Chapter 06

2.2K 216 25
                                    

Lima menit berlalu semenjak Seokjin mengajaknya untuk berkencan, Joohyun sama sekali tak bergerak. Wajahnya semakin ia sembunyikan pada dada bidang di depannya. Sementara Seokjin sendiri kebingungan-----takut jika ia salah bicara. Takut jika wanita di dekapannya itu tak menyukai caranya yang terkesan terburu-buru.

"Hei, tak mau ya? Tak apa jika tak----" Seokjin terdiam kala dirasakannya wanita itu menggeleng cepat.

"Berbicaralah, jangan seperti ini." Bukannya menurut justru Joohyun malah semakin memeluknya erat. Percayalah, tak satu katapun keluar dari mulutnya semenjak Seokjin berbicara soal kencan.

Seokjin yang mulai bosan dirinya memberanikan diri untuk mendorong pelan bahu Joohyun, masih dengan tatapan lembutnya ia berbicara. "Mau jadi kekasihku tidak?" sementara lawan bicaranya tak sekalipun berani menatap manik jernih Seokjin. Wanita itu semakin menunduk dalam menyembunyikan rona merah walau sebenarnya siapapun yang menatapnya bahkan dalam jarak satu meterpun tahu jika Joohyun tengah dilanda rasa malu.

Masih tak ada jawaban, kini hanya suara kekehan seorang Seokjin menggema di ruangan itu. Ia tak dapat menyembunyikan lagi rasa gemas pada wanita di hadapannya. Dipeluknya lagi erat tubuh ramping itu seraya menggumamkan kalimat yang mampu membuat jantung Joohyun berdetak tak karuan.

"Kalau begitu, mulai malam ini kita berkencan."

Kau tahu apa respon yang diberikan Joohyun?

Sangat lucu. Niatnya ingin memprotes namun kini malah bibirnya jadi santapan makan malam Seokjin.

Dalam ciumannya, Seokjin tersenyum seraya berbisik lirih, "Jika kau membalas ciumanku artinya iya." Lagi. Dilumatnya  lembut bibir bawah itu, sangat hati-hati seolah tak ingin menyakiti wanita di depannya. Tak lama setelah itu bibir keduanya saling berpangut mesra. Meninggalkan perasaan bahagia di hati Seokjin-------cintanya diterima. Tak ada lagi sangkalan sebab Joohyun kini tengah menarik lehernya agar lebih mendekat.

"Aku mau." ujarnya selepas ciuman mereka beberapa saat lalu.

Seokjin tersenyum hangat, jemarinya tak berhenti mengelus rambut kecil pada bagian kening wanitanya tanpa melepaskan tatapan itu. "Kau tahu apa artinya?"

Joohyun mengernyit, bukankah sudah jelas? "Kita sepasang kekasih." jawabnya.

Seokjin menggeleng pelan membuat Joohyun semakin mengernyit bingung sekaligus kesal----apa dia hanya bercanda? Setelah menciumnya, apa Seokjin hanya bermain-main? Bibir merahnya otomatis mengerucut membuat Seokjin semakin ingin tertawa.

"Tak hanya itu, sayang---"

Ah, bolehkah Joohyun mendengarnya sekali lagi? Ia menyukainya.

"Kita bukan sepasang kekasih biasa, Bae. Kita tak seperti orang normal lainnya. Kau paham kan maksudku?" kini tangannya kembali merengkuh pinggang ramping itu. Menatap pada satu titik dimana segala keindahan seolah hanya tercipta dari sana------manik bercahaya itu yang tanpa sadar selalu menenangkan Seokjin. Hanya dengan menatapnya, segala kelelahan yang ia rasakan seperti menghilang ditiup angin.

"Aku paham, mungkin bersamamu segalanya akan lebih mudah. Aku percaya padamu." berbeda dengan beberapa saat lalu, kini dengan berani Joohyun tengah menyelami manik itu dalam-dalam. Menyerahkan segala kekhawatiran dalam diri pada pemuda di depannya. Menggantungkan semua harapan mereka pada satu sama lain.

Seokjin tersenyum.

"Mari saling menggenggam untuk waktu yang lama." ucapnya kemudian.

"Jangan sungkan, aku milikmu kini." lanjutnya.

***

Tatapan juga delikan dari semua orang yang kini tengah dirasakan keduanya ketika pertama kali membuka pintu kamar. Seokjin agak canggung ditatap seperti itu, terlebih Jimin yang menatapnya intens----seolah memerhatikan segala gerak gerik hyungnya itu.

"Kita pulang dulu ya semuanya. Terima kasih." ujar Seokjin menunduk, sementara Jimin yang sejak tadi menatapnya kesal hanya dapat pasrah mengikuti Seokjin yang tengah menarik-narik tangannya. Sebenarnya ia ingin lebih lama di sini, namun Jimin juga kelewat penasaran dengan semua situasi yag baru saja terjadi. Menginterogasi Seokjin adalah satu-satunya cara agar keingintahuan dalam dirinya terpenuhi.

Sementara anggota red velvet masih menatapnya takjub. Apa itu benar Jin BTS yang sering mereka lihat? Atau bagaimana bisa seorang Irene red velvet membawa seorang laki-laki ke dalam kamarnya? Apa mereka sedekat itu? B-bagaimana bis-bisa? Semuanya tak masuk akal, terlebih tak ada tanda-tanda jika selama ini keduanya menjalin pertemanan atau semacamnya.

"Unnie kau harus menjelaskan ini semua!" desak Yeri yang sejak tadi tak berhenti mengoceh sebab tingkah kakaknya. Beberapa saat lalu pintu apartemen itu berdentum meninggalkan mereka berlima dengan segala pertanyaan yang membludak.

Terdengar helaan napas keluar dari bilah bibir Joohyun. Tungkainya melangkah pada salah satu sofa ruangan itu yang tanpa disuruhpun para member tengah membuntutinya.

Ia tatap satu persatu mereka yang memasang tampang tak sabar, menunggu kejutan apalagi yang akan diberikan. "Aku berkencan dengan Seokjin." tak ada respon, semuanya terdiam. Terlalu tak masuk akal. Hingga salah satu dari mereka mengeluarkan pertanyaan yang sama sekali tak terdengar meyakinkan.

"B-bagaimana bisa?"

"Hahaha kau bercanda Unnie, sejak kapan kau menyukainya?"

"Apa ini hanya media play?"

Buk.

Kalimat terakhir membuatnya mau tidak mau memukul si pemilik suara. Seulgi tentu saja meringis kecil.

"Dengarkan dulu."

Kembali. Semuanya kembali pada mode serius.

"Aku menyukainya semenjak---"

"Semenjak kau menjadi MC dengannya." semuanya menatap Wendy yang sejak tadi hanya diam. Perkataannya barusan mengejutkan Joohyun---apa ia sejelas itu?

"Bagiku, kau terlalu jelas unnie. Aku belum pernah melihatmu tersenyum kecil saat seseorang berbicara. Atau tertawa lepas hanya dengan sebuah candaan ringan." kini Joohyun yang menjadi pusat atensi. Ia kembali mengingat pada malam itu. Mungkin jika orang lain tersenyum atau tertawa pada tindakan kecil seseorang bisa dikatakan wajar, tetapi seorang Irene hal tersebut merupakan sesuatu yang harusnya dipertanyakan.

"Terlebih itu seorang laki-laki." lanjutnya.

"Aku juga tak mengerti, yang aku pahami sekarang----hanya aku merasa tenang bersamanya. Hanya itu." lirihnya.

"Aku kira kau akan berakhir dengan Suho opaa." ujar Joy.

"Ck. Aku tak pernah berpikir jika unnie menyukainya." Wendy bersuara. "Jika kau tak percaya, lihat saja video ketika mereka menjadi MC. Kau akan paham maksudku."

Joohyun mendelik menatapnya. "Jangan coba-coba."

Tatapan jahil kini ia dapatkan. Joohyun segara beranjak sebelum semuanya bertingkah menyebalkan. []

Practice Makes Perfect ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang