Berjam-jam di ruangan sempit dengan kadar oksigen yang tipis bukan hal yang baik, dan ini terdengar begitu membosankan. Tidak ada kegiatan lain kecuali duduk, tiduran, berjalan kesana-kemari, yang lebih buruknya adalah kegiatan itu tak pernah berubah selama Hans masih berada di tempat ini.
Percakapan gila, orang-orang aneh, pikiran yang kacau, kenyataan yang kurang beruntung, semua seakan berporos dalam satu pikiran. Memenuhi dan hampir saja membuat kepala Hans meledak, dikurung dalam ketidakjelasan arti yang pasti.
Kuharap ini hanya mimpi ....
Bahkan ia masih meragukan jika ini sebuah kenyataan. Dari sebelumnya keadaan yang biasa-biasa saja, hingga kini sebuah keajaiban yang dengan perlahan menunjukkan diri. Semua ini masih belum cukup dilogika Hans dengan baik.
Ia sendiri terkadang berpikir apakah benar kata orang tua Hans, jika ia sudah gila, dan ternyata semua yang sudah terjadi hanya bagian dari halusinasi kegilaan Hans?
Ia menampar pipinya sendiri. Ia meyakini ini bukan mimpi, jelas saja, jika ia bermimpi atau mungkin gila, Nenek Clarion tak mungkin terlibat dalam teka-teki bersama kakek. Dan juga, Mac Dinston, dia tidak akan nyata. Tetapi? Ini memang nyata!
Ah, sudahlah!
Di antara lamunannya yang begitu menenggelamkan kesadarannya ia bahkan tak menyadari jika seseorang dari luar ruangan ini--salah satu dari orang-orang itu-- masuk dan meletakkan beberapa makanan lengkap dengan minumannya di nakas dekat dengan tempat Hans membaringkan badannya.
"Hei, cepat makan!" gertak lelaki itu dengan raut yang datar memadam. "Tuan Arthur akan datang beberapa menit lagi, cepat makan dan jangan katakan aku terlambat memberimu makan."
Hans tersadar. Ia duduk dan bersila menatap dengan salah satu alis si orang di hadapannya itu. "Kau bilang apa?" Hans bahkan tak mendengar suara lelaki itu dengan jelas. Bagaimana tidak, ia berbicara tanpa memperhatikan keadaan Hans yang sedang berangan entah kemana. Ia menatap nakas yang di atasnya tergeletak nampan.
"Aku bukan pembantu yang harus menyediakan makanan untukmu, jadi nikmatilah, aku tak akan melakukannya jika aku tak memerlukan uang," cetus lelaki itu penuh penekanan. Jika saja ia boleh jujur, diperbudak semacam ini adalah hal yang memuakkan. Ingat kata itu!
"Kau bisa bekerja diluaran tempat tanpa harus menjadi budak yang akan menghancurkan duniamu sendiri," pekik Hans seolah ia manusia terbodoh di sini.
"Kau pikir aku akan mendengarkan semua ucapanmu? Sudahlah!" Ia berlalu dan pergi meninggalkan ruangan yang sedikit pengap itu dengan membantingkan pintu cukup keras.
Terserah. Lagipula siapa yang akan peduli kepada orang-orang seperti mereka yang keras kepala? Semua yang mereka lakukan juga pasti akan berimbas pada mereka sendiri.
Hans hanya memandang kepergian lelaki itu dengan malas. Lebih baik ia memikirkan hak yabg mengenai peperangan yang sebentar lagi mungkin akan terjadi. Dan sepertinya selepas kepergiannya dari sini.
♠
"Jadi darimana kau mengetahui semuanya?"
Kenn terdiam dan terus menundukkan kepalanya. Jika boleh ia jujur, banyak hal yang ia lakukan selama tidak bersama sahabatnya. Mencari tahu lebih dalam mengenai tujuan dan lain hal tentang kehancuran yang mulai berlalu. Sedikit memiliki keterkaitan dari banyak hal yang berhasil ditelaah oleh Earth Mission. Dan ya ... diam-diam Kenn tidak sediam itu.
Tidak hanya Willy, bahkan mereka berempat atau berlima bersama Lise sudah bersahabat sejak lama, tetapi mereka-terutama Willy- baru menyadari jika di sini Kenn lah orang yang paling mengetahui semuanya.
"Ya ... aku memang hampir tahu semuanya tentang ini. Entahlah. Aku juga tak mengerti. Aku hanya melakukan beberapa pencarian mengenai ini. Dan alhasil yang kutemukan bukanlah jawaban dari pertanyaan yang sedang kucari, melainkan dari pertanyaan lain yang bahkan belum kupikirkan."
Willy menggaruk tengkuknya sendiri yang tak gatal, benar-benar sulit melogikakan perkataan Kenn yang mungkin sedikit tidak sesuai dengan pertanyaannya.
"Jadi, Kenn ... bagaimana kau mengetahui Lise terlibat dalam permasalahan ini? Aku mohon jawablah dengan jelas, kukira kau tahu jika IQ ku tak setinggi dirimu," cerca Willy malas untuk membuka fakta yang ada.
"Aku menyelinap masuk ke bangunan di samping Clock Wizzard Museum, " jelas Kenn gamang.
Willy menautkan wajah tak percaya, baginya itu adalah suatu hal yang tak bisa dibayangkan. Sampai-sampai matanya membulat sempurna dengan keantusiasannya yang kian menggebu.
"Bagaiman bisa, bukankah ...."
"Astaga, Willy! Aku bahkan belum selesai bercerita!" cerca Kenn kesal karena ucapannya dipotong oleh Willy.
"Bukan Clock Wizzard Museum, tetapi bangunan di samping tempat itu. Eum ... kupikir pemiliknya adalah satu orang yang sama."
"Clock Wizzard Museum berada di ujung kota ini, berarti kau sudah berkelana sejauh itu?"
Kenn memasang raut malas. "Bukan itu hal pentingnya!"
"E-baiklah. Lalu hal apa saja yang kau lakukan di sana?" tanya Willy mulai kembali fokus. Ia benar benar suka bertingkah konyol di hadapan teman-temannya, tetapi juga tak jarang dia mudah sekali emosi. Willy masih cukup labil untuk usia delapan belas tahun. Teman-temannya sudah cukup tahu soal itu.
♠
"Oh, maaf." Kenn mundur beberapa langkah menemui orang yang tak sengaja ditabraknya. Terlihat begitu buruk, barang-barang bawaan wanita itu berserak memenuhi trotoar jalan yang dilewatinya, dan dengan tidak enak hati Kenn pun membantu mengumpulkannya.
"Kau tak apa, Nyonya?"
Bukan orang asing. Ketika keempat mata itu saling menyapa, Kenn semakin merasa tidak enak hati. Wanita paruh baya itu ternyata adalah tetangga Hans, yang seingatnya bernama Clarion.
"Tidak. Aku baik. Terima kasih kau sudah membantuku," ucapnya tersenyum hampa.
"Tentu, lagipula ini salahku." Nyatanya ini memang kesalahan Kenn yang berjalan tak memperhatikan sekelilingnya. Itu mungkin juga menjadi alasan mengapa ia begitu seringnya menabrak orang yang sama; para pejalan kaki Wizzard.
"Eum ... di mana kau membeli koran ini?" tanyanya penasaran. Ia mungkin berniat akan membelinya juga. Sebabnya, surat kabar menampilkan berita terbaru seputar kota ini.
"Di ujung kota ini, dan jika kau membutuhkannya." Wanita itu mengulurkan surat kabar yang dipegangnya ke hadapan Kenn. "Kau bisa ambil ini."
Kenn memandang lurus kepada surat kabar itu. "Jika aku mengambilnya bagaimana denganmu?"
Dia hanya tertawa hampa. "Aku sudah membacanya. Beberapa belakangan ini berita hanya berisi soal Mac, Mac, dan Mac. Seolah orang-orang tak menginginkan lelaki itu ditahan untuk waktu yang lama. Ya ... mungkin saja mereka tidak ingin pihak Mac menghancurkan kita dan bumi."
Kenn mengernyitkan dahinya. Siapa yang tak heran ketika bertemu orang yang seakan serba tahu sepertinya? Wanita itu bahkan memang tahu soal orang-orang itu.
"E-baiklah." Kenn menerimanya dengan hati yang tak sepenuhnya setuju. Ada rasa canggung yang terlintas ketika melihat wanita itu menatap bola matanya dengan smirk yang cukup mencurigakan. Batin Kenn mengatakan; sepertinya ia akan mencari tahu juga tentang wanita itu.
Setelah Kenn menerimanya, wanita itu berlalu dan membiarkan Kenn mencerna baik-baik persoalan yang dikatakan wanita itu.
♠
"Perlahan, berjarak, dan berangsur nyata. Salah satu dari akarnya akan memperlihatkan dirinya sendiri ketika mereka mulai menggalinya dengan sergap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Earth [E N D]
Science Fiction[TYPO Mohon maaf] Misi balas dendam seorang penguasa kota, harus berimbas pada kehidupan empat remaja yang bernaung di bawah sebuah misi yang dititipkan mendiang kakek si peramal tentang keajaiban waktu dari Clock Wizzard Museum. Sebuah ancaman bes...