18. Hari Perburuan (3)

565 118 21
                                    

A/n: Sesungguhnya aku masih baru dalam genre semacam ini, jadi aku benar-benar berharap akan ada masukan dan komentar dari kalian untuk improvisasi cerita ini.

- Azalea -

"Yang mulia, semuanya sudah dipersiapkan." Saphier muncul didalam tenda tempat raja Cornelius bersiap.

Saat semua orang sibuk bersiap, Lorena dan beberapa prajurit kuat Navalaurence sudah terlebih dulu membawa Ratu Eliazana kembali demi menghindari kekacauan yang tidak diinginkan.

Raja Cornelius berjalan ke tempat dimana pedangnya berada. Pria itu melihat pedang itu dengan serius. Bagaimanapun sudah sejak lama ia tidak menggunakan pedang itu sejak perang yang membuat dirinya dinobatkan menjadi raja berakhir.

Perang yang membuat saudaranya harus merelakan sebelah matanya demi melindungi dia. Raja Cornelius menggenggam erat gagang pedang itu.

"Bukankah sudah sejak lama. Melihat ini rasanya masih sama menyakitkannya seperti melihat lukamu."

"Yang mulia-"

"Kita harus segera berangkat, bukan? Aku tak ingin kita kehilangan lagi."

Raja Cornelius menyibakkan kain pintu tendanya. Diluar sudah ada banyak prajurit yang bersiap termasuk kudanya yang sudah berdiri tegap disisi tenda.

"Kita akan berangkat. Bersiap di pos masing-masing."

"Baik, kapten!"

"Yang mulia." seorang prajurit membawa kuda milik raja Cornelius kehadapannya. Sang raja segera naik ke pelana dan mengambil posisi bersiap.

"Aku ingin keluargaku ditemukan utuh." perintahnya tegas.

Mata berlian biru itu menggelap mengeluarkan aura membunuh yang luar biasa.

Apapun yang terjadi mereka harus selamat. Azalea, tunggu papa! -Raja Cornelius

"Kita berangkat!"

"Baik yang mulia!"

"Baik yang mulia!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Ting

Ting

Kedua tangan Vilayr terus berayun menggenggam pedangnya erat. Para pembunuh bayaran itu terus berusaha melakukan serangan bertubi-tubi, mencoba melukai Vilayr yang hanya berdiri seoranh diri tanpa ada pasukan atau orang yang membantu.

"Bagaimana rasanya ditinggal oleh temanmu, jenderal?" si pemimpin berseru dari kejauhan. Tangannya menggenggam pedang erat dan senyumnya terlihat meremehkan.

Vilayr tak merespon. Dirinya masih sibuk menebas pasukan si mulut besar.

"HIAAAAA!"

Dugh

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang