Sepulang dari kampus Hans tak sengaja bertemu dengan bocah kecil yang waktu itu sempat bertengkar di depan rumahnya. Tak disangka, ternyata ia merupakan cucu dari wanita tua yang bertempat tinggal tak jauh dari bangunan Hans.
"Jadi mengapa rak ini dipenuhi dengan buku tua dan beberapa tulisan-tulisan aneh?"
Sore ini Hans berniat memberesi ruang rahasianya. Tidak juga. Lebih tepatnya ia mencari artikel yang disebut Kenn tadi. Artikel tentang 'Bumi Terakhir' yang agaknya ia lupakan begitu saja.
Hans tak merespon sedikitpun pertanyaan Ray yang lebih berani. Ia terlalu fokus mencari artikel itu.
"Nenek berpesan padaku; apakah kau sudah mengatakan apa yang menjadi pesan nenek waktu itu?"
Hans mengerutkan dahinya dan menghentikan aktivitasnya sejenak. "Pesan apa?" Hans sungguh tak mengingat apapun yang disampaikan Nenek Clarion.
Ray menaikkan bahunya. Ia tentu tak tahu menahu soal itu.
"Baiklah, Ray. Aku akan ke basement. Kau mau ikut aku atau bertetap di sini?" tawar Hans pada bocah berkaos merah di hadapannya.
"Aku ikut saja."
Hans menggangguk. Kemudian melangkah menuju basement belakang. Entah apa yang mampu membuat Ray tak sepenakut sewaktu lalu? Bahkan dari sana terlihat jika bocah itu berantusias dalam mengikuti apa yang dilakukan Hans.
Memasuki area basement, menuruni beberapa anak tangga yang mendekatkan mereka berdua ke dalam ruang bawah tanah cukup membuat mata Ray sibuk menelusuri dinding-dinding ruangan bercorak sedikit kuno itu. Bagaimana tidak? Dinding-dinding yang terlihat berwarna coklat yang sudah menua itu dipenuhi banyak jam dinding dengan berbagai bentuk. Itu cukup menarik perhatian Ray dengan kekagumannya.
"Kau mengoleksi jam?" tanya Ray yang sedari tadi membuntut di belakang Hans. Kemana pun kaki Hans melangkah, agaknya bocah itu terus mengikutinya.
"Kukira begitu."
Ray tersenyum kagum.
"Aku juga," tambah Ray antusias. "Sebenarnya apa yang sedang kau cari, Tuan?"
"Kau mau tahu?"
"Tentu saja." Ray mengangguk. "Mungkin aku bisa membantu mencarinya," tawar Ray.
Hans berhenti di beberapa rak tua yang sudah mulai usang. Banyak sekali buku-buku tebal yang nampaknya tak terawat, dibiarkan tergeletak dengan berantakan, bahkan beberapa ada yang sudah sobek atau mungkin digerogoti tikus. Pasalnya seringkali terdengar bunyi geludakan atau suara cicitan dari atap maupun lemari dari basement itu.
"Aku mencari surat rahasia kakek," ucapnya sembari terus mengobrak-abrik rak buku.
"Surat itu berada di antara buku-buku ini, mungkin." Hans melirik Ray dengan sedikit senyum,"kau tak perlu memanggilku dengan sebutan 'Tuan'. Kau mengerti?"
Ray yang sedari tadi mendongak memperhatikan Hans kemudian mengangguk pasti. Sebelum akhirnya ia menggeser langkahnya beberapa senti menuju rak di sebelah.
Lagi-lagi Hans menghentikan aktivitasnya dengan sorot mata yang tertuju pada titik yang tak pasti. Sontak ia memutar kepalanya sembilan puluh derajat menatap Ray sembari berpikir. "Atau mungkin artikel 'Bumi Terakhir'?"
"Bumi Terakhir?" Ray mengernyitkan alisnya.
Hampir Hans mengangguk, namun ia urungkan sebab ponsel di dalam sakunya bergetar kuat. Setelah Hans meraihnya, sebuah nama Kennedy Aurgent terpampang jelas di sana. Tanpa berpikir panjang, ia menerimanya.
"Hei, di mana kau?!" Suaranya terdengar bervolume tinggi hingga dari sisi Ray berdiri pun remang-remang terdengar orang dari balik sana sedang berkoar. Itu sontak membuat Hans menjauhkan ponsel yang dipegang dari jangkauan telinganya. Sungguh memekikkan telinga. Hans pun mengusapi telinganya dengan tangan yang lain.
"Pelankan suaramu," ucap Hans dengan raut malas.
"Lantas mengapa tak kau bukakan pintu untukku?"
Hans menoleh ke arah tangga basement.
Ken di sini?"Baiklah, Ken. Aku segera keluar."
Hans menutup buku yang sebelumnya ia buka dan menjauhkannya sedikit ke dalam rak. Ia juga menaikkan kacamatanya yang sedikit merosot akibat lekukan kulit hidung yang tersumbat debu.
"Tetaplah di sini, aku akan segera kembali," pungkas Hans mulai berjalan menjauhi rak dan bocah itu.
Ray mengangguk. Ia melanjutkan aktivitasnya mencari dua benda yang terdengar sedikit gila baginya. Beberapa buku ia buka, mulai dari buku yang masih cukup bagus sampai buku yang sudah copot di setiap lembarnya. Sesekali ia juga membaca larik demi larik isi buku dengan berbagai judul di sana. Ray berjalan menuju rak di pojok sana. Kembali membalik satu buku berjudul 'The Lost Clockwise'.
"... Kau tau tentang elemen-elemen pengakhir waktu? Hanya seperti jika kau menghentikan jarum jam di setiap enam puluh kali hitungan sekon. Akan ada beberapa kemungkinan di sana, kau berangan, atau kau melupakan. Atau mungkin bisa saja keduanya. Tergantung bagaimana keadaan jiwamu.
Ada bagian tak tertulis yang akan disebut di sini; bahwa beberapa kunci dari apa yang kau cari berada di sekitarmu, hanya saja terkadang kau tak menyadarinya. Ingin tahu? Ketika dalam keramaian banyak yang melirik sengit padamu, kau akan merasakan rasa yang tak keruan. Maka cukup tenggelamkan dan anggap kau berada dalam lorong gelap sendirian."
Ray membalik ke halaman selanjutnya. Sebelum suara teriakan terdengar seiringan dengan jatuhnya buku itu ke tempat semula Ray menemukannya.
♠
"Jangan anggap setiap sesuatu yang mengagumkan tak sama sekali ada keterkaitan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Earth [E N D]
Science Fiction[TYPO Mohon maaf] Misi balas dendam seorang penguasa kota, harus berimbas pada kehidupan empat remaja yang bernaung di bawah sebuah misi yang dititipkan mendiang kakek si peramal tentang keajaiban waktu dari Clock Wizzard Museum. Sebuah ancaman bes...