Acara penghujung tahun itu kini tinggal di depan mata. Beberapa menit lagi acara akan segera dilaksanakan, beberapa grup yang sebelumnya dikonfirmasi akan mengisi acara kini tampak sudah bersiap di belakang panggung. Sementara Seokjin sejak tadi matanya tak berhenti bergerilya mencari keberadaan seseorang. Bibirnya tersenyum kecil tanpa peduli tatapan Jungkook yang sejak tadi menganggapnya aneh------di depan sana beberapa orang tengah berjalan ke arah di mana dirinya berdiri. Tentu saja netranya hanya berhenti pada salah satu sosok itu, senyumnya semakin terkembang ketika Joohyun menangkap presensinya seraya tersenyum kecil. Kecil sekali, jika saja mata Seokjin tak jeli mungkin ia tak menyadari jika wanita itu juga tersenyum ke arahnya.
"Fighting!" ucapnya tanpa suara. Sementara sang objek tetap tak bergeming, kendati Joohyun ingin sekali membalasnya namun ia urungkan. Situasi di sana sangat tidak mendukung, banyak pasang mata yang melihatnya. Ia tak ingin menjadi bahan gosip untuk sekarang----terlalu cepat. Pun dengan Seokjin, ia paham segala resikonya-----hanya sedikit sapaan ia pikir itu akan baik-baik saja. Jangan lupakan jika Seokjin mampu mengontrol ekspresi sehingga bisa mengecoh semua orang. Gelar sarjana dari bidang perfilman-nya akan ia gunakan dengan baik kali ini.
"Pasti akan menyenangkan." ujar Jungkook yang sejak tadi tak sabar menyambut pergantian tahun yang baru.
"Kau akan segera menua, hyung."
Buk.
Tak ada alasan untuk tidak memberi pelajaran pada adiknya itu. Sementara Jungkook hanya cengengesan di sana. "Aku berharap kau cepat memiliki kekasih!" ujarnya.
Kekasih? Akankah ia?
Seokjin berbicara dalam hati sementara maniknya bergerak reflek pada seseorang di seberang sana, tanpa diduga mata mereka bertemu menimbulkan kegugupan di antara keduanya. Alhasil dengan hitungan detik kini Seokjin mengalihkan pandangannya ke segala arah.
***
Beberapa menit yang lalu tahun telah berganti angka.
2018.
Seokjin tak menyangka jika ia bisa sampai pada titik ini. Seluruh member beserta segala hal di sekelilingnya menjadi saksi serta rasa syukur bagi dirinya. Tak ada yang lebih berharga dibanding apapun. Semuanya seperti sejarah bagi Seokjin. Pun dengan wanita yang akhir-akhir ini selalu ia pikirkan-----apakah ia akan menjadi salah satunya? Menjadi bagian dari perjalanan hidupnya.
Drrt drrt.
Seokjin terkesiap kemudian mengambil ponselnya yang bergetar. Kini ia tengah duduk santai di ruang tunggu, sesekali maniknya menatap langit-langit ruangan itu. Namun, dalam hitungan detik ia total berdiri menghadirkan tanya dari para member.
"Aku keluar sebentar." ujarnya tanpa menoleh, bahkan belum sempat ia mendapat respon tungkainya sudah berlari ke salah satu pojok ruangan.
Beberapa detik lalu darahnya berdesir ketika menerima pesan dari seseorang.
Aku menunggumu di tangga darurat.
Begitu katanya membuat Seokjin segera berlari tanpa berpikir. Kini tubuhnya mendadak berhenti pada salah satu pintu tangga darurat, dibukanya pintu itu seraya kedua tangan yang berpegang pada lutut menandakan jika Seokjin tengah mengatur napasnya yang terengah.
Sementara di bawah sana, seseorang tampak terkejut menatap Seokjin dengan penampilan yang cukup berantakan. Baju yang belum sempat diganti, serta keringat yang sebelumnya belum sempat kering kini menjadi begitu banyak sebab dirinya berlari tergopoh. Joohyun takjub----lelaki itu tetap mempesona.
"Apa aku terlalu terburu-buru?" ujarnya.
Seokjin yang sudah kembali normal dengan segera ia mendekat. Tungkainya menyusuri anak tangga hingga sampai tepat di depan Joohyun. "Tidak, aku hanya terkejut."
Joohyun tersenyum tipis seraya mengusap kening Seokjin yang dihiasi keringat. Seokjin terkejut mendapati jarak keduanya begitu dekat. Hembusan napas dapat ia rasakan pada permukaan kulitnya, sementara Joohyun masih juga tak menyadari apa yang tengah ia lakukan. Wanita itu malah semakin tersenyum sesaat sesudah jemarinya ia turunkan dari wajah Seokjin.
"Selamat tahun baru, Seokjin." katanya.
Sementara Seokjin masih belum menyadari situasi, hanya hembusan angin yang ia tangkap oleh inderanya. Tak menyadari jika Joohyun tengah merona sebab tatapan Seokjin yang sangat sulit diartikan. Bahkan kini Joohyun tampak terkejut, ia membola ketika menyadari sesuatu tengah menyentuh bibirnya.
Otaknya segera berkerja untuk menyadari situasi kini. Di depannya, Seokjin tengah memejamkan mata seraya menempelkan kedua bibirnya. Tak bergerak. Jangan lupakan jantungnya yang seperti akan keluar dari tempatnya. Ia tetap stagnan di sana. Namun ketika pemuda itu melumat sedikit bibir bawahnya, mata Joohyun ikut terpejam merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Hanya sedetik sebab Seokjin kembali menarik diri, tangannya mengusap bibir yang dengan kurang ajar ia sentuh seenaknya. "Maaf." bisiknya.
Bunyi tamparan ia rasakan di pipi kirinya. Netra elok yang selama ini Seokjin kagumi, kini membola menampilkan sorot tajam di sana. Sementara kedua tangannya tampak mengepal kuat. Tak lupa dadanya bergemuruh menahan emosi yang meluap. Joohyun marah.
Ya, mungkin itu yang baru saja Seokjin bayangkan setelah kelancangan yang ia perbuat. Tapi tidak. Wanita berperangai dingin itu kini tersenyum lembut di depan wajahnya. Netranya sama sekali tak menampilkan sorot tajam, yang ada hanya sorot lembut serta binar yang Seokjin sendiri takjub kala menatapnya. Begitu indah.
Jemari yang sejak tadi mengelus pipi merona itu, kini ia turunkan secara perlahan. Joohyun merasa kehilangan, sementara Seokjin tersenyum gemas ketika badannya ditubruk dengan mendadak. Dada bidangnya seketika menghangat ketika Joohyun mengusakkan wajahnya di sana-----hal yang kemarin tak bisa wanita itu lakukan kini dengan tak tahu malunya ia rasakan.
Rasa hangat semakin menjalar di sekujur tubuhnya ketika tangan kekar itu mengelus punggungnya lembut. Puncak kepalanya juga ikut menghangat sebab Seokjin menempelkan salah satu pipinya di sana.
"Aku menyukaimu." bisiknya. Joohyun semakin membenamkan wajahnya di sana. Tak ada jawaban sebab Joohyun tak mampu sekedar untuk itu, ia sibuk menetralisirkan hatinya.
Hingga beberapa menit mereka tersadar, keduanya sama-sama menarik diri tanpa melepaskan rengkuhan hangat itu. "Kita harus kembali." ujar Seokjin lembut.
***
Sudah beberapa minggu semenjak mereka bertemu dan berperilaku lebih dari biasanya, kedua grup itu kembali disibukkan dengan setumpuk jadwal yang telah disusun. Bahkan Seokjin kini sudah berada di belahan bumi sana, beratus-ratus kilometer jaraknya dari jangkauan Joohyun. Sementara, pelukan serta kecupan tempo hari masih sanggup Joohyun rasakan. Hangatnya masih membekas pada raganya. Kendati sekarang ia begitu jauh dari lelaki itu. Hanya pesan suara atau beberapa kalimat penyemangat yang keduanya berikan. Tanpa bertatap muka apalagi memeluknya.
Hah, menyebalkan.
Bahkan mereka bukan sepasang kekasih, namun Joohyun seakan lupa jika di dunia ini ada istilah yang dinamakan 'berkencan'. Belum. Mereka belum menyadarinya, hanya menikmati situasi yang ada-----menyalurkan perasaan gembira ketika keduanya saling bertukar kabar walau hanya dapat dihitung jari sebab beberapa hal tak dapat mereka kehendaki semaunya.
Sudah dikatakan---------terkadang cinta terlalu mewah bagi orang-orang seperti mereka. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Practice Makes Perfect ✔
RomanceSeokjin tak pernah mengira jika jatuh cinta akan semenyenangkan ini. Ia stagnan kala manik mereka saling menatap untuk sepersekian detik. Jantungnya berdesir ketika kulit mereka saling bersentuhan tanpa disengaja. Rungunya tak kalah hebat, ia mendad...