Bunyi tapak kaki kuda menggema. Deru nafas mereka menguap bersamaan dengan pacuan mereka yang kian bertambah cepat. Di depan sana, jarak beberapa meter ada sesosok gadis bergaun tebal sedang berusaha melarikan diri. Tubuhnya ringkih, dan nafasnya sesak. Para pengawal segera memutari tubuh gadis itu yang kini tengah memandang mereka layaknya orang putus asa yang sudah tersudut.
Gadis itu menelan salivanya, pelariannya gagal dan dia yakin akan segera dihukum mati sama seperti nasib para pengawalnya. Sang gadis berusaha menetralisir nafasnya yang terengah dan mencoba mengendalikan pikirannya yang panik. Dia harus tenang atau musuh akan benar-benar tertawa bahagia melihat dia berada diposisi terendahnya. Gugup dan gusar, satu-satunya hal yang ingin mereka lihat dari sang lawan.
“Mencoba lari tuan putri?” gadis itu mendongak, menatap kearah sumber suara.
Diatas kuda, seorang pria dengan wajah dingin memandangnya remeh. Tatapannya yang tajam tidak menutupi pikirannya yang terlihat mencemooh. Tentu saja, siapa yang tidak akan memandang rendah seorang putri kerajaan yang berlari mengitari hutan dengan bertelanjang kaki? Oh dan jangan lupakan rambut dan penampilannya yang kini terlihat cukup berantakan.
“Apa yang seorang putra mahkota inginkan dari putri lemah sepertiku, pangeran Adrian Axle de Karsten?” Gadis itu memandang sang putra mahkota dengan tatapan angkuh, bertindak sebagaimana seharusnya seorang putri kerajaan bertindak -tidak mengenal takut.
Sang putra mahkota hanya tersenyum sinis, masih berusaha menciutkan nyali gadis ‘kecil’ dihadapannya.
“Putri lemah, huh?” Pria itu mengamati setiap pergerakkan sang putri yang terlihat lebih waspada dari sebelumnya. Dia tahu persis siapa gadis yang ada dihadapannya. Seorang putri dari Barat yang memiliki kemungkinan besar akan menjadi satu-satunya pewaris tahta keluarga Navalaurence.
“Azalea Clementine de Navalaurence. Ku pikir kita sama-sama tahu siapa lawan yang kita hadapi.” Putri Azalea menaikkan dagunya, dia merasa jika keadaan yang akan ia hadapi akan lebih kejam dari kematian itu sendiri.
“Apa yang-”
“Sebaiknya kau bersikap baik, tuan putri. Aku tidak ingin memperlakukanmu sebagai budak perangku.”
Putra mahkota Axle memberi isyarat kepada para prajurit. Dua orang prajurit turun dari kuda mereka, salah satu mengikat tali kekangnya pada kuda milik sang tuan dan satu lagi mengikat tangan sang putri.
“Kau ingin menjadikanku sandra rupanya.”
“Kau ingin naik secara terhormat atau dilempar layaknya sampah?” Sang putri menghirup nafas kasar, merasa harga dirinya benar-benar dijatuhkan sekarang. Terlebih lagi dihadapan para prajurit hina yang baru saja membantai seluruh pengawalnya.
Dengan susah payah gadis itu berusaha naik ke pelana kuda yang begitu tinggi dengan keadaan tangan terikat. Sang pangeran? Dia hanya menatap sang putri tanpa berniat membantu sedikitpun.
“Berangkat menuju kapital.” teriak salah satu prajurit yang jika Azalea tebak merupakan komandan pasukan.
***
Pasukan kerajaan kini memasuki gerbang istana. Orang-orang yang berkumpul, para rakyat, memandang para pasukan dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Terlebih ini kali pertama bagi mereka mendapati sang putra mahkota -calon raja mereka, membawa pulang seorang gadis dari perjalanan singkatnya.
Azalea Clementine de Navalaurence. Mereka tahu siapa gadis itu hanya dengan melihat rambut keemasannya. Kulit gadis itu putih bagaikan susu, matanya begitu berbinar layaknya berlian namun juga tersirat sorot tajam sebagai tanda bahwa dia benar-benar keturunan Navalaurence. Gaunnya terlihat cantik meski dengan dekor sederhana, tapi itulah yang membuat dirinya lebih menonjol ketimbang penampilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea
Fanfiction⚠️ DON'T FORGET to Follow, Vote & Comment ⚠️ Azalea Clementine de Navalaurence dihadapkan pada situasi dimana dia harus menyetujui pernikahan kontrak yang ditawarkan oleh Putra Mahkota Kerajaan Karsten, Adrian Axle de Karsten. Azalea yang juga merup...