= Gengsi ; 09 =

122 12 0
                                    

Na💛

From YelloWorld.

...

"Mau pesen apa? Gue pesenin."

Rara yang tadi sedang asyik memainkan hape-nya mendongak, menatap Fani yang duduk di seberangnya.

"Samain aja kayak punya lo, Fan."

"Oke." Fani segera memanggil pelayan di kafe tersebut, lalu menyebutkan pesanan-nya dan Rara.

Setelah selesai memesan, Fani ikut-ikutan meraih hape-nya, cewek itupun menunduk fokus pada hape-nya.

"Eh Ra,"

Rara berdehem, tanpa perlu melihat wajah Fani.

Fani berdecak pelan, tapi cewe itu tidak mempermasalahkan hal itu.

"Cowo yang liatin lo sambil senyum itu-- siapa sih?"

Rara mendongak, menatap Fani tepat di netra matanya. Gadis itu berdecih tak suka. "Bukan siapa-siapa, cuma orang gila."

"Loh? Lo ditaksir sama orang gila?"

Rara melotot, kembali menatap Fani dengan tatapan membunuh.

"Apaan? Tadi katanya cuma orang gila. Ya gak salah gue kalo gue ngira lo ditaksir sama orang gila beneran." Fani mengangkat bahunya, menunjukkan wajah tak berdosa andalannya.

Rara memutar bola matanya jengah. Gadis itu mengedarkan pandangan, menatap dari ujung-keujung kafe ini.

"Ni kafe emang rame, ya?" Celetuk Rara.

Fani hanya mengangguk, sambil memainkan hape miliknya.

"Gue sering kesini, dulu."

Rara yang tengah asyik menatap keramaian kafe itu, langsung menoleh.

"Sering? Sama siapa? Sendiri?"

Fani meletakkan hapenya, lalu menatap Rara jengah. "Gue gak se-ngenes itu kali."

"Ya kan lo tinggal bilang aja lo kesini sama siapa, susah bener." Balas Rara tak mau kalah.

Fani menghela nafas pelan. "Gue–– kesini sama mantan gue, dulu."

"LO PUNYA MANTAN?" Teriak Rara dengan tidak santainya, membuat hampir seisi kafe menatap dirinya dan Fani dengan tatapan aneh.

Fani tersenyum kaku. Ia heran, kenapa ia harus bersahabat dengan Rara?

"Gak usah teriak juga kali, bego." Bisik Fani geram.

Rara mengangkat bahu tidak peduli, "gue kaget. Kalo mereka gak nerima teriakan gue tadi, yauda sih kenapa tu telinga gak dicopot aja?"

"Oke lanjut, lo punya mantan? Siapa?"

Fani melirik pintu kafe sekilas, "ada lah, lo gak perlu tau."

"Ih! Gitu ya lo sama gue?" Rara mencak-mencak tidak terima.

"Diem, Ra." Fani berusaha membuat Rara tenang, tapi gadis itu tidak menurut. Ia semakin gencar mengganggu Fani, dengan pertanyaan-pertanyaan seputar mantan pacar Fani.

"Rara," tegur Fani sekali lagi.

"Apa lo, hah? Berani lo nyuruh-nyuruh gue? Lo siapanya gue? Nyokap gue? Dih, amit-amit punya nyokap kek lo––"

"Rara, ada Ka Arga!" Bisik Fani penuh penekanan.

Rara yang tadi masih kesal pada Fani, perlahan kekesalannya menghilang. Cewek itu menelan ludah, lalu mengedarkan pandangannya, mencari Arga.

"Dimana?"

"Itu, bego. Meja seberang."

Rara mengikuti arah mata Fani. Dan, benar saja. Di meja seberang mereka, ada Arga dan gengnya tengah memesan makanan. Saking tampannya mereka, bahkan pelayan itu dibuat meleleh tanpa berkedip sedikit pun.

Rara menelan ludahnya susah payah. Gadis itu buru-buru buang muka, berdoa agar Arga dan cecurutnya itu tidak melihat mereka.

"Fan, jangan diliatin mulu. Kalo mereka liat kita disini, bisa berabe urusannya." Ucap Rara sambil mengalihkan muka Fani agar tidak menatap mereka.

Fani yang tak tahu apa-apa hanya mengangguk.

🌻🌻🌻


Arga menatap kesal Erza dan Igo yang tengah adu bacot itu. Ini lah yang membuatnya malas berkumpul di tempat ramai seperti ini. Cecurut seperti mereka tidak bisa diam, dan itu membuat Arga malu.

Emang, sahabat gak punya otak.

"Bisa diem gak sih?" Akhirnya, Arga buka suara. Cowok itu menatap Erza dan Igo bergantian. Matt dan Hito sibuk dengan minuman mereka, sedangkan Reno duduk tenang menatap layar hapenya.

"Ampun ketua."

"Gak usah panggil gue pake embel-embel ketua, gue gak suka dengernya."

"Oke Abang Arga."

Arga memutar bola matanya jengah. Hingga tak sengaja, netra cowok itu mendarat pada sesosok cewe yang menurutnya ia kenal.

"Tu cewe siapa? Kek kenal––" batin Arga sambil terus memperhatikan gerak-gerik kedua cewek itu, yang seperti sedang mengalihkan pandangan dari mereka.

Arga segera bangkit, ia berjalan santai menuju meja kedua cewek itu. Tanpa memperdulikan seruan Igo, maupun bacotan Erza. Yang terpenting, ia bisa melihat wajah cewek didepannya ini.

Cewek itu—Rara—merasakan hawa panas di sebelahnya.

"Loh, kenapa sebelah gue panas gini ya, Fan?" Tanya gadis itu sambil meraba-raba lengan kanannya, tanpa melihat siapa yang sudah berdiri di sebelah mejanya.

"Mana gue tau, gue kan kaga dibolehin lo ngeliat ke arah sono." Sungut Fani, sambil memakan makanan pesanannya tadi.

"Ih gak enak sumpah, kayak ada setan aja. Apa bener-bener ada setan, ya?"

"Ya kali, emang lo indigo?" Beo Fani, sambil menatap Rara dengan tangan kirinya masih menutup sebelah wajahnya. Kata Rara, supaya Arga dan gengnya tak melihat wajah mereka. Jadi, masing-masing dari mereka sudah menutup wajahnya dengan sebelah tangan masing-masing.

Rara mengangkat bahunya, "gak tau. Gue coba aja kali, ya? Liat bentar, kali beneran ada setan disebelah gue."

"Yaudah sana, kalo diliat Ka Arga sama yang lain, tau rasa lo."

"Bodo amat, yang penting gue mau buktiin kalo gue indigo apa kaga."

"Cepetan aelah, gue penasaran!" Desak Fani greget.

"Iya iya, setannya ganteng gak, ya?"

Rara berhitung dalam hati, lantas segera menoleh ke arah kanan.

Dan...

"ASTAGHFIRULLAH MASA SETANNYA KA ARGA?!"

Fani ikut-ikutan menoleh, "he bego itu beneran Ka Arga, nyet!"

"Anj––mati gue."

"Udah selese, ngomongin setan nya?"

...

Ya Allah, akhirnyaaaaa! Update setelah sekian lama ngilang! 😭

Nana usahain, gengsi bakal update teratur lagi. Doain Nana buat gak mager, oke? 🥺

Oke, ketemu lagi di chapter berikutnya!

Bubay!

Vomentnya jangan lupa. Gak voment? Mampus besok jadi sendal.

GENGSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang