"Aku serius. Kita konfirmasi hubungan kita, hm?"
Joohyun ternyata salah mengira tentang Seokjin yang tidak cukup berani. Ia paham, prianya hanya menunggu dan tak mau terburu-buru perihal mengumumkan. Meski begitu, rasanya tetap sulit mengingat milyaran manusia tengah mengagumi sosok laki-laki di sampingnya. Cacian serta makian sudah pasti ia terima, namun yang lebih buruk ialah ketika hal tersebut berdampak pada grup. Ia akan sangat menyesal jika sesuatu yang buruk menimpa anggota serta lelakinya.
Lalu dengan potret kedua? Tak ada yang bisa mentolelir itu, sebab tak ada yang paham bagaimana peristiwa dibalik kemudi pada malam selepas konser kala itu. Ia seperti peselingkuh ulung jika dilihat dari pandangan awam. Kau bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya.
"Bagaimana dengan penggemarmu?"
Seokjin tersenyum lembut, menyandarkan kepala pada bahu mungil di sebelahnya. Lengannya membungkus lengan yang lain seraya menautkan jemari lentik mereka. Favorit keduanya.
"Army-ku orang baik, mereka akan menyukainya."
Joohyun terkekeh ringan sebelum mengucap, "Jangan terlalu naif, kau tahu manusia kadang bisa seperti apa."
"Aku tidak naif, aku hanya percaya. Sebaik-baiknya penggemar itu yang tidak berlebihan, aku akan sangat menghargai orang-orang yang bersikap netral pada urusan pribadiku. Jika mereka marah dengan alibi takut membuat kualitas grup menurun----itu pemikiran yang salah, sayang."
Nyatanya memang demikian, sebagian orang beralibi ketika mendapati idola mereka berkencan------aku hanya takut itu akan mempengaruhi grupnya, bagaimana jika nanti ia sibuk berpacaran dan mengabaikan pekerjaan?
Ck, klasik. Mereka hanya tak rela jika Seokjin sudah dimiliki Joohyun, sebab selalu menganggap idola mereka seorang yang ideal untuk dijadikan seorang kekasih---ini hanya salah satu contoh dari banyaknya alasan. Hei, sadarlah! Luka yang kau dapat bukan tanggung jawab idolamu. Menurutmu Seokjin harus menyembuhkan berapa hati? Sementara yang demikian pasti mencapai ribuan. Ia hadir sebagai seorang penyanyi, tak melulu harus membuatmu bahagia. Kau hanya lupa mereka juga seorang manusia yang perlu dibahagiakan.
Sudah kubilang, masalah hati itu berbeda urusan------------apapun alasannya.
"Terdengar klise tapi begini nyatanya, jatuh cinta padamu membuatku lebih bersemangat. Bagaimana bisa kualitasku menurun jika kau saja tak pernah marah ketika aku terlambat datang sebab pekerjaan. Kau itu terbaik, Bae." jemarinya terulur pada rona merah yang kentara, mengelusnya namun malah semakin bersemu. Kekeke lucu sekali.
"Singkatnya, Bae Joohyun yang membuat segalanya menjadi lebih mudah-----kekasihku ini."
Hangat menjalar ketika kalimat semacam itu menyapa rungu, mendebar dua kali lebih cepat, berdesir ke seluruh permukaan kulit, dan menggelitik pada bagian bawah dadanya. Ah, Joohyun sangat menyukai sensasi ini.
"Jadi bagaimana, hm?"
Usai hembuskan nafas untuk hilangkan gugup, Joohyun menatap penuh pada iris teduh milik prianya, mencari keyakinan lewat sorot penghasil tenang kebutuhannya. Setelahnya meraba surai halus pada dahi milik si pemuda, sedang netra elok miliknya senantiasa mengikuti pergerakan jemarinya. Mengamati lebih dalam tanpa mau ada satu hal pun yang dilewati.
"Haruskah?" jelas keraguan masih kentara di sana.
"Dengarkan aku,----"
"Keduanya menakutkan Seokjin-ah." potongnya segera, membuat Seokjin terdiam menatapnya sendu. Si pemuda sangat paham.
"Kakekmu. Penggemarmu. Mereka semua menakutkan. Tapi aku juga tak punya nyali untuk berpisah denganmu."
Dibawanya tubuh mungil itu pada dekapan, hangat langsung menjalar ketika tubuh keduanya menjadi tanpa jarak. "Takkan ada yang berpisah, sayang. Kau berpikir terlalu jauh."
"Jangan takut lagi, ada aku. Percaya padaku." begitu bisiknya.
***
Usai pelukan sepanjang malam, pada akhirnya Joohyun menyerah. Kembali terbuai pada titik itu, menyerahkan diri pada Seokjinnya.
Hanya percaya padaku. Dan Joohyun lalu menurut tanpa mau melepaskan dekapan. Sepanjang malam sampai pagi menjelang.
Dan hal gila lainnya tengah menanti ketika tepat hari ini pukul delapan malam, di depannya, Lee Soman menatap penuh atensi pada keduanya.
Ruangan yang sudah beberapa kali Joohyun kunjungi namun begitu asing untuk Seokjin menjadi saksi bisu pertemuan tak terduga itu. Raut wajah Lee Sajang-nim tidak terbaca. Mengamati setiap pergerakan keduanya, seperti menilai.
Helaan nafas terdengar panjang, pria setengah baya itu tampak frustasi sebelum akhirnya berujar seperti ini, "Jadi kau ingin mengonfirmasi hubunganmu yang mana, Bae Joohyun-ssi?"
Raut bingung jelas kentara pada wajah keduanya, Seokjin juga Joohyun terperangah ketika mendapati dua carik kertas bercetak familiar, menampilkan potret mereka di sana------dan Kim Junmyeon tentu saja.
Seperti tak ingin jawaban sebab pertanyaan sebelumnya hanyalah basa-basi, Lee Sajang-nim terkekeh samar kemudian. "Dan kau Kim Seokjin-ssi! Aku tahu kalian bersama sejak dulu, dan aku tak masalah hanya untuk mengonfirmasi hubungan kalian pada publik." bahkan satu kata pun belum sempat terucap dari bibir keduanya, sepanjang duapuluh menit dalam ruangan mereka hanya mencuri dengar dan menautkan jemari di bawah sana.
"Bahkan salah satu anak didikku akan segera menikah. Tsk, aku bahkan lebih banyak membuat headline berita kencan daripada terkait pekerjaan artisku. Aku sudah terbiasa untuk itu, Seokjin-ssi." lagi, tak ada sautan. Seokjin seolah paham kemana ini akan berakhir.
"Tapi, ------" ya, dia sudah paham.
"Keluargamu bisa saja menutup agensiku dengan mudah, kau tahu?"
See? Permasalahannya selalu pada hal yang sama. Dan Seokjin muak.
Kelopak yang sejak tadi hanya tertunduk pasrah kini perlahan mendongak. Menatap lurus dalam keyakinan. Sedang sepasang jemari di bawah sana masih bertaut seolah saling memberi keberanian, berharap jika dunia masih mampu berlaku adil.
"Kami duduk di sini hanya ingin meminta persetujuanmu. Saya mengerti dan saya tahu ini takkan mudah. Kami hany---"
"Bagaimana dengan Bighit?" sejujurnya Lee Soman sudah terlampau lelah dengan permasalah semacam ini, begitu pelik dan melelahkan. Ia juga sudah tak sanggup lagi mendengar alasan-alasan klasik tentang percintaan anak muda. Ia sudah paham jadi berhenti berbicara adalah hal terbaik.
"Bang PD-nim sudah memberikan restu. Lalu---"
Lalu semakin gugup ketika netra gelap itu menatap keduanya bergantian, tatapan datar juga tak terbaca. Sedang sebelah tangannya terangkat memberi gesatur untuk berhenti.
Hah, Lee Soman kini benar-benar lelah.
"Pergilah. Aku merestui kalian."
Satu kalimat akhir sebelum keduanya mencapai daun pintu, "Urus permasalahan keluargamu dulu sebelum membuat janji. Setelahnya kau bisa menghubungiku lagi."
[]
***
Apa ceritanya mulai ngebosenin? I think, yes! Jadi, author minta masukannya ya. Kritik dan saran setelah kalian baca sampe chapter ini seperti apa? Author akan sangat mengapresiasi komentar kalian terkait isi cerita ataupun terkait gaya penulisan.
And thx u yang selalu vote dan komen. I hope u guys enjoy! ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Practice Makes Perfect ✔
RomanceSeokjin tak pernah mengira jika jatuh cinta akan semenyenangkan ini. Ia stagnan kala manik mereka saling menatap untuk sepersekian detik. Jantungnya berdesir ketika kulit mereka saling bersentuhan tanpa disengaja. Rungunya tak kalah hebat, ia mendad...