Enam Belas

4.1K 175 9
                                    

Leher nya kaku, kepalanya tak bisa ia gerakkan, bak sebatang kayu yang tengah digenggam.

Tiba-tiba,

Buaaakkkk.....

April membenturkan kepalanya ke meja makan.

Sontak anak-anak panti terkejut, dan langsung berteriak.

Buaakkkk....

April terus membenturkan kepalanya ke meja, bahkan seperti palu yang tengah memaku sebuah paku.

Darah mulai terlihat, anak-anak mundur beberapa langkah dari meja makan sambil menatap April yang terus membenturkan kepalanya.

Bu Andin melindungi anak-anak dan berteriak memanggil bu Fatma.

"Bu! Bu Fatma!" teriak bu Andin,

Bu Fatma tak kunjung keluar dari kamar Reza, dengan terpaksa bu Andin menghampiri bu Fatma.

Sementara April terus saja membenturkan kepalanya dan semakin lama, benturan nya semakin keras.

Anak-anak panti hanya diam menonton April yang tengah tersiksa, mereka ingin membantu tapi mereka bingung sekaligus takut, apa yang harus mereka lakukan.

Riri kemudian mencoba menolong, ia menghampiri April dan mencoba menahan kepalanya, namun sayang Riri justru terpental dan tubuhnya kejang-kejang.

Bu Fatma dan bu Andin kemudian muncul, bu Fatma lari menghampiri April dan bu Andin mencoba membangungkan Riri yang kejang-kejang.

Bu Fatma memegang kepala April dan kemudian menjambak rambut April hingga April jatuh kebelakang, sedangkan Riri tubuhnya tetap kejang dengan mata nya berubah menjadi warna putih pucat.

Tubuh Riri mulai pucat, bu Andin yang melihat nya sedikit takut, hingga bu Andin sedikit memundurkan posisi nya, menjauh dari Riri.

"Riri..." panggil bu Andin,

Krakkk....

Seketika tubuh Riri tiba-tiba melekuk, dan kemudian berdiri tegap dan melayang di udara.

"MATI!!! MATI!!! MATI!!! AWAKMU ORA ISO METU SOKO KUTUKAN KU!!" (Mati! Mati! Mati! Kamu tidak bisa keluar dari kutukan ku) teriak Riri dengan suara nya yang berat dan menyeramkan.

Bu Andin sontak melotot sambil memundurkan badan nya, perlahan demi perlahan.

Kemudian bu Andin, bangkit dan berlari menjauh dari Riri, namun seketika.

"ARRRGGGHHH!!!!!" teriak Riri,

Bu Andin sontak terpental, seperti ada sesuatu yang menarik nya.

Tubuh bu Andin menghamtam tembok dengan sangat keras hingga membuat bu Andin sedikit lemas.

"ANDIN!!!" teriak bu Fatma,

"HAHAHAHAHA!!!" Riri tertawa sambil menatap wajah bu Fatma,

"Sopo Awakmu?!" (Siapa kamu?!) teriak bu Fatma dengan berteriak.

"ARRRGGGGHHH!!!! ARGHHHH!!!! ARGGHHH!!!!!" teriak Riri,

Riri hanya berteriak, sambil menutup telinganya.

Bu Fatma dan anak-anak lain nya, hanya menatap Riri yang seperti kesakitan.

"DIMAS!!!! DIMAS!!!" teriak Riri,

Bu Fatma dan lain nya sontak menoleh ke arah Dimas, ada apa dengan Dimas? Kenapa Riri menyebutkan nama Dimas dengan kondisi kesakitan.

Riri terus mengerang, dan kemudian tubuhnya semakin naik ke atas, wajah Riri mendongak, warna putih di matanya mulai bercampur dengan warna hijau pucat ditambah urat-urat yang muncul di wajah Riri.

"ARRGHHH!!!!"

Riri berteriak dengan mulut nya yang melebar, membuat luka jahitan di sekita mulutnya perlahan terbuka kembali, dengan darah yang mulai mengucur dari lukanya.

Brukkk....

Riri ambruk setelah itu, setelah ia meneriakkan nama Dimas dan berteriak yang menyebabkan luka di pipinya kembali terbuka.

Bu Andin kemudian ikut Ambruk, ia terbatuk-batuk, begitu juga dengan Riri.

Bu Fatma kemudian menghampiri Riri yang tengah terkapar dengan terbatuk-batuk.

"Riri kamu gapapa Riri?" tanya bu Fatma,

Riri tak menjawab pertanyaan bu Fatma, ia tak dapat berkata-kata karena ia terus batuk dan badan nya sangatlah lemas.

Kemudian bu Fatma pergi meninggalkan Riri dan menghampiri telefon.

Bu Fatma menekan tombol di telefon dengan sangat cepat, dan kemudian mendekatkan telefon ke telinga nya.

"Halo! Cepat kesini! Bawa kami ke Desa Getih Ireng! Cepat!" seru bu Fatma.

Kemudian bu Fatma menutup telefon sambil memegang kening kepalanya.

***

Seorang pria membawa pick up berwarna biru dongker miliknya dengan kecepatan tinggi.

Bu Fatma duduk dibelakang sambil meletakkan kepala April di paha nya dan meletakkan kepala Riri di pundak nya, sambil sesekali mengelus kepala keduanya.

Reza, Dimas, dan bu Andin berada di dalam mobil bersama seorang pria yang menyetir mobil pick up.

"Awale yaopo seh mbak? Kok iso sampe koyo ngene?" (Awalnya gimana si mbak? Kok bisa sampai kaya gini?) tanya pria tersebut,

Bu Andin menoleh ke arah pria tersebut sebentar dan kembali menatap arah depan.

"Ora ngerti" (nggak tau) ucap bu Andin singkat,

Pria tersebut sempat melirik ke arah bu Andin, kemudian kembali fokus menyetir sambil sesekali bersiul untuk mengusir kesepian.

"Ee.... Arek-arek iki gak digowo nang rumah sakit ae toh mbak?" (Anak-anak ini gak dibawa ke rumah sakit aja mbak?) tanya pria tersebut,

Bu Andin mengabaikan nya dan kemudian melirik ke arah pria itu.

"Onok seng arep dimarekno disek nang ndeso mas" (ada yang mau diselesaikan dulu di desa mas) jawab bu Andin dingin,

"Loh yaopo seh? Wayahe lak nang rumah sakit disek toh mbak! Baru nang ndeso, wes tak puter balik ae!" (Loh gimana sih? Harusnya kan ke rumah sakit dulu mbak! Baru ke desa, sudah aku puter balik saja!) balas pria tersebut,

Bu Andin kemudian menoleh ke arah pria tersebut dengan tatapan tajam yang mengintimidasi.

"Sampeyan ora usah melok-melok iso ora?" (Anda gak usah ikut-ikut bisa gak?) tanya bu Andin,

Pria itu sontak terdiam, ia tidak mau lagi berbicara karena ia tahu, bu Andin bukanlah lawan bicara yang baik, apalagi disaat seperti ini yang mungkin membuatnya bingung bercampur emosi.

Pria tersebut terus melajukan kendaraan nya, hingga akhirnya sampai lah mereka di sebuah desa yang pernah anak-anak panti tinggali dan pernah mengukir sejarah kematian yang mengerikan.

"Sandi! Kiki! Ayo bangun nak! Kita sudah sampai" ucap bu Fatma sambil mengguncang-guncangkan tubuh Sandi dan Kiki.

Yah... benar mereka kembali ke desa asal pak Badri.

Desa Getih Ireng.

Tanah TeluhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang