1

10.4K 1.1K 107
                                    

Laki-laki itu selalu datang setiap hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laki-laki itu selalu datang setiap hari. Hampir setiap hari sebenarnya. Tidak selalu setiap hari maksudku.

Laki-laki itu betubuh besar. Otot-otot kuat dan punggung tegapnya seperti patung Dewa Yunani di galeri Hayes. Seharusnya dia lebih pantas punya tampang serius dan berewok lebat seperti jagoan dalam poster film. Tapi, dia punya wajah yang selalu tersenyum, bersih tanpa berewok, pipi kemerahan, bibir merah, dan kulit mulus. Wajahnya yang manis sangat tidak cocok dipasangkan dengan tubuh sebesar itu. Dia seperti Superman dengan wajah yang jauh lebih baik.

Dia selalu datang setiap pulang kerja jam 5.16 tepat. Dia keluar dari gedung tinggi Rockwood Tower, kadang bersama temannya laki-laki atau perempuan, tapi lebih sering sendirian. Dia selalu berhenti di depanku, menontonku sampai selesai memainkan satu atau dua lagu dengan harmonika, mengajakku tertawa dengan pujian atau candaan, kadang dia ikut berjoget jika lagunya bertempo cepat, memberiku beberapa puluh dolar, lalu melangkah pulang ke Neville Tower yang cuma berjarak satu blok. Selalu begitu setiap sore selama satu tahun belakangan ini.

Dia yang membuatku bertekad selalu di sini, menunggunya. Walau makin banyak petugas lembaga perlindungan anak-anak yang ingin membawaku ke rumah singgah, tetap saja aku harus ke sini jam lima sore untuk bertemu dengannya.

Bukan hal yang mudah mengamen di Fifth Avenue. Ini jalanan paling sibuk di New York. Orang-orang hanya memedulikan waktu perjalanannya ke tempat kerja. Kalau aku berdiri di tempat yang salah, mereka akan memanggil polisi dan aku akan diseret ke dinas sosial. Aku juga tidak bisa buang-buang energi bermain harmonika di waktu yang salah. Tidak akan ada yang mendengarku. Mereka malah akan merasa terganggu dan menghardik atau melemparku dengan sesuatu, seperti hari itu, hari pertamaku mengamen di depan Rockwood Building. Tidak ada yang memedulikanku. Seorang laki-laki besar menabrakku karena menghalangi jalannya. Tentu saja baginya tubuh kecilku ini masalah. Aku menghalanginya masuk ke pintu utama gedung yang pintu kacanya berhiaskan pinggiran emas. Lalu, aku pindah agak ke pinggir gedung, menempel di dinding marmer dengan harapan ada yang menganggapku manusia.

Aku lapar. Aku selalu lapar. Aku tidak pernah makan banyak sejak orangtuaku menghilang. Aku hanya makan sisa makanan yang ditinggalkan orang atau kadang sisa miras yang ditinggalkan. Apa saja. Perutku sudah tidak lagi memilih makanan. Kalau tidak ada yang bisa kumakan, aku akan minum air banyak-banyak di taman atau makan daun. Kadang, ada orang baik hati yang memberiku kue, seperti perempuan hamil yang memberiku sekotak kue enak beberapa hari yang lalu waktu aku lewat di depan swalayan besar. Perempuan itu tersenyum dan mengulurkan kotak kue yang dibawanya, lalu pergi begitu saja. Katanya, dia buru-buru.

Kue itu tidak langsung kuhabiskan. Aku memakannya pelan sekali, menikmati setiap rasa manis yang kurindukan. Sayang, seorang anak nakal merampasnya dariku.

Jalanan adalah tempat paling buruk. Di jalanan, kekuatanmu adalah penjaga nomor satu. Hanya yang terkuat yang menang. Kalau merasa tidak bisa menang, sebaiknya menyerah saja. Itu jauh lebih baik daripada sok kuat. Lawanmu bisa marah dan memukulimu lebih sakit lagi. Aku pernah diinjak laki-laki tua yang merebut jaketku. Pernah juga perempuan muda yang kelelahan mendorongku sampai terguling di jalanan karena menginginkan sudut toko yang kujadikan tempat tidur. Aku belajar banyak. Aku belajar lebih baik mengalah daripada babak belur.

Black Tailored Coat (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang