Pertanyaannya adalah terhitung sehari Ray tak kembali, bagaimana bisa Nenek Clarion tak sama sekali menanyakan kabar atau mencari tahu bagaimana keadaan cucu lelakinya itu. Seolah ia tahu jika Ray hilang secara tiba-tiba.
Sebenarnya ini dinamakan kabar baik. Tentunya tak akan membuat Hans kian berpikir keras. Hanya saja, bagaimana jika dalam jangkauan beberapa hari ke depan Ray tak kunjung kembali? Apakah mungkin wanita tua itu tak mencari tahu?
Huh! Hans kembali gelisah. Ia bahkan belum memikirkan alasan apa yang akan ia katakan pada keluarga Ray jika nanti bocah itu belum ditemukan. Itu membuat Hans ragu saat ia melewati halaman depan rumah Nenek Clarion.
Ini lebih terkesan seperti menghindari bencana, tentu saja. Hari ini ia berangkat ke kampus melewati jalur yang lebih jauh, ia memilih melewati jalan berlawanan dengan yang biasa ia lalui. Walapun ini banyak memvuang waktu Hans, tetapi ia pikir ini lebih baik daripada bertemu dengan Nenek Clarion atau siapapun yang akan mengintrogasikannya mengenai sosok Ray yang lenyap tiba-tiba.
Hans berjalan dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku hoodie-nya. Telinganya menuli karena tersumpal earphone untuk menemaninya dalam keheningan ini. Menurut beberapa buku yang ia baca, sebenarnya berjalan dengan posisi tangan dimasukkan ke dalam saku bukanlah hal yang baik, sebab apabila suatu ketika seseorang itu terjatuh, maka orang itu tidak siap. Tetapi Hans tidak begitu mempedulikannya, baginya ia akan melakukan apa yang menurutnya nyaman, selebihnya terserah.
Ketika matanya menatap nyalang ke depan, tepat pada jalanan yang terlihat sepi, ia hanya sendiri. Karena memang jalanannya tak ada satu atau dua orang yang berlalu. Namun, perasaan Hans berkata lain. Wajahnya mulai mengintimidasi sesuatu, seperti ada yang mengikuti atau sedang melakukan sesuatu di sekitarnya.
Ia menarik kacamatanya, menghentikan jalannya yang begitu santai. Kepalanya diputar seratus depan puluh derajat sebelum ia mengenakan kembali kacamatanya. Tidak ada siapapun, kecuali pepohonan dan jalanan yang sepi.
Sekelebat bayangan lewat dengan begitu cepat, itu membuatnya sedikit was-was. Entah itu sebab efek kacamatanya yang belum ganti atau apapun ia tak tahu. Intinya semua terlihat buram, tak jelas. Sepertinya sepulang kuliah nanti ia akan pergi membeli kacamata baru untuk minusnya yang kini sudah bertambah satu setengah, mungkin.
Siapa yang sadar, langkah kaki yang begitu santai tak terasa sudah menempuh jarak yang cukup jauh. Dan jalanan memang terlihat sangat sepi, sampai-sampai kini Hans berdiri di tengah jalan raya tepat di hadapan kota.
Bangunan-bangunan itu terlihat jelas. Hingga mata Hans begitu lekatnya menatap nyalang ke depan lurus pada gedung tinggi yang kini terporak-porandakan. Bagaimana ia tak tahu soal ini? Apa ...
Hans menoleh ke belakang dengan secepat kilat. Nalurinya berkata jika ada bayangan seseorang mengintainya dari belakang. Tepat sekali. Semuanya terlihat ketika beberapa orang misterius itu membekap mulutnya dan tiba-tiba semua menggelap.
♠
Kenn menyantap makanan di hadapannya dengan pikiran yang berlabuh kemana-mana. Ia ingin mempercepat waktu. Di mana anak-anak Earth Mission segera melakukan misinya. Dan mencapai apa yang menjadi tujuannya.
Kegentingan yang rupanya dikatakan Lise ternyata soal beberapa bangunan kota yang dihancurkan oleh oknum yang mungkin saja adalah anak buah Mac Dinston. Itu persoal yang ia dengar dari Hans beberapa waktu lalu. Dan itu membuat kesabaran Kenn tak lagi bisa ditahan. Ia menakuti jika saja sesuatu hal yang lebih buruk terjadi.
"Bagaimana jika hari ini kita membolos saja?" tanya Kenn pada kedua teman di hadapannya.
"Aku sudah membuang banyak biaya untuk bersekolah di sini, lalu hanya untuk membolos? Itu bukan hal baik, Kenn." Emily menatap Kenn dengan sedikit geram. Ia memutar sedotan di gelas minumnya.
"Kau sudah lihat keadaan kota, kan?" Kenn terus mendesak. "Itu hanyalah permulaan, bagaimana jika berlanjut lebih buruk. Dan, kehancuran benar terjadi?"
"Itu memang benar. Tetapi, apa salah jika sekali saja membolos untuk kebaikan bumi? Itu tak membuat bisnis ayahmu bangkrut, Emily."
"Di mana Hans?" tanya Willy yang tersadar tak ada lelaki yang sedari kemarin berdebat dengannya. Ia pikir dia dan Hans sudah baikan, setelah kemarin artikel Bumi Terakhir ditemukan dan keduanya saling maaf. Tetapi sekarang?
Kenn dan Emily mengerdikan bahunya bersamaan. Sontak membuat Willy menghembuskan napas kasar yang dilanjut dengan menurunkan dagunya di atas tangannya yang ditekuk di atas meja.
Willy sebenarnya akan setuju dengan usul Kenn. Dimana ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi lagi. Seperti berita soal Mac dan anak buahnya, tetapi tidak ada Hans. Itu berarti mereka juga tidak bisa melakukannya sekarang. Sebab, semua rencana dan tujuan mereka ada di rumah Hans. Itu artinnya mereka tak akan bisa melakukannya tanpa persetujuan dari si empunya rumah.
"Tetapi setidaknya aku tak membuang banyak uang untuk ini," ujar Emily membalas ucapan Kenn. Ia sedikit menahan tawa, melihat ekspresi melengos kesal dari Kenn yang duduk di hadapannya.
"Aku sedikit setuju dengan Emily. Tetapi, aku juga sedikit setuju juga denganmu, Kenn. Jadi aku ikut saja," pungkas Willy tanpa menoleh ke arah Emily ataupun Kenn. Jemarinya sibuk mempermainkan sedotan dengan posisi kepala yang tak berubah. Baginya, hanya duduk-duduk menunggu ketidakpastian seperti ini sangat membosankan. Apalagi tanpa tujuan yang jelas.
"Sepertinya aku akan diet untuk dua atau tiga hari ke depan." Willy berbicara melantur entah kemana. Yang ia maksudkan adalah akan sedikit berhemat, jika saja kegiatannya hanya digunakan untuk seperti ini. Setidaknya diet cukup tidak memalukan jika harus jujur jika uang di dompet Willy sudah mulai menipis.
"Lihatlah badanmu, badan sekurus ini masih ingin diet? Kupikir Mac tak akan melihatmu. Haha!" Emily tertawa terbahak-bahak. Ia belum hentinya menunjuk tubuh Willy yang memang tidak terlalu besar.
Willy membulatkan matanya sembari melirik datar sembari tersenyum ragu yang ingin menggelitiki Emily.
Emily masih tertawa. Kali ini Kenn pun ikut larut menyimak hingga ia tertawa melihat ekspresi Willy yang terlihat gila.
Diam-diam ada sepasang mata yang menyelidik dari sisi yang tak jauh dari mereka duduk. Orang itu menyimak dengan kesibukannya bermain benda pipih dan seolah merekam setiap perbuatan ketiga orang itu.
♠
"Mimpi itu ibarat peta. Dia menunjuk alur apa yang akan terjadi berikutnya, dan aku baru saja menyadari itu. Di sini. Kemudian otakku mengatakan, terlambat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Earth [E N D]
Science Fiction[TYPO Mohon maaf] Misi balas dendam seorang penguasa kota, harus berimbas pada kehidupan empat remaja yang bernaung di bawah sebuah misi yang dititipkan mendiang kakek si peramal tentang keajaiban waktu dari Clock Wizzard Museum. Sebuah ancaman bes...