Sepuluh

4.5K 200 14
                                    

Sesampainya di rumah pak Badri belum melihat tanda-tanda adanya anak-anak panti dan lain nya.

Agaknya mereka masih di pemakaman, baguslah, pikir pak Badri.

Pak Badri segera masuk ke dalam rumah nya, dan sebelum itu memastikan kalau rumah nya masih kosong kala itu.

Ttok... ttok... ttok...

Pak Badri nengetuk pintu, ia sempat mencoba melihat ke dalam melalui jendela namun benar tidak ada siapapun di dalam rumah nya.

Segera ia masuk ke dalam rumah nya dan kemudian seseorang mengenakan jubah hitam dan penutup kepala hitam tengah berdiri di belakang pak Badri.

Parasnya nampak seperti wanita, ia mengikuti langkah-langkah pak Badri, ikut masuk ke dalam rumah nya sambil membawa, pisau.

Pak Badri pergi menuju dapur untuk mengambil minum, dan benar saja seseorang dibelakangnya mengikuti pak Badri sambil menyiapkan pisau di belakang punggung nya.

Pak Badri belum menyadari keberadaan seorang yang terlihat seperti wanita tersebut, ia terus meneguk air karena sangat-sangat haus.

Dan kemudian pak Badri meletakkan gelas nya di meja dan berbalik.

Jleeeb....

Seseorang yang sedari tadi membuntuti pak Badri menusuk pak Badri.

"Mati kau Badri" lirih dia,

Pak Badri menahan sakit di perutnya, sedangkan wanita itu terus menusuk perut pak Badri.

"K-k-kamu?!"ucap pak Badri dengan mata melotot,

Wanita tersebut kemudian mencabut pisau di perut pak Badri.

Pak Badri ambruk, perutnya terus mengucurkan darah, diikuti mulutnya yang perlahan mengeluarkan darah.

Wanita tersebut kemudian mendekat ke arah pak Badri sambil mengelap darah pak Badri yang menempel pada pisau, ia membersihkan nya dan menggesekkan nya ke pipi pak Badri.

"Kau pikir? Kamu akan menjadi pahlawan? Hmm?" Ucap wanita itu,

"K-k-kenapa k-k-kamu! Lakukan i-ini s-semua?!" Bentak pak Badri,

"Karena mereka telah merenggut kebahagiaan ku!" Balas wanita tersebut,

Kemudian wanita itu mengangkat pisau tersebut dengan kedua tangan nya dan,

Craaat....

Ia menusukkan pisau tersebut ke kepala pak Badri dan darah, kembali keluar dari kepala pak Badri.

Wanita tersebut kemudian berdiri, sambil tersenyum puas, lalu ia pergi keluar dari rumah tersebut.

***

Bu Fatma dan anak-anak kembali kepanti asuhan, masih dengan wajah yang terisak Dimas menggandeng bu Fatma, takut terjadi apa-apa.

Sesampainya di panti, bu Fatma sedikit terkejut, melihat pintu rumah terbuka lebar.

Bu Fatma kemudian berlari menuju rumah, perasaan nya mulai tidak enak.

"Badri?!" Seru bu Fatma,

Bu Fatma tidak mendengar jawaban, ia celingak-celinguk mencari pak Badri.

"Badri!" Teriak bu Fatma,

Bu Fatma kemudian berjalan menuju dapur, mengecek apakah pak Badri ada disana atau tidak.

Dan kemudian,

"Haaa... BADRI!!!!" bu Fatma histeris,

Anak-anak Panti sontak berlari menuju dapur, dan melihat bu Fatma yang tengah terduduk histeris.

Semuanya sontak histeris, melihat darah yang begitu banyak, dan pak Badri yang pucat dengan penuh luka tusuk.

Bu Fatma sangat histeris dan kemudian lemas, dan,

Brukkk...

Bu Fatma pingsan, Dimas dan Reza dengan sigap menahan tubuh bu Fatma dan keduanya bersama-sama membawa tubuh bu Fatma yang lemas ke sofa.

"BAPAK!!!" Teriak Asmara yang bari datang,

Asmara menghampiri pak Badri yang terkapar lemas, dan memeluknya erat.

"Bapak! Bangun pak! Pak! Bangun!" Ucap Asmara sambil menangis,

Semua anak Panti tidak tega melihat nya, semua anak panti terharu tapi mereka juga ngeri melihat ini semua.

Bayangkan saja di umur mereka yang belum terlalu dewasa, mereka hampir belakangan ini disuguhkan dengan pemandangan mengerikan.

Asmara terus menangis sambil terus memeluk pak Badri dalam dekapan nya.

Anak-anak panti berlindung dibalik tubuh April, agaknya mereka sedikit ngeri melihat darah pak Badri yang bercucuran kemana-mana.

Asmara kemudian mencium kening bapaknya, dan berharap bapaknya akan bangun, namun sepertinya pak Badri sudah meninggalkan Asmara untuk selama-lamanya.

April mencoba mendekat ke arah Asmara, mencoba menenangkan Asmara.

"Kak..." lirih April pelan,

Asmara menoleh ke arah April sesaat dan kembali menatap wajah bapaknya yang penuh darah.

Asmara terus menangis, tak bisa membayangkan 2 orang mati 2 hari berturut-turut.

"Sstt... anak-anak!" Lirih bu Andin pelan,

Anak-anak menoleh ke arah bu Andin,

"Biarkan kak Asmara sendiri... ayo ikut ibu" ajak bu Andin,

Anak-anak menuruti perintah bu Andin, agaknya memang benar kak Asmara mungkin butuh waktu untuk menyadari hal ini.

Rupanya panti asuhan saat ini bukan lagi panti asuhan, keadaan saat ini tidak seperti dulu yang hangat dan damai, namun penuh dengan kengerian dan darah.

***

"Karena kematianmu adalah tawa bagiku dan tawa adalah candu dalam hidupku"

***


Tanah TeluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang