Joohyun sontak menganga ketika layar persegi panjang di depannya berganti, menampilkan satu sosok familiar ketika senyum yang ditampilkan di sana tak sedikitpun Joohyun harapkan. Ia bisa saja memahami namun tetap saja itu menjengkelkan ketika prianya dengan lembut menatap sang lawan selepas keduanya bercumbu.
Lembut sekali. Apa ketika bersamanya Seokjin juga berakting? Mengapa terasa sangat familiar? Manik bulat itu juga teduh saat bersamanya. Lagipula, apa hari ini drama action seperti itu harus dibumbui scene-scene romantis menggetarkan hati?
Tak masuk akal sekali.
Grep.
"Bagaimana aktingku?" kembali merengut setelah satu pipi didarati kecupan. Prianya baru saja tiba untuk syuting episode terakhir, katanya.
Si pemuda tak sadar sebab sejak tadi Joohyun menahan kesal hingga satu layar penuh di depannya telah berganti, kekasihnya tetap saja merengut. Seokjin tak peka ketika lumatan beberapa detik lalu tak Joohyun hiraukan. Ia tak mengerti ketika Joohyun dengan wajah datar menyuruhnya lekas istirahat.
"Bae.." bahkan hanya satu sisi wajah yang dapat Seokjin tatap. Wanitanya tidur membelakangi.
"Kau kenapa? Ada apa, sayang?" luluh sudah ketika satu kata andalan keluar begitu saja. Joohyun kembali terjaga, menaruh atensi pada degupan yang ia rasa dari si pemuda.
"Aku cemburu." lirihnya.
"Apa?" Seokjin pura-pura bodoh, menahan kekehan sejak pertama dirinya menginjakkan kaki di lantai apartemen. Ia bahkan mengingat jelas ketika dua alis wanitanya menyatu, juga bibir mengerucut yang lucu ketika satu adegan drama ditampilkan.
"Aku tak mendengarnya, apa kau bilang?" kali ini kekehan ringannya jelas terdengar, membalikkan tubuh dan satu kerlingan menyebalkan Joohyun dapatkan.
Bug!
Tak ada ringisan sungguh, Seokjin malah tertawa terbahak-bahak. "Kenapa~~"
Cih, Joohyun tetap kesal dan memukuli dada bidang prianya. Suara tawa pecah dan itu menjengkelkan.
"Aku marah ya, Seokjin!"
Lekas beranjak namun lengannya dicekal intens, bunyi brug sontak terdengar pun dengan piyama senada yang kembali menyatu membuat kerling nakal itu semakin tersemat. Kentara sekali wajah wanitanya memerah ketika satu kalimat diujar.
"Apa kita harus bercumbu lebih panas dari adegan tadi?" lebih seperti bisikan yang mampu membuat seluruh darahnya berdesir. Tatapan intens nan lembut seolah mampu menjeda waktu keduanya. Ini lebih dari kata luluh, irisnya terpejam menunggu sebuah kecupan atau barangkali rentetan pangutan. Jooh-----
Cup.
Salah besar! Bibir tebal kesukaannya lantas meninggalkan selepas satu detik kecup kilas itu berakhir. Matanya memicing dan Seokjin hanya semakin menyebalkan ketika tawanya malah nyaring seraya kembali mendekap.
"Kau lucu sekali jika seperti ini."
Dalam dekepan hangat itu Joohyun kembali memajukkan bibir atasnya. "Hah, aku mencintaimu Bae Joohyun."
"AKU CEMBURU SEOKJIN!!"
"Aku tahu..."
Ditatapnya wajah menyebalkan itu lamat-lamat, satu sekon kemudian bibir keduanya menyatu, melumatnya dalam, "Seperti ini?" atau------
Kini pangutan yang menuntut, juga satu tarikan yang menyapu sekat, menyatu dan mendamba untuk melenguh bersama ketika cumbuannya beralih pada leher putih kesukaan.
"Seperti in--mmmp, Bae?"
Tak berniat berhenti meski Joohyun selalu berusaha berujar. Lidahnya tetap mengeksplor titik sensitif itu meski Joohyun berusaha menghindar, mencoba menarik diri meski Joohyun setengah menikmati.
"Kita harus berhenti." keduanya terengah di akhir, senyum Seokjin kembali menyala selepas satu usapan di ujung bibir sang wanita.
"Ciuman itu hanya milikmu, bukan yang lain."
"Kau tahu itu hanya drama." lanjutnya-----kembali berdekapan ketika satu tarikan tangan Seokjin membimbing keduanya untuk terduduk.
"Aku tak tahu rasanya dicumbu olehmu di dalam drama. Tapi tatapanmu sama seperti ini, Seokjin."
Kembali satu pukulan yang didapat bersamaan dengan satu ringisan yang tercipta. Atmosfer keseriusan kini lebih mendominasi saat Seokjin juga lebih berhati-hati dalam berujar. Menatap sang lawan lebih intens untuk menunjukkan satu afeksi yang selalu terhias rindu. Satu atensi ketika satu kalimatnya mempu mambawa satu semesta menggila.
"Menikahlah denganku."
Satu tubuh di dalam dekap itu gamang, satu aliran darahnya mampu menggetarkan seolah beberapa vote listrik turut menyengat.
"Jangan bercanda, Seokjin!"
***
Dan Kim Seokjin tak pernah bercanda ketika kalimatnya diujar beberapa waktu silam.
Kali ini pukul empat sore di kediaman keluarga besar, Kim Jae Chul, duduk yang agung di kursi kebesaran. Menjadi satu pusat atensi oleh keseluruhan yang hadir, tak terkecuali Bae Joohyun yang sejak awal presensi jemarinya digenggam lembut.
Saling menyalurkan keberanian sebab Seokjin pun agaknya ragu jika satu permintaan mustahilnya diberi restu. Tak berharap banyak ketika satu sunggingan senyum culas itu tergambar jelas.
Ia pasrah ketika Kakek menatap satu persatu presensi yang hadir.
Lengkap, Ibu dan Ayah, Kak Seokjung beserta sang istri yang mengandung.
Menghela nafas, dan Seokjin hanya terkejut setelahnya.
"Aku mengizinkan."
Dua kata yang mampu membuat dua ledakan muncul ke permukaan dalam satu waktu----gembira namun juga heran, ketika satu syarat diajukkan pada akhir kalimat.
"Urus perusahaanku di sini. Tak ada bantahan."
Dan Seokjin jelas tak perduli, misinya berhasil untuk memperistri. Kakeknya kembali, atau mungkin hanya sangsi sebab terlalu tak perduli saat harus memuaskan keinginan yang sebenarnya tak cukup akurat untuk dijadikan satu alasan.
Mungkin Kim Jae Chul hanya menyadari bahwa urusan hati memang tak pernah tertebak, tak pernah adil ketika satu fakta dielakkan kenyataannya, tak wajar ketika satu hati dipaksa mendamba yang sama sekali bukan kesukaannya.
"Menikahlah dan segera berikan cucu untuk Ayah dan Ibu." tepukan di sebelah bahunya terasa, menyadarkannya pada realita setelah sebelumnya menatap lurus pada pintu yang beberapa detik lalu ditutup.
Ia terpana ketika mendapati senyum tulus Kim Jae Chul setelah sekian lama.
"Aku bisa membuatnya sekarang jika kalian mau."
BUG!
Dan Kim Seokjin menikmati pukulannya setelah kesekian kali. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Practice Makes Perfect ✔
RomanceSeokjin tak pernah mengira jika jatuh cinta akan semenyenangkan ini. Ia stagnan kala manik mereka saling menatap untuk sepersekian detik. Jantungnya berdesir ketika kulit mereka saling bersentuhan tanpa disengaja. Rungunya tak kalah hebat, ia mendad...