006 - negative thinking

92 14 0
                                    

UKS—

Shinta menangis dalam diam, walau air matanya terus berjatuhan sampai tak henti-henti selalu mengering.

Ketika yang ia idam-idamkan adalah sebuah langit yang di hiasi oleh pelangi, mengapa hanya langit kelabu yang memenuhi angkasanya?.

Ketika hanya gelapnya langit malam yang berada di hidupnya, memang masih ada rembulan dan bintang gemintang yang menyertai. Tetapi mengapa mendung selalu berada di nomor satu?, ketika sang mendung menutupi sang penghias dari gelapnya langit malam.

Ketika ia hendak fokus menuju masa depan, mengapa ia selalu terjebak dalam masa lalu?.

Mengapa seakan-akan, Tuhan tak pernah adil terhadapnya?.

Sebuah tangan memegang pundaknya. Membuyarkan lamunannya, menariknya dalam realisasi hidup tanpa pernah ada kata zona nyaman.

"Shin gue bawain teh manis sama roti." ucap Syera kemudian duduk di kursi samping ranjang UKS.

"Lo kalo ada masalah, cerita sama gue jangan lo pendem sendiri. Gue tau kita belum lama sahabatan, tapi gue tau lo kayak gimana, gue bakal selalu ada disaat lo butuh gue." ucap Syera sambil menenangi Shinta.

"Maaf, tapi entah kenapa gue masih belum percaya dengan semua itu." jawab Shinta. Terlalu sulit untuk percaya, terlalu sulit untuk mempercayai, terlalu sulit untuk dipercayai.

Shinta tertawa remeh. Ketika ia sedang mencari kemana sebenarnya jati dirinya sendiri, tetapi sudah ada yang berani berucap bahwa mereka tahu betul Shinta seperti apa.

"Gue cuma sakit biasa, gue selalu bahagia kok hehe..." Shinta menghela napasnya pelan, menormalkan detak jantungnya yang semakin berpacu cepat.

"Shin, lo bohong."

"Gue ga kenapa kok Ra. Gue tau lo orang baik, gue harap lo tulus sahabatan sama gue. Tapi, gue belum siap buat percaya sama siapapun untuk saat ini. Gue bukan meragukan lo dan Aryan, tapi setelah banyak hal yang gue lalui, itu terlalu sulit untuk gue." ucap Shinta masih memunggungi Syera sambil mengelap sisa-sisa air matanya.

"Gak kenapa, gue bakal berusaha buat selalu jadi sahabat yang baik buat lo. Gue gak tau seberapa beratnya hidup lo, mungkin lo emang belum sesiap itu untuk cerita. Tapi tolong percayai gue dan Aryan bukan sebagai sahabat tapi sebagai saudara lo sendiri, karena gue gak bakal pernah ninggalin lo." Syera tersenyum hangat, menepuk pundak sahabatnya.

"Yaudah ini di minum dulu biar enakan, kalo ada apa-apa bilang ya, gue duluan." ucap Syera lalu meninggalkan UKS.

Senyum Shinta mulai memudar saat melihat Syera meninggalkan UKS.
Ia kembali menangisi dirinya sendiri, yang telah menyakiti hati sahabatnya itu. Ia tahu, bahwa ia tak salah memilih seorang sahabat. Tetapi untuk saat ini, mempercayai orang bukanlah prioritasnya. Shinta terlalu sering di khianati, oleh keluarga, teman, dan segalanya. "Ra, sorry. But you deserve to be happy, but not with me who has never lived happily."

"Gue emang bodoh. Selamanya akan bodoh."

***

"Shin lo pulang bareng gue aja ya, kan gue belum pernah ke rumah lo." ucap Aryan.

"Gak usah Yan, gue bisa naik taksi kok. Duluan ya.." ucap Shinta seraya melambaikan tangannya.

Syera hanya bisa menatap kepergian sahabatnya itu. Ada banyak pemikiran tentang Shinta, tetapi yang jelas..ia tahu bahwa selama ini, Shinta sangat sakit.

"Shinta gak biasanya gini" lirih Syera menatap taksi yang mulai menjauh dan menghilang dari pandangannya.

"Kayaknya gue tau deh dia kenapa, liat besok aja. Kalau dia gak sekolah, berarti ada apa-apa." jawab Nathan lalu ia meninggalkan sekolah dan beranjak pergi mengambil mobilnya kemudian pulang.

"Kok dia yakin banget ya?," tanya Aryan.

"Ikutin alurnya aja. Ayo pulang, gue nebeng ya.."

Aryan mengangguk kemudian segera mengambil sepeda motornya dengan segala pikiran yang di penuhi dengan maksud Nathan beberapa waktu yang lalu.

Mungkin, si balik senyum dan sifat ceria Shinta, ada sesuatu menyakitkan yang ia sembunyikan selama ini.

Dear My Best [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang