Kakinya menghentak lantai basement bersamaan dengan maniknya yang menatap gedung asing dimana dirinya berada. Sepi. Si pemuda tengah diliputi rasa bosan terlebih dirinya bukan tipe penyabar seperti kebanyakan orang. Alhasil dengan langkah ringan tungkainya menyusuri sudut gelap itu hingga mencapai lorong yang menghubungkannya langsung pada lobi perusahaan.
SM Entertainment.
Seokjin celingukan sejak dirinya menginjakkan kaki pada lantai yang bisa dibilang cukup sepi tapi juga tak cukup ramai. Hanya beberapa orang tengah fokus pada kegiatannya sampai-sampai tak ada yang menyadari jika member BTS telah hadir di tengah-tengah mereka. Kembali kakinya ia langkahkan---sesaat setelah netranya memerhatikan sekitar, ruangan di ujung lorong menjadi pilihan Seokjin untuk menyembunyikan diri----ia tak ingin artikel mendadak bermunculan dengan nama dirinya dan perusahaan ini.
Terlalu gaduh dan merepotkan.
Aku sebentar lagi selesai.
Begitu isi pesan yang diterimanya beberapa saat lalu. Bokongnya ia dudukan pada salah satu kursi di sana, menunggu Joohyun yang berada di tengah-tengan meeting. Belum sempat ia bersantai dirinya dikejutkan oleh suara familiar di ujung sana.
"Yak! Kim Seokjin!!" teriaknya.
Seokjin ingin sekali mengutuknya-----bodoh. Ia sudah berhasil meloloskan diri dari pandangan orang-orang, kini dengan mendadak namanya disebutkan dengan lantang.
Langkah kaki tegas itu semakin menggema pada lorong sepi di sana menghantarkan rasa terkejut dalam diri Seokjin. Ditatapnya lelaki jangkung itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Berantakan------sepertinya ia baru saja selesai latihan. Dilihat dari keringat yang masih tersisa di ujung pelipisnya lengkap dengan rambut lepek yang tak ia tutupi.
Chanyeol menatapnya senang. Pupil matanya melebar ketika ia berbicara kemudian, "Sedang apa kau di sini?"
Seokjin masih polos kendati Chanyeol sudah menatapnya penuh selidik ketika satu kalimat baru saja keluar dari bibirnya. "Menjemput Joohyun."
Ingin sekali Seokjin tertawa ketika menyadari raut wajah di depannya yang begitu lucu. Rambut acak-acakan dengan alis mengkerut penuh. Jangan lupakan tatapan polos meminta penjelasan----Seokjin tak kuasa lagi menahan kekehannya di sana.
"Kenapa malah tertawa, dasar aneh. Joo----" ucapannya terhenti bersamaan dengan seorang wanita yang tengah berdiri menatap keduanya terkejut. Jangan lupakan suara nyaris melengking yang kemudian muncul setelahnya.
"JADI JOOHYUN YANG KAU MAKSUD ITU DIA?" Lelaki jangkung itu terperangah sebelum salah satu tangannya menutup mulut yang terbuka.
Sementara kedua pasangan seumur jagung itu masih terdiam di tempatnya.
Apa yang harus kita lakukan---Seokjin membuka mulutnya tanpa suara. Sementara maniknya bergerak gelisah ketika suara lain terdengar, "Sedang apa kal--?"
"K-kau?" tangannya reflek menunjuk wajah familiar itu namun sangat begitu asing di sana. Sementara menunduk adalah hal wajar yang kini Seokjin lakukan---masih memberi salam hormat kendati tangannya segera ditarik oleh seseorang yang tak lebih adalah kekasihnya sendiri----menghindari pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat mereka pikirkan jawabannya. Tak ingin berlama-lama di situasi seperti tadi keduanya tengah berlari kecil menyusuri lorong setelah sebelumnya membungkuk hormat, meninggalkan macam-macam raut di sana.
Suho dengan tangannya yang terkepal erat sementara Chanyeol dengan ekspresi canggungnya menggaruk kepala yang tak gatal. Meniknya melirik sekilas ke arah samping-----ekspresi itu. Bisakah lebih lembut? Setidaknya biarkan dia beranjak dari sana terlebih dahulu. "Hyu-----"
"Apa yang mereka lakukan?"
Hah, helaan nafas yang terdengar kini. Sementara manik tajam itu tak berhenti juga melunak. Menatap pada lelaki yang lebih jangkung----meminta penjelasan apapun yang ia ketahui.
"Aku juga tak tahu. Aku hanya menyapanya sebentar tadi."
Suho menghela nafas namun tak melepaskan pandangannya dari tembok di ujung lorong----tempat menghilang keduanya sesaat setelah mereka belari.
Chanyeol bukannya tak menyadari jika hyungnya menaruh hati pada gadis yang beberapa saat lalu pergi itu. Sudah lama---bertahun-tahun bahkan. Semua orang mungkin sadar jika pemuda yang tak juga mengalihkan pandangannya itu lebih dari sekedar tertarik pada Irene. Namun, satu hal yang dirinya takjub----hanya dengan hitungan hari gadis dingin itu tampak begitu akrab dengan seorang pria. Ia menyadari satu hal.
"Ingin ku beri satu rahasia, hyung?" kalimatnya sanggup menghentikan lamunan sendu itu. Tak ingin kakaknya berlarut-larut, sepertinya satu fakta ini dapat memberikan efek besar tapi juga baik nantinya. Semoga.
Tatapan menyelidik masih saja ia dapatkan, meski tak lagi Chanyeol hiraukan.
"Irene noona memberikan nomor ponselnya pada Seokjin sesaat setelah kita selesai menjadi MC."
Bingo!
Perubahan wajah sendu itu sangat jelas kentara di sana. Chanyeol hanya ingin memberitahu kebenaran---tak ada kemajuan kendati sudah bertahun-tahun Suho mengejarnya, hatinya tak juga luluh apalagi bertekuk lutut. Nomor ponsel yang bahkan Suho sendiri harus menunggu beberapa tahun untuk mendapatkannya---jangan lupakan jika mereka sudah begitu lama mengenal satu sama lain. Ck. Tapi Seokjin?
"Bukankah sudah jelas, hyung?" masih dengan tatapan itu, Chanyeol kini mendekat. "Berhentilah, dia tak mudah diraih."
***
Keduanya terkikik geli ketika tungkai mereka menginjak lantai basement. Joohyun rasa segala sesuatunya terasa menyenangkan jika dilakukan dengan pemuda favoritnya ini.
"Bukankah kita seperti sedang dikejar penagih hutang?" katanya masih dengan nafasnya yang tak beraturan, tangan Seokjin kini mengelus surai kehitaman di depannya---berusaha mengelap keringat pada pelipis wanita yang kemarin malam baru saja menjadi miliknya.
"Masuk dulu yuk." ujarnya membuka pintu kanan mobil. Dengan senang hati Joohyun menurut setelah sebelumnya mengelus pipi kemerahan itu sekilas. Seokjin tentu saja tersenyum menyadari segala perubahan yang begitu cepat---tapi juga indah.
Tak ada keheningan setelahnya sebab musik menenangkan kini menggema di sana. Netra Joohyun yang semula tak berani menatap manik jernih itu, kini dengan lancang menatap penuh afeksi pada pemuda yang tengah fokus mengemudi. Entahlah! Setelah rengkuhan serta kecupan malam tadi, Joohyun seperti mendapat kekuatan---ia tak merasa malu bahkan nyaris tak peduli jika Seokjin berpikir jika ia wanita aneh atau semacamnya. "Kenapa terus menatapku?"
Lihatlah! Bahkan kini ia tersenyum sendiri sampai dimana kesadarannya nyaris habis ketika Seokjin menghentikan laju kendaraannya. Lengan kekar itu membungkus pinggangnya erat, darahnya berdesir hebat ketika mulutnya diterobos---saling membelit dan mengecap.
Manis.
Bahkan setelah pangutan itu terlepas, si pemuda dengan kurang ajarnya tersenyum----yang sialnya membuat perutnya terasa menggelitik. Sangat menawan.
"Jangan menatapku seperti itu lagi. Aku bisa saja hilang kendali saat ini juga." []
KAMU SEDANG MEMBACA
Practice Makes Perfect ✔
Roman d'amourSeokjin tak pernah mengira jika jatuh cinta akan semenyenangkan ini. Ia stagnan kala manik mereka saling menatap untuk sepersekian detik. Jantungnya berdesir ketika kulit mereka saling bersentuhan tanpa disengaja. Rungunya tak kalah hebat, ia mendad...