Bae Joohyun menjadi familiar saat menjumpai raut tak terima di depannya, ia sudah hapal tabiat sang lawan ketika senyuman congkak hadir menyapanya.
Choi Ara, setelah satu berita menggegerkan publik, wanita yang sudah lama tak ia temui irisnya itu kembali dengan jutaan emosi mendominasi.
Sangat jelas arahnya ketika satu ketukan pada meja bernomor 17 itu terdengar.Deheman seolah menjadi pembuka diskusi yang Joohyun sendiri sudah muak mendengarnya.
"Kau yakin akan menikahinya, Joohyun-ssi?"
See? Ia lebih dari bosan untuk menanggapi, tak ada alasan untuk membantah atau sekedar menunjukkan-----aku pilihannya dan kau siapanya?
"Choi Ara-ssi dengar. Ini pertama dan terakhir kalinya aku berbicara."
Ditatap dengan anggun wanita di hadapannya, satu tegukan yang tak sempat terjadi ketika satu rentetan kalimat kembali diujar.
"Jauhi calon suamiku!"
Untuk pertama kalinya Joohyun berjalan angkuh di depan seseorang. Meninggalkan keterpanaan juga rasa takjub dalam hati keduanya. Choi Ara yang tak sampai hati kembali pada realita, juga dengan Bae Joohyun yang kembali mendapati kepercayaan diri setelah sekian lama.
Hatinya sudah terbiasa ketika satu permasalahan muncul ke permukaan. Lain dengan Seokjin, pemuda itu tak lekang diambangi protes keras dari beberapa penggemar. Namun itu bukan masalah, sebab satu protes dari si calon istrilah yang sebenarnya menjadi masalah.
Ketika proses menuju bahagianya dibumbui pertikaian kecil tak berujung, saat raganya lelah hanya sekedar untuk menuruti, kini tinggal pikirannya yang menerawang. Pada detik-detik krusial yang pernah terjadi bersamaan dengan puncak kekuasaan yang senantiasa mencampuri, Seokjin rasa satu-satunya hal terberat ialah kala itu.
Sekarang dia bebas bersyukur.
Permasalahan yang kini hadir rasanya hanya sebatas angin lalu, menjadi tak begitu berarti sebab rasanya keinginan yang sebelumnya mustahil menjadi tolak ukur, tak mudah untuk menghancurkan sesuatu yang rumit seperti Kim Jae Chul.
Bongkahan itu telah terpecah, benteng itu tak lagi tertata, hancur digantikan satu keajaiban yang sudah didamba sekian tahun-----menikahi Bae Joohyun.
"Jadi hari ini kita tak jadi fitting baju lagi? Sampai kapan Seokjin, dua minggu lagi---"
Ucapannya terjeda oleh satu tarikan halus pada sisi tubuhnya, di sebelahnya Seokjin tengah menatapnya tak terbaca. Wangi maskulin menyapa penciumannya ketika lelakinya berbisik lirih, "Bisakah kau berhenti marah-marah, Kim Joohyun-ssi?"
"Atau kau mau aku menciummu sepanjang hari, hm?"
Joohyun kembali pada realita, menjauh untuk sekedar menetralkan debaran yang sempat tak terkendali. "Aku bukan Kim!"
"Tapi kau akan, dua minggu lagi."
Memang Kim Seokjin itu terlahir menyebalkan, tiga kata di akhir sangat menjengahkan yang membuatnya otomatis memutar kedua bola mata tak peduli.
"Aku minta antar Taehyung saja kalau begitu."
"YAK!!!"
***
Di sini, di tempat ini Seokjin mematut diri. Setelah stelan kesembilan, akhirnya keduanya menemui titik terang. Berakhir pada satu gaun putih sederhana namun tetap anggun, dan satu tuxedo senada yang membuat si pemakai nampak semakin gagah.
Lima hari menuju hari bahagia, dan keduanya tak bertemu sapa. Lewat benda canggih yang dinamakan handphone-pun tak diijinkan oleh Jimin. Alasannya-----kita akan bersama-sama menghabiskan masa lajangmu yang tinggal beberapa hari.
Jadi beginilah adik-adiknya yang terus menempeli, minus Kim Namjoon dan Jung Hoseok yang baru mendapat cuti militer dua hari kemudian.
Joohyun tak jauh berbeda, ke empat adiknya bahkan sudah menyiapkan treatment-treatment khusus menjelang pernikahan. Spa seluruh tubuh, juga liburan yang menenangkan pikiran.
Segalanya dipersiapkan bagi si calon mempelai.
Hingga detik-detik yang didamba itu kini hanya tinggal hitungan menit. Kim Seokjin dengan gugup berdiri di tengah podium, menunggui si calon yang sudah menjadi kecintaannya selama bertahun-tahun.
Pada sakralnya suatu tekad, juga pada besarnya keinginan untuk memperistri, Seokjin berdiri yang yakin setelah sedetik lalu netranya menemui iris datar milik Yoongi.
Di sana, berdiri wanitanya tersenyum elok. Suasana putih nan haru semakin terasa ketika satu persatu langkah kaki gugup itu mendekat. Debaran juga letupan menjadi tak berarti ketika satu kata terucap di hadapan Tuhan. Berikrar sehidup semati seolah janji-janji yang pernah ada tak ada arti, keduanya lega, hatinya menjalar hangat ketika satu kecupan mendarat. Menitikan satu tetes air penuh makna dari kedua sudut mata, Ayah Ibu bahagia, sanak saudara bangga, alam merestui. Tak ada yang lebih indah dari ini. Tak ada yang lebih menakjubkan dari sekedar nama Kim yang kini tersemat pada marganya.
"Kita masih di sini, hyung!!" teriakan Jungkook agaknya sedikit mengembalikan fokus keduanya dari tatap damba yang tercipta. Tak ingin jauh lebih terpana pada keajaiban, Seokjin dengan malu-malu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Sedang Joohyun bersiap melempar buket bunga dalam genggaman.
Hebatnya, Kim Yerim dan Jeon Jungkook sudah berdiri di barisan paling depan. Saling menatap tajam seolah bersaing untuk mendapatkan, hingga tanpa sadar berakhir saling mendekap ketika tungkai keduanya limbung terjatuh menyapa bumi. Bersamaan dengan itu, tanpa diduga Yoongi berjinjit untuk menangkap buket bunga dalam satu tarikan lengan.
Hap! Min Yoongi yang akurat dengan segala tekadnya itu hanya menambah rasa kesal hingga tercipta umpatan dari mulut manis Jeon Jungkook yang kini dadanya tertimpa oleh wajah familiar milik Kim Yerim. Tak ada ledekan khusus sebab bukan mereka yang kini menjadi titik fokus, melainkan kedua mempelai kelebihan hormon yang tengah menyatukan kembali kedua bibirnya.
Menarik pinggang mungil itu tanpa ragu, semakin dekat hingga tak ada sekat tercipta. Semakin menggebu kala satu persatu tamu yang hadir membisu, ini lebih dari malam romantis yang panas.
Keduanya menolak untuk sadar, menjadi ajang unjuk diri, menunjukkan pada dunia bahwa keduanya telak akan saling memberi hingga akhir.
Dan pada malam pukul sepuluh, masih di hari yang sama dengan stelan yang belum berganti, kembali, jemari kokohnya menanggalkan satu persatu kain yang tersemat. Meninggalkan jutaan rasa menggelitik perut ketika keduanya memadu kasih. Menyelami satu titik yang dinamakan kenikmatan.
Persatuan ini bukan hanya sekali, ini lebih dari rutin. Namun berbeda, kali ini yang berada di bawah kungkungannya adalah benar-benar Kim Joohyun, bahkan ketika lenguhan akhir usai pangutan yang hebat, Kim Seokjin tetap mempertahankan posisi. Menahan berat tubuh melalui lengan kokohnya di atas tempat pergumulan, menatap penuh minat pada dahsyatnya karya seni yang ia ciptakan. Tanda merah keunguan di sekujur tubuh seolah belum cukup ketika lagi-lagi pangutan itu berhasil mencapainya. Melumat habis juga bermain dengan segala yang dapat diraih. Sebagai bonus, rungunya kembali mendengar lenguhan bak nyanyian pengantar tidur. Irisnya seakan berbicara jika ini lebih indah dari saat pertama kali.
"Kim Joohyun."
Begitu lirihnya pada akhir klimaks penyatuan.
End.
Best regard,
Kim Seokjin and Kim Joohyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Practice Makes Perfect ✔
RomanceSeokjin tak pernah mengira jika jatuh cinta akan semenyenangkan ini. Ia stagnan kala manik mereka saling menatap untuk sepersekian detik. Jantungnya berdesir ketika kulit mereka saling bersentuhan tanpa disengaja. Rungunya tak kalah hebat, ia mendad...