11

2K 266 59
                                    

Ayah, maaf.
Tapi aku merindukanmu









***
Namjoon berjalan menyusuri universitas impiannya,  memandang pedih surat pernyataan yang baru saja dikeluarkan pihak universitas.Dia gagal masuk fakultas kedokteran karena berkas administrasi berupa piagam yang tidak dapat ia lengkapi.

Ingin rasanya ia melupakan impian tentang kedokteran, ia benar-benar merasa bodoh kali ini. Dia pikir dia mampu dengan mudah memasuki fakultas kedokteran, namun sialnya karena kejadian kemarin ia menjadi kesulitan dalam pemberkasan dan berakhir gagal. Direbutnya kunci dari assistet keluarga, ia lantas mengendarai kendaraannya sendiri tanpa menghiraukan assisten yang ia tinggalkan

"Maaf tuan jung, tuan namjoon membawa mobil sendiri dan meninggalkan saya di sekolah" jelas assistent tersebut melalui sambungan telepon.

Seokjin yang mendengar itu lantas meremat kasar ponselnya dan bergegas pulang lebih awal. Ia tentu khawatir akan keselamatan namjoon, mengingat namjoon baru beberapa minggu keluar dari rumah sakit.










Namjoon menyempatkan diri sesaat untuk berhenti di sungai han. Sekedar melepas rasa sedih dan malu yang tengah ia rasakan. Bagaimana jika ayah dan mama bertanya tentang hasilnya. Apa yang mampu ia katakan pada mereka semua, terutama pada ayah yang sangat menginginkannya menjadi seorang dokter.

"Begitu kah takdir bekerja, apa aku terlalu banyak melakukan kesalahan hingga kau membuatku seperti ini, Tuhan" namjoon mengusap air matanya yang tak sengaja jatuh.

"Sial,Jung namjoon bodoh! Bodoh!!" namjoon memukul kepala nya yang mendadak ikut sakit,










Seokjin dengan resah menunggu kedatangan putranya, hingga sang assistent datang pun namjoon belum kembali. Kemana sebenarnya putra nya ini.  Berkali-kali ia berusaha menghubungi sang anak,  bodohnya dia lupa jika ponsel namjoon juga sedang ia sita. Hoseok juga memandang sebal ke arah sang ayah, sebal karena ayah membuat semua orang menunggu nya untuk memulai makan malam. Ayahnya sudah berusaha menghubungi teman yang lain, tetapi mereka bilang namjoon bahkan pulang lebih awal. 

"Aku pulang-" suara khas milik namjoon membuat mimik tegang seokjin sedikit mengendur.

"Dari mana saja?-" tanya seokjin tegas.

"Pergi. Menenangkan diri" jawab namjoon singkat sambil membawa dirinya mendekat ke arah dapur untuk mengambil minum.

"Sudah tidak punya rumah? Sudah tidak bisa izin pada ayah dan mama?" tanya seokjin tajam.

Namjoon tak menghiraukan seokjin dan berusaha menjauh dari seluruh keluarganya untuk bergegas ke kamar. Ia sedang kalut,  hatinya hancur karena impiannya kandas, dirinya malu pada semua orang, bahkan rasanya ingin mengenyahkan dirinya sendiri.

Ia terus melangkah menaiki tangga dan berusaha menghidari sang ayah. Hingga ayahnya menahan kasar lengannya dan membuatnya berhadapan langsung dengan sang ayah.

"Sudah merasa hebat sendiri, Jung Namjoon?!" sentak seokjin sambil menahan lengan sang putra.

Namjoon hanya tertunduk diam, ia tidak tahu apakah ia sanggup menatap ayahnya saat ini.  Bukan takut, ia justru malu karena tidak berhasil mewujudkan mimpi ayahnya.

"Jawab!!" tuan jung sudah beranjak dari meja makan dan hendak memisahkan ayah dan anak ini.

"Aku lelah ayah, aku mohon-"

"Ayah hanya butuh penjelasanmu jung namjoon!!" seokjin menahan namjoon yang meronta hendak beranjak dari hadapannya.

Namjoon sendiri hanya mampu tertawa miris sambil mengusap air matanya kala ia bersitatap dengan sang ayah. Raut wajah lelah milik ayah tidak mampu ia bayar dengan setimpal.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang