= Gengsi ; 06 =

158 14 0
                                    

—Na💛

...

Rara tiba di halaman sekolahnya tepat waktu. Untungnya, sang abang tidak berulah lagi, jadi ia pun bisa datang ke sekolah tepat pada waktunya.

Rara masih mengatur nafasnya, karena gadis itu tadi mendadak deg-degan jadi nafasnya sulit untuk di atur. Gadis cantik itu berjongkok, membiarkan murid berlalu-lalang melewatinya. Beberapa menatapnya aneh, beberapa lagi tidak peduli, beberapa lagi pun berpikir Rara sedang sakit. Tapi, Rara tidak peduli dengan tatapan mereka.

"Ngapain lo?"

Rara tersentak sendiri saat mendengar sebuah suara menyapanya. Dari banyaknya murid yang melewatinya, hanya satu suara yang menyapanya. Yaitu... suara berat khas itu.

Rara menoleh, matanya sedikit menyipit karena matahari pagi yang silau itu menimpa wajahnya. Namun, tiba-tiba mata gadis itu melebar, sedetik kemudian gadis itu segera bangkit, berdiri tegak didepan orang yang tadi memanggilnya.

"Ini kan cowok kemaren, yang rese itu." Batin Rara sambil menatap penuh selidik pada cowok didepannya.

"Kenapa gue ketemu lagi ama ni cowok, sih?" Gerutu gadis itu dalam hati, sambil terus menatap cowok didepannya dari atas hingga bawah, berulang kali.

Cowok itu—Arga Angkasa—tersenyum tipis. "Udah, gak usah ngeliatin gue kayak gitu. Gue tau kok, gue itu ganteng."

Rara mendelik, gadis itu segera mundur satu langkah. Ew, mendadak ia jijik.

"Dih, ganteng? Ewww, gantengan juga abang gue." Rara menunjukkan wajah sok jijik-nya, sambil mengibas-ngibaskan tangan didepan wajahnya.

"Jangan sok jijik gitu, naksir tau rasa."

"Amit-amit!" Seru Rara sambil melebarkan matanya sesaat.

Arga terkekeh pelan. Cowok tampan itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

"Oya, kita belum kenalan, kan?" Arga menatap Rara santai.

"Siapa yang mau kenalan sama lo, ha?" Rara menyilangkan tangannya ke depan dada, bersikap bodo amat.

Arga tak peduli, cowok itu malah maju satu langkah, mendekati Rara. Dan Rara refleks mundur satu langkah, berusaha untuk tidak berdekatan dengan cowok rese didepannya ini.

"Nama gue..." Arga menggantungkan kalimatnya, sambil terus melangkahkan kakinya kedepan. Dan Rara, terus-terusan mundur untuk menghindari cowok itu.

Arga tersenyum miring, ia terus maju, tak peduli dengan tatapan orang-orang yang menatap mereka dengan tatapan aneh itu. Rara didepannya terus mundur, semakin lama semakin cepat karena Arga juga mempercepat langkah kakinya. Rara menelan ludah, ntah kenapa jadi gugup sendiri. Apalagi saat melihat Arga yang terus-terusan menatapnya dengan tatapan tak terbaca.

Bruk!

"Mampus, udah ketemu ama dinding aja dibelakang." Batin Rara sambil terus menatap Arga yang sudah tepat berada didepannya. Cowok itu tersenyum puas. Arga menghalangi jalan keluar Rara dengan kedua tangannya yang bertumpu dengan dinding dibelakang Rara. Cowok itu sedikit menunduk, karena tinggi mereka yang berbeda. Arga tersenyum miring, sedangkan Rara yang harus mendongak untuk menatap Arga itu sudah deg-degan gak karuan.

"Kalo dia ngapa-ngapain, lo teriak aja Ra. Siap-siap." Batin Rara. Gadis itu tanpa sadar selalu menelan ludahnya, mendadak keringat dingin pun muncul. Detak jantungnya pun berpacu sangat cepat.

"Nama gue...." Arga kembali menggantungkan kalimatnya. Cowok itu memajukan wajahnya, membuat Rara refleks menutup mata, enggan melihat. Wajah Arga tepat berada di samping telinga Rara, hingga Rara mampu mendengar deru nafas Arga yang amat berat. Arga sekali lagi tersenyum miring, ia mendekatkan bibirnya pada telinga Rara, lalu segera berbisik,

"Arga Angkasa."

Rara melebarkan matanya, ia segera mendorong cowok didepannya ini kuat-kuat, hingga Arga mundur dua langkah darinya.

Rara menatap Arga dengan tatapan penuh amarah. Gadis itu mengepalkan tangan, lalu berseru, "gue gak peduli ama nama lo, bambang!"

Rara mendengus, lalu meninggalkan Arga begitu saja.

Arga tersenyum miring. Ia mengusap bibirnya pelan, sambil terus menampakkan senyumnya.

Dan Rara segera berjalan menyusuri koridor. Meninggalkan Arga di luar sana. Rara merasakan detak jantungnya yang belum berdetak secara normal.

Pertemuan tadi, menyisakan detak jantung yang tak karuan.

Rara berdecih, mempercepat langkahnya.

🌻🌻🌻

Fani memperhatikan Rara yang sedari tadi bergerak gelisah. Kadang, gadis itu telungkup. Kadang lagi, gadis itu duduk tegak. Tak jarang gadis itu bertopang dagu. Dan bonusnya, Rara selalu merengek kecil di sebelahnya, lantas bergerak gelisah lagi.

"Lo kenapa, sih? Itu Bu Indah lagi jelasin didepan. Lo tau kan, Bu Indah itu guru killer?" Bisik Fani akhirnya. Gadis itu tak tahan dengan sikap Rara di sebelahnya.

Rara merengek kecil lagi. "Fani..." lirihnya pelan sambil lagi-lagi merengek seperti anak kecil.

Fani menatap Rara tak percaya. "Ternyata lo orangnya random banget, ya? Gue pikir lo orangnya dingin-dingin kayak AC gitu." Fani terkekeh, sambil kembali mencatat materi didepan.

Rara tak peduli. Jika ia sudah gugup tak karuan seperti ini, memang sikapnya akan berubah drastis. Ia akan merengek, mengeluh, bergerak gelisah terus menerus, seperti anak kecil.

Ini semua karena Arga itu.

...

<3

—Na💛

GENGSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang