"Bodoh!" gertak Mac sembari tangannya yang sudah berayun menggampar wajah lelaki yang tertunduk di hadapannya.
Lelaki itu memerangi pipinya yang merah dan terasa panas. Rasanya ingin sekali lelaki itu membunuh hidup-hidup manusia setengah setan itu. Bagaimana tidak? Kehidupan di bangunan ini tak pernah terasa bebas, selalu terikat oleh ancaman mematikan. Selalu dan tak pernah berubah sejak dulu. Hingga kejahatan yang seharusnya tak ingin mereka lakukan harus terlaksana agar nyawa mereka tak menjadi taruhan. Sungguh memuakkan!
"Pergi dan kau harus tahu dimana benda itu tersimpan. Aku tak segan membunuhmu jika kau kembali tak bersama berita baik itu! Cepat!"
Lelaki itu dengan cepat pergi dari hadapan Mac tanpa bersuara atau setidaknya menanggapi sebagai simbol hormatnya.
Mac mendengus, ia berbalik dan bergerak menuju ruang peralatan untuk persiapan kehancuran berikutnya. Ia memberi jeda beberapa hari untuk menghentikan kehancuran kota, ia ingin membuat semua orang mengira kehancuran itu telah berakhir.
"Eze, kemari!" Mac memerintahkan seseorang bernama Eze untuk menghadapnya. Tak membutuhkan banyak waktu, lelaki itu muncul di hadapan Mac dengan segala hormat.
"Kau periksa seisi museum, musnahkan semua yang dianggap sebagai barang bukti kasus pembunuhan Rutherford. Mulai dari rekaman CCTV atau apapun itu. Kau mengerti?!"
Lelaki itu mengangguk. Kemudian permisi untuk melaksanakan tugas. Tetapi, tak lama Mac kembali menyuruhnya untuk menatapnya lagi. "Oh, iya. Satulagi, hubungi Sean, katakan aku ingin bertemu dengannya."
Eze mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Mac yang masih bertengger di sana menatap nyalang jendela lantai tiga.
♠
Seisi cafe Milenium yang dahulunya tak pernah sepi pengunjung kini hanya terdapat satu orang pembeli berpakaian jas hitam lengkap. Wajah-wajah berusia sepertiga abad begitu jelas terlihat di raut wajahnya yang tertunduk seperti sedang menunggu seseorang.
Seseorang membuka pintu, mengalihkan pandangan pria itu dan langsung menyambutnya dengan sukacita. "Hei, sudah lama menunggu?" tanya Pria itu yang langsung dihadang salam sejati sesama pria.
Mac tersenyum, kemudian mempersilakan Sean untuk duduk. "Baru saja." Jika seseorang mendengar ucapan Mac, maka ia akan menyebut pria itu sebagai pembohong karena sudah mengatakan hal yang tak sesuai realita.
"Kau ingin memesan sesuatu, sebelum aku memulainya?" tawar Mac tak ingin apa yang akan dikatakannya terhenti untuk sesuatu hal yang tidak penting.
Sean menggeleng. "Tidak, aku masih cukup kenyang." Sean mulai fokus pada Mac yang begitu terlihat tenang.
"Baiklah. Mm ... kau akan mendapat tugas baru, bagaimana?" Mac bertanya tanpa menjelaskan tugas apa yang akan dilakukan Sean selanjutnya.
"Tugas? Mm ... kenapa tidak?" Sean memicingkan mata liciknya. Dari sudut pandang yang ia lihat dari Mac, itu tak jauh dari urusan Hans dan teman-temannya itu. Sangat-sangat mudah tertebak.
"Baik. Dan kau selalu yang terbaik! Hahaha!" Mac menepuk bahu Sean menyeringai, dia tahu, Sean takkan menolak untuk semua perintah Mac. Bukan tanpa alasan. Ya ... setidaknya tak ada yang tahu soal itu.
"Jadi apa rencanamu?" Sean bertanya dengan tatapan yang begitu lekat. Ia harus benar-benar memahami apa yang akan menjadi rencana orang di hadapannya.
Wajah mereka saling berdekatan. Walau tempat itu benar-benar sepi tetapi Mac tidak ingin ada orang lain yang mengetahuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Earth [E N D]
Science Fiction[TYPO Mohon maaf] Misi balas dendam seorang penguasa kota, harus berimbas pada kehidupan empat remaja yang bernaung di bawah sebuah misi yang dititipkan mendiang kakek si peramal tentang keajaiban waktu dari Clock Wizzard Museum. Sebuah ancaman bes...