Taehyung terus saja dipundung rasa bersalah. Ia juga menangis tadi walau sebentar. Jimin dan Seokjin tidak menyalahkannya, hanya saja ketika melihat Ji-hyun dirundung seperti tadi membuatnya nampak seperti orang bodoh yang tak bisa melakukan apa-apa.
Tangannya meremat ujung kaos lengan panjangnya, dan mengusap air mata yang turun. Mengingat betapa hebatnya Ji-hyun menangis kesakitan tadi membuat hatinya sungguh nyeri.
"M-mianhae, Jihyun-ah hiks .." gumamnya.
.
.
.
Dilain sisi, Jimin sedang berusaha menidurkan Ji-hyun yang terus mengeluhkan telinganya sakit. Jimin sudah meletakkan sandaran bantal tinggi agar saat tidur, telinganya tak terlalu tertindih, namun tetap saja Ji-hyun masih merengek sesekali.Jimin kembali menyemprotkan obat pada telinga Ji-hyun, membuat sensasi dingin kembali terasa disana.
"Enakan?"
Dan dijawab anggukan ringan oleh Ji-hyun. Mata gadis itu mulai hendak menutup. Jimin menggosok punggung Ji-hyun pelan-pelan agar gadis itu segera tertidur.
Tak lama kemudian terdengar deru nafas teratur yang sesekali sesenggukan. Ji-hyun sudah tertidur. Kini saatnya Jimin bangkit dan segera bersiap untuk menemui pengacara Choi kembali. Mereka berjanji bertemu di villa Seokjin, karena pinta Seokjin mengingat Ji-hyun masih belum bisa ditinggal Jimin lama-lama.
Tekad Jimin sudah bulat untuk segera mengakhiri permainan konyol ibunya. Ia harus segera mengambil alih pabrik roti itu, dan hidup tenang bersama Ji-hyun.
"Jimin-ah, pengacara Choi sudah tiba." Seokjin datang dengan dua gelas teh hangat dalam nampan.
"Ah, nde Hyung. Aku akan turun sebentar lagi." Ia menyiapkan beberapa berkas yang dulu sempat ia selamatkan sebelum benar-benar dikuasai ibunya. Jimin membawa surat-surat kepemilikan pabrik dan segera turun menemui pengacara Choi.
"Apakah menungguku lama?" Canda Jimin sambil bersalaman dengan pengacara berumur tiga puluhan itu.
"Sangaaaaaat lama. Sampai aku ingin memesan kopi. Hahaha"
"Hahaha.."
"Baiklah, jadi bagaimana kelanjutannya? Seingatku pengacara ayah dulu bernama—"
"Byun Baekhyun. Aku mengenalnya, dan rupanya benar. Berkas ayahmu, ada ditangannya. Semua aman. Dia mencarimu, Jim." Jelas Minho selaku pengacara Jimin dengan tangan yang membuka-buka isi berkasnya.
"Benarkah? Apa bisa dipertemukan?"
"Secepatnya. Aku menyuruhnya untuk bertemu di Seoul saja tiga hari lagi. Karena kalian bilang, disini merupakan tempat persembunyian bukan? Hahaha"
Jimin mendengus namun kemudian tertawa. Begitupula dengan Seokjin yang nampak berwibawa duduk diseberang ya dengan setelan kemeja biru putih bergaris, dan celana hitam.
"Hyung kau rapi sekali. Mau kemana?" Tanya Jimin penasaran.
"Aku akan ke tempat Jungkook."
"Se-rapih itu?"
"Dan menghampiri suatu tempat." Ucapnya sambil menyesap teh hangatnya "haaah, hujan-hujan begini memang paling nikmat minum teh hangat."
"Okey sampai mana kita?" Minho kembali menunjukkan suatu kertas pada Jimin. "Ini yang harus kau lakukan ketika pemindahan surat."
Dan seterusnya mereka bahas hingga jam menunjukkan pukul lima sore. Jimin harus menyiapkan makan malam untuk semua. Seokjin juga sudah berangkat untuk menjemput Jungkook juga. Pengacara Choi pamit undur diri karena ia masih ada janji lain.
.
.
.
.
.Malam harinya waktu makan malam, Taehyung nampak murung. Bahkan ia enggan menyapa Jungkook sewaktu melihat lelaki berotot itu berada dikamar bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Star (PJM)
JugendliteraturPark Jimin, seorang laki laki yang sabar menghadapi beratnya cobaan hidup. Ia memiliki adik yang berperilaku HyperActive bahkan beberapa orang menganggap adik Jimin berbahaya. Seperti layaknya anak autis. Jimin harus menghidupi adiknya seorang diri...