Jimin memapah Taehyung sendirian, melarang Jungkook untuk membantu mengingat Jungkook baru saja mendingan dari demamnya. Ia menyuruh Ji-hyun mengambil handuk kecil dari lemari, sedangkan ia kembali berkutat didapur memasak air untuk kompres Taehyung.
Jungkook membantu Taehyung melepas jaket serta sepatunya. Membuat tubuh Taehyung sedikit meringis kala Jungkook menyentuh perut dan bahunya. "Kau kenapa?" Tanya Jungkook takut-takut.
Taehyung masih mencoba mengatur nafasnya dan mencoba menahan air matanya mati-matian. Bukan hanya fisiknya tersiksa, namun batinnya juga.
Ia masih teringat kejadian Diaman ia dihajar oleh orang suruhan, dan pesuruh itu ikut datang untuk mengucapkan kalimat-kalimat menohok bagi Taehyung.
"Jungkook-ah... Hiks... Maukah kau memba—ntuku?" Ia berbicara sambil tersengal-sengal.
"Oke aku akan membantu apapun itu. Tapi sekarang lebih baik rebahkan dulu dirimu." Taehyung nampak menggeleng dan seolah menuntut Jungkook untuk mendengarkannya saat ini. "Ada apa Tae?"
"Jimin, Jihyun, bawa mereka ke rumah Seokjin Hyung di Mokpo. Bawa semua baju serta perlengkapan mereka seperlunya."
"Apa maksudmu Tae?" Jungkook mengerutkan dahinya.
"Ibu Jimin mengincar Jimin dan Ji-hyun. Ia ingin tanda tangan Jimin, Jung. Orang serakah itu bahkan mengancam ku jika tidak menyerahkan Jimin, ia akan membunuh Jihyun. Sembunyikan mereka hiks... Aku mohon."
"Dan meninggalkanmu sendirian disini. Aku tak bisa Tae! Kita akan pergi bersama!"
Jungkook langsung bangkit dan mengambilkan makan terlebih dahulu untuk Taehyung. Meraih lauk yang sekiranya bisa dicerna mulut Taehyung. "Makanlah dulu, aku akan menyiapkan semuanya." Jungkook memaksakan dirinya yang sedang kurang fit itu untuk mengemas seluruh pakaiannya dan Taehyung terlebih dahulu. Menyiapkan dua koper milik mereka, memasukkan asal barang-barang mereka. Tidak ada waktu untuk menata.
Jimin menghampiri Jungkook ke kamar yang nampak kacau balau. "Kook, kalian mau kemana?"
"Bereskan seluruh barang-barangmu dan Jihyun, Hyung. Ibumu mengingatmu dan Jihyun. Taehyung terluka karena—"
"Tidak, Jung! Aku harus menemui ibuku. Aku sudha lelah bila ia terus mengganggu hidupku dan Ji-hyun. Apa yang dia mau pabrik appa? Aku akan memberikannya. Asal dia tak mengganggu aku dan Ji-hyun serta kalian."
"Tidak semudah itu Hyung. Ku mohon sampai kapanpun jangan serahkan pabrik itu pada ibumu." Jungkook terduduk lemas dilantai "aku berfikir seperti ini untuk kalian. Hyung, pernahkah kau memikirkan masa depan Ji-hyun? Pabrik roti itu bisa menjadi masa depan Ji-hyun Hyung. Tabunganmu untuk Ji-hyun. Kita ke Mokpo, dan membicarakan semuanya dengan Seokjin Hyung. Kita akan menyewa pengacara!"
"Jung, aku akan mencarikan Ji-hyun hidup yang layak kedepannya. Asal ibuku tak mengganggu kita."
"Hentikan omong kosong dengan otak kosongmu, Hyung. Sekarang bereskan semuanya. Bawa sertifikat rumah ini, kita kemas yang perlu sebelum orang suruhan ibumu datang. Ibumu tak main-main, Hyung. Dia mengancammu dengan Jihyun! Jadi, sekarang aku mohon turuti aku dan Taehyung."
Jimin menjatuhkan tubuhnya dan bersandar pada lemari Jungkook. Ia menatap langit-langit kamar dengan air mata yang mengalir kurang ajar. "A-apa dosaku sebelumnya? Apa?"
Jungkook yang mendengarnya hanya bisa bertumpu pada kopernya dan menunduk dalam. Ia pijit pangkal hidungnya "maaf Hyung, maaf."
"Untuk apa?"
"Aku tak bisa membantumu. Aku mohon hiks...." Terjeda sedikit "maafkan aku hiks.."
Jimin segera memeluk Jungkook, merasa bersalah karena telah membuat temannya menangis, dan kesusahan disaat seperti ini. "Jungkook-ah, mianhada"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Star (PJM)
Teen FictionPark Jimin, seorang laki laki yang sabar menghadapi beratnya cobaan hidup. Ia memiliki adik yang berperilaku HyperActive bahkan beberapa orang menganggap adik Jimin berbahaya. Seperti layaknya anak autis. Jimin harus menghidupi adiknya seorang diri...