31

42.1K 5.1K 1.3K
                                    

"Apa yang Minjae lakukan di dalam rumah sebetulnya? Kenapa dia hanya diam sementara kau masih membutuhkan bantuan?!" Jihye telah sampai lima belas menit yang lalu. Wanita itu memutuskan untuk membeli bubur di kedai yang belum tutup sebelum mendarat di apartemen Jungkook. "Dan kau sama sekali tidak memarahinya karena dia tidak merawatmu? Sungguh? Begitukah wanita yang selama ini kau bela-bela?"

Jungkook hanya terus menelan bubur pada setiap suapan yang Jihye berikan. Ia tidak berminat untuk menjawab omelan demi omelan yang wanita Park itu lemparkan terhadapnya sejak Jihye masuk ke dalam kamarnya sambil membawa nampan dengan mangkuk berisi bubur dan segelas air mineral di atasnya.

"Koo, jawab!" Pekikan penuh kekesalan itu nyatanya mampu membuat Jungkook tersentak dan beralih mendekat untuk memeluk Jihye dari samping. "Kau cuma bisa merepotkanku sejak dulu, ya? Tidak bisa sekali-sekali Minjae yang kau repotkan?"

Pria itu kembali membuka mulut agar Jihye menyuapi satu sendok bubur, kemudian Jungkook menjawab, "Aku sudah mengusirnya."

"H-hah?" Jihye refleks menegakkan punggungnya, membuat Jungkook harus menyingkirkan kepala agar dapat melihat wajah sang kekasih. "Kau serius?"

"Menurutmu bagaimana? Coba lihat kamarnya. Apakah masih ada barang miliknya yang tersisa di sana? Kalau iya, kita titipkan saja pada adiknya. Minjae selalu ke rumah sakit setiap hari."

"O-oke. Lalu kenapa kau tidak turun untuk membuat makanan atau delivery atau—aish, setidaknya kau menghubungiku siang tadi!" Jihye menyahut jengkel. Bagaimana tidak kesal kalau Jungkook sama sekali belum mengisi perutnya sejak pagi sedangkan pria itu dalam keadaan sakit dan perlu mengonsumsi makanan. "Jangan mengulanginya lagi!"

"Tidak akan. Janji," jawab Jungkook. "Lagi pula, tadi sore aku meneleponmu berkali-kali, tapi tidak ada jawaban darimu."

Jihye menjilat bibir bawahnya. Lalu ia mengingat bahwa sore ini ia keluar dengan Taehyung dan menitipkan ponselnya pada pria Kim itu saat ia memasuki ruang kontrol. Setelahnya mereka hanya saling diam. Jihye fokus menyuapi Jungkook hingga sendok terakhir, dan Jungkook juga memilih diam lantaran kepalanya masih terlalu berat dan pusing. Suhu tubuhnya pun belum stabil karena ia tidak memedulikan kondisinya sendiri. Beruntung sebab ada Jihye yang mau mengurusnya dengan telaten.

"Kak Jung belum mandi?" tanya Jihye setelah meletakkan mangkuk ke atas nampan dan meraih gelas berisi air beserta obat pereda demam yang kemarin malam ia belikan. Gelengan dari Jungkook sontak membuat Jihye berdecak. "Setelah ini cuci muka dan pipis dulu. Ganti celana sendiri. Nanti aku basuh pakai air hangat."

"Apanya yang dibasuh?"

"Hah?" Jihye memasang wajah bingungnya. "Perut sampai lengan. Memangnya apa?" Jihye balik bertanya.

Jungkook menghela napas kemudian. Susah sekali kalau memiliki kekasih dengan pikiran polos seperti Jihye. Pengetahuannya soal hal-hal mesum masih kosong dan kalah jauh jika dibandingkan dengan wanita-wanita seumuran Jihye lainnya.

"Sudahlah. Cepat bantu aku ke kamar mandi," kata Jungkook lekas bergegas menuruni ranjang—dibantu Jihye di sampingnya untuk berjalan ke arah kamar mandi.

Jihye berhenti manakala mereka telah sampai di ambang pintu. "Aku cuci piring dan gelas dulu. Kalau sudah selesai, teriak saja yang kencang."

Pria yang diajak bicara itu menganggukkan kepala sebelum berjalan ke arah meja wastafel untuk mencuci muka. "Ambilkan celanaku," pintanya.

Tungkai yang hendak melangkah menjauhi kamar mandi itu mendadak berhenti. Jihye memutar badan, menatap kosong ke arah Jungkook dengan mengerjap lambat. "Ce-celana? Celana ... i-itu?"

Fiance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang