[Lany- ILYSB]
Wanita berpipi bulat itu berdiri di pembatas besi yang memisahkan lantai satu dan dua pada rumahnya. Kakinya bergerak cemas, pun jemarinya tak berhenti memilin ujung piama bergambar awan yang tengah ia kenakan. Rambutnya yang hanya sebatas bahu sangat mendukung ekpresinya yang menggemaskan sebab ia terus menggigit bibir bawah.
Kepalanya sesekali menyembul untuk melihat keadaan di ruang santai. Jihye tertegun sejenak, kemudian meringis malu manakala sang papa memergoki dirinya tengah mengintip dari lantai atas. Jihye buru-buru mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan.
Rungunya ia buka lebih lebar agar dapat mendengar dengan jelas perbincangan sang papa dan Jungkook yang telah berjalan selama setengah jam lamanya. Jihye telat menguping lantaran sang mama mengajaknya ke supermarket untuk berbelanja keperluan makan malam.
"Jadi, kau mau tanggung jawab, begitu?" Jihye mendekat lagi pada pembatas besi untuk mendengarkan lebih jelas. "Jangan biarkan anak Papa menjadi janda satu anak."
"Papa!" pekik Jihye refleks dari atas sana. Jungkook langsung mendongak dan terkejut saat menangkap sosok wanita Park yang baru saja berteriak kesal. Jihye menatap sang papa dengan bibir mengerucut sebal. "Kak Jung, jangan dengarkan Papa!"
"Masuk sana! Makan malamnya masih lama," teriak papa sambil memberi tatapan usil.
Jihye menggeleng. Wanita itu memutuskan untuk turun setelah tertangkap basah. Jihye duduk di antara sang papa dan Jungkook, kemudian menggenggam tangan sang papa dnegan pandangan memohon. "Pa, sudah ... kasihan Kak Jungkook."
"Salah siapa menghamili anak Papa? Papa dan Jungkook sedang membahas masalah gaya di atas ranjang. Betul 'kan, Jung?" Papa lekas menatap Jungkook dengan satu alis mengedik dua kali. Jungkook hanya bisa mengangguk, lalu menahan tawa saat melihat raut kebingungan dari Jihye.
"Jiya ... sini bantu Mama!" Seruan dari sang mama membuat wanita itu akhirnya menyingkir dari ruang santai.
Akan tetapi, sebelum Jihye betul-betul pergi, ia menatap Jungkook yang juga sedang menatapnya. "Kak Jung, kalau papa sampai memukul Kak Jungkook ... bilang aku, ya?"
"Sudah terlanjur, Jiy," jawab Jungkook kemudian meringis ngilu saat kembali teringat pukulan papa di pipi kirinya.
Jihye mendelik. Bibirnya terbuka dan tatapannya yang tajam langsung mengarah pada sang papa. "Papah, ih! Tidak boleh!" katanya kesal lagi. Ibu hamil itu mendadak berubah sensitif, cerewet, dan mudah jengkel setelah mama dan papa mengetahui soal kehamilannya. Bahkan Jihye yang termasuk mandiri pun kini menjadi wanita yang manja.
"Sana bantu mama ..." Jungkook mendorong pantat wanita itu agar cepat melangkah pergi dari ruang santai. Seperginya Jihye, Jungkook kembali menatap papa. Tangannya bergerak mengusap tengkuk sebelum tersenyum canggung. "Jadi, apa Jungkook dan Jiya harus bertunangan lagi, Pa?"
"Kenapa tidak langsung menikah saja?" Papa menyahut santai. Pria paruh baya itu duduk bersandar pada lengan sofa, lalu kedua kakinya ia lipat di atas sofa. "Usia kandungan Jiya sudah tiga bulan saat ini. Jangan mengulur waktu lagi untuk menikah. Besok pagi, katakan pada papamu untuk datang ke sini. Kita diskusi lagi."
"Kenapa harus pagi, Pa?" tanya Jungkook. Pria Jeon itu mengikuti papa yang menuruni sofa.
"Karena Papa dan mama akan pergi ke luar kota pukul sebelas pagi besok. Kau mau menikahi Jiya, tidak?" Jungkook langsung mengangguk semanagat. Papa lekas menepuk bahu Jungkook untuk mengisyaratkan berdiri. "Ayo, merokok. Kita lanjutkan di teras saja."
Sedang di dalam dapur, Jihye yang fokusnya terganggu oleh presensi Jungkook yang berjalan melewatinya sambil mengerling nakal, kemudian membuat tangannya berhenti memotong daging seperti yang mama perintahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiance ✓
Fanfiction[COMPLETED] "Aku menyerah. Selamat tinggal." Adalah kalimat terakhir yang keluar dari bibir tipis Park Jihye sebelum melangkah meninggalkan Jeon Jungkook yang mematung di ruang kerjanya.