Hans berlari sekuat tenaga, ia bahkan sampai menembus apapun yang ada di depannya. Rasa-rasanya ia sudah melalui jalan tikus yang menjadi alternatif terbaik, tetapi mengapa orang-orang itu tak henti-hentinya mengejar tubuh Hans yang sangat lelah?
Sial. Hans merutuki dirinya sendiri tanpa mengurangi kecepatan lari. Apa lagi yang harus ia lakukan untuk bisa sembunyi dari mereka? Apa ia harus mengetuk pintu satu persatu rumah di sana dan berizin untuk bersembunyi? Tidak. Itu hanya akan membuat semuanya semakin rumit.
Langkahnya semakin melaju, dengab mata yang sibuk menelisik ke sana kemari mencari tempat persembunyian. Namun, sepertinya tidak akan mungkin. Mereka orang-orang Mac tak hanya satu, dua, tiga orang, itu artinya mereka bisa saja tersebar di manapun. Atau mungkin saja sesuatu yang tak Hans sadari membuatnya terlacak oleh Mac.
Duarrrr!!!
Bunyi pistol yang dilayangkan ke udara begitu terdengar jelas sampai di telinga Hans. Padahal, jarak Hans dengan mereka terbilang cukup jauh. Keadaan ini jelas membuat nyali Hans menciut. Tidak! Hans yakin tidak akan terjadi apapun pada dirinya.
"Kau terkepung, Nak. Serahkan dirimu sekarang!" Suara itu datang dari atas langit, sangat jelas. " ... Aku tidak akan membuatmu terluka, tenang saja."
Hans mengalihkan pandangannya ke langit. Langkahnya terhenti tanpa disadari. Ia kenal suara itu, suara dari seseorang yang sangat dikenalinya.
Ia berhenti berpikir sesaat, sampai kiranya ia menatap tiga ratus enam puluh derajat searahnya. Benar. Ia terkepung. Bahkan sebelum Mac mengatakan hak itu. Semua orang-orangnya sudah mengepung Hans dengan tatap tajam yang tak teralihkan menghunus tajam bola matanya.
Helikopter bertetap tepat di atas Hans, dengan speaker dengan volume yang keras harusnya membuat telinganya dan orang-orang itu menuli. "Angkat tangan, serahkan dirimu."
Hans mengangkat tangan. Entah, semua terasa seperti bergerak lambat. Putaran kepalanya yang sibuk menatap sekelilingnya, kemudian pikirannya yang tiba-tiba saja zonk. Ada apa dengan semua ini?
Tubuhnya diam memaku. Hingga langkah kaki anak buah Mac, seolah menggetarkan bumi karena hening dan tegangnya suasana.
Hans menyadari, kesalahan terbesarnya adalah ketika tak mendengarkan ucapan kakek. Dan, semua terlambat. Ia tak lagi bisa bergerak bebas, apa yang akan ia lakukan kini beralih dengan kesulitan.
Hans tak bisa bergerak, ketika beberapa orang itu saling memegang erat kedua tangannya, memaksanya untuk mengikuti mereka, ia mencoba untuk tetap bertahan, tetapi tidak bisa. Mereka lebih kuat, dan Hans hanya bisa mengikuti dengan sebuah kepasrahan.
♠️
Mobil yang ditumpangi Kenn kini melaju berkecepatan tinggi, hingga dalam waktu sekian menit saja, ia sudah menempuh jalan yang cukup jauh. Ia meraih ponsel yang tergeletak di sakunya, sembari mengendarai, ia juga bergerak menuju aplikasi maps untuk mencari jalan alternatif, hingga tak perlu ia buang banyak waktunya untuk mengelilingi kota.
Setelah apa yang ia cari telah ditemukan, ia menggeletakkannya di samping setir agar lebih mudah untuk diamati. Kenn bebas, ia tak peduli seberapa kuat ia menginjak gasnya, lagipula jalanan ini sepi, hanya terdapat satu dua kendaraan yang berlalu, mereka pun tak berbeda dengan Kenn yang menancapkan gasnya kuat-kuat hingga membuat deru angin yang begitu cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Earth [E N D]
Science Fiction[TYPO Mohon maaf] Misi balas dendam seorang penguasa kota, harus berimbas pada kehidupan empat remaja yang bernaung di bawah sebuah misi yang dititipkan mendiang kakek si peramal tentang keajaiban waktu dari Clock Wizzard Museum. Sebuah ancaman bes...