Chapter 20

1.5K 144 14
                                    

Seokjin tak tahu apa yang selanjutnya menanti, ketika segala yang ia hindari pada akhirnya menghampiri Seokjin tak mengerti. Hanya memeluk tubuh mungil dalam dekapan berharap dapat mengurangi rasa sakit di penghujung malam itu. Dalam balutan jas yang belum sempat ia tanggalkan, juga gaun yang wanitanya kenakan masih terpasang pas pada tubuh cantiknya.

"Aku tak tahu bagaimana caranya menyembuhkan, Joohyun-ah." wajah mungil dalam dekapannya semakin tenggelam. Menikmati degupan bak melodi pengantar tidur seperti kepunyaannya. Seokjin sempat mengutuk pada diri, kenapa begitu pasif ketika temui sakit juga sendu ini. Kenapa tidak peka ketika malam-malam sebelumnya yang entah sejak kapan Joohyun menyimpannya sendiri.

Wanitanya tahu segalanya. Dan itu lebih dari ditikam ribuan benda runcing. Telak juga kuat.

"Seharusnya kau menamparku atau membunuhku saja." ujarnya parau ketika Joohyun menarik diri untuk sekedar mengusap lembut rahangnya.

Lihat, bahkan selanjutnya hanya ada senyum tenang yang keluar ketika jemari mungil itu menatap penuh pada kokohnya kedua tangan Seokjin. "Cantik sekali." ujarnya ketika mendapati benda mungil bertengger manis pada jemari kokoh lelakinya.

Menangis. Seokjin tak tahu alasan apalagi yang akan dirinya ujar. Sedikit marah ketika bibir mungil kesukaannya masih bisa tersenyum. Palsu sekali. "Marahlah, sudah kubilang tampar aku saja bukan malah seperti ini."

"Aku tak bisa marah apalagi menamparmu. Hei, dengarkan." lembut sekali sampai-sampai membuat Seokjin hanya patuh menatap netra bak jelaga itu. "Aku mengerti, sayang."

Iya aku mengerti. Aku sangat mengerti.

Kalimat yang ia kumandangkan dalam hati ketika beberapa hal sejujurnya tak masuk dalam nalar. Joohyun hanya mencoba, setidaknya malam ini ketika bersama lelakinya.

"Tidak, kau tidak mengerti. Kau hanya berusaha baik-baik saja di depanku. Sayang tolong jangan seperti ini, aku takut."

Tatapan sendu juga ketakutan yang selama perjalanan ke apartemen menghias diri, kini tampak begitu terasa ketika menjumpai raut wajah Joohyun berubah. Dingin yang begitu kentara. Sendu yang begitu dalam pun dengan turunnya air bening menghiasi paras ayunya.

"Aku tak bisa egois, Seokjin. Bahkan ketika Suho memelukku dulu, aku tak mampu untuk sekedar menghindar. Terlalu sakit."

Deg.

"Oppa, aku bersama Joohyun Unnie. Kau akan menjemputnya kan? Cepatlah ia menunggumu." begitu isi pesan yang diterima Suho beberapa saat lalu.

Alisnya mengernyit pasti ketika membaca rangkaian kalimat di ponsel genggamnya. Jelas ada kesalahpahaman di sana. Waktu itu Kim Jennie hanya menerka. Namun, nol besar.

"Aku harus pergi dan selamat atas pertunanganmu." si wanita sempurna di hadapannya hanya tersenyum seraya melambai ketika lawan bicaranya bahkan tak menghiraukan. Berlari tergopoh menemui siapa yang jelas Choi Ara sendiri tak terlalu memikirkan.

Lega setelah netranya menemui presensi seorang gadis tengah berdiri di depan sebuah resto di pinggiran. Mewah namun tetap saja ia harus berlari beberapa meter untuk sampai di depan Joohyun.

Raut ayu kegemarannya tampak terkejut mendapati kehadiran yang tak diduga. Tersenyum sebagai sapaan pertama kali. Mendekat selanjutnya yang Suho lakukan. Menelisik wajah berseri itu namun nampak sedikit murung ketika laki-laki lain yang menghampiri.

"Kenapa di sini sendirian?" kini keduanya berdiri saling bersisian tanpa menoleh hanya menatap jalanan di depan mereka yang tampak begitu sepi.

"Menunggu Seokjin."

Suho terdiam teringat kejadian beberapa menit lalu. Tentang pertemuan tak disengaja bersama teman lama, tentang Choi Ara, dan tentang wanita itu yang akan bertunangan dengan lelaki bernama Kim Seokjin. Ada perasaan gembira ketika nama BTS disebutkan di ujung kalimat. Juga khawatir ketika menyadari Joohyun otomatis terlibat. Sebagai orang luar yang tak seharusnya ikut campur, Suho egois. Melihat sedikit celah rasanya tak ingin ia lewatkan.

"Kau tahu beberapa menit lalu aku bertemu dengan siapa, Joohyun-ah?" ada keraguan sebenarnya, tak sampai hati ia membuat wanita kesuakaannya terluka.

Dan untuk pertama kalinya kedua pasang netra itu saling menatap. Mengerutkan dahi tanda tak mengerti, Suho terkekeh ketika mendapati wajah imut di depannya. "Maksudmu?" begitu katanya.

Menyerahkan benda pipih dalam kantong saku untuk kemudian jemarinya dengan lincah berhenti pada satu potret. Di sana layaknya pertemuan keluarga, Joohyun masih membeku tak paham. Meminta penjelasan lewat tatapan matanya.

"Beberapa saat lalu, aku bertemu teman lamaku dan ia mengirimiku foto ini. Sudah memutuskan untuk bertunangan katanya." terkekeh sesaat untuk kemudian melanjutkan ketika menjumpai iris bingung di sampingnya.

"Dengan Kim Seokjin." hati-hati ketika raut di sebelahnya berubah. Menatapnya lebih intens dan terkejut yang sendu ketika ia menunjuk pada salah satu presensi pemuda dalam potret itu.

Tak mungkin dibantah sebab sangat jelas jika itu adalah lelakinya. Postur tubuh itu sangat Joohyun hapal, bahkan ketika dengan tak sengaja air matanya tumpah ia hanya diam. Mendapat rengkuhan juga tepukan kelewat halus sebagai penenang.

Lalu Joohyun semakin sendu ketika mendapati Seokjin berdiri dengan balutan busana yang sama persis pada potret yang ia lihat.

"Dan kau justru meminta maaf, Joohyun-ah? Memelukku dan masih menatapku dengan tatapanmu. Kau tak berhak untuk itu, kau tahu? Kau tak berhak!!" nada suaranya meninggi sebab Seokjin tak habis dipikir.

"Lalu aku harus bagaimana?!" tak mau kalah hingga membuat Seokjin tersentak sebab untuk pertama kalinya Joohyun manaikkan nada bicaranya. Hingga ia hanya menunduk dalam. Paham dimana letak kesalahannya. Semua salahnya. Kekasihnya yang baik hati bahkan tak memiliki hak untuk sekedar Seokjin bohongi.

"Jawab, Seokjin! Aku harus bagaimana ketika bahkan aku sendiri takut jika kau benar-benar pergi." tak ada reaksi lain selain rengkuhan, Seokjin menimang ketika bibirnya mengecup puncak kepala gadisnya berulang. Rasanya kata maaf menjadi tak berarti. Joohyunnya butuh lebih dari sekedar maaf.

"Atau aku yang sebaiknya pergi?" bisiknya yang sontak membuat Seokjin menggeleng penuh. Itu tak akan pernah terjadi, Seokjin sudah berjanji takkan ada yang pergi.

"Tidak sayang tidak. Aku mencintaimu, kau tahu kan? Tetap seperti ini sesuai janji kita, hm?" menjadi penenang untuk satu sama lain, kedua netra itu saling menatap hingga mendekat untuk kemudian melumat lembut bibir menggoda itu secara bergantian.

Joohyun dengan perlahan menarik diri lalu menepis beberapa tetes air yang menghujani wajah lelakinya. Menatap sendu yang sekali lagi netranya seperti memohon untuk jangan berubah.

"Iya, jangan pernah Seokjin. Jangan meninggalkanku." []

***

Bukankah ini terlalu menye-menye wahai kawan-kawanku yang budiman?

Practice Makes Perfect ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang