victor menoleh, ia menatap wajah Juan dari samping. Raut kelelahan itu masih tersirat jelas membuat sudut hati terasa iba.

Hingga yang tersisa kemudian hanyalah tarikan tipis senyuman dari sudut bibir ranum pemuda tampan tersebut. "Yah, kita tidak tahu bagaimana parasit ini berkembang di dalam sana. Kupikir setelah operasi amputasi tahun lalu aku akan terbebas dari semua ini, tapi kenyataannya tidak kan? haha, menyedihkan."

Ada rasa ingin merengkuh dari dalam hati. Victor mengigit bibir bawah kala tawa hambar Juan terdengar menyakiti. Ya, apa yang pemuda sipit itu katakan memang benar. Tapi, ini masih cukup mengejutkan bagi dirinya. Victor tidak dapat melakukan apapun. Masih terasa sangat canggung untuk kembali melakukan kontak dengan sang teman secara langsung.

"Victor, jika hari itu kau bertanya alasanku lari, aku akan memberitahukannya padamu," ucap Juan lirih mengundang lirikan sekilas dari si tampan yang seolah menandai jika anak itu tertarik dengan pembahasan kali ini.

"Tujuh tahun yang lalu, ada kasus penembakan oleh seorang askar pada pria yang sama sekali tidak tahu apa kesalahannya," lanjut Juan menekan rasa sakit di dalam dada setiap ia mengucapkan kata demi kata tentang mendiang ayahnya.

Victor mengerutkan dahi bingung, ia tidak mengerti kenapa Juan membahas hal seperti ini. Mendengar kata askar, kembali membuat sudut dalam hati seketika terasa sakit kala mengingat papa. Pahlawan tercinta yang kini sudah pergi jauh ke tempat yang tak bisa dia jangkau.

Sedang di lain sisi, Juan menarik napas dalam kala sesak datang menghampiri. Remaja tampan itu merasa bola mata indahnya sudah mulai memanas sejak kembali mengingat masa paling kelam dalam sepanjang perjalanan hidup yang ia lalui. "Sejak saat itu aku benar-benar membenci askar."

Kalimat penekanan yang dapat membuat sang teman sedikit tersentak. "Juan, apa maksu-"

"Ayahku Victor. Pria malang itu tulang punggung keluargaku. Dia hanya pergi untuk membeli hadiah natal tapi aku tidak pernah melihatnya lagi, dan tidak akan pernah bisa," potong Juan membuka kedua kelopak mata dan mengarahkan pandang langsung pada sang lawan bicara.

UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang