06| Baju Olahraga

37 12 8
                                    

"Ganti baju dulu bisa?ini udah jam olahraga kelas kami."

***


Arjuna mendribble bola basket tidak se-semangat biasanya. Ia mengoper bola kearah Zafa, lalu berjalan menjauh dari lapangan. Hatinya sedang tidak baik-baik saja hari ini. Kakinya ia langkahkan menuju tribun, lantas ia duduk dan bersandar di kursi tribun. Sendirian? Oh tentu saja tidak, sejak 15 menit lalu anak-anak perempuan sudah duduk rapi disitu.

Tapi tentu saja, tidak ada Aruna disana. Entah gadis itu dimana sekarang, Arjuna mencoba me-masabodokan Aruna untuk sementara.

Ia menatap lurus kearah teman-temannya yang sedang merebutkan bola basket dan saling menunjukkan keahlian mendribble bola. Disana ada Zafa dan Ashta yang sedang berebut bola basket untuk di-dribble, lalu ada Ardi si biang onar kelas XI IPA 1 sedang bersandar di tiang basket, entah apa maksudnya.

Sudah memejamkan mata dan berusaha menepis semua pikiran yang melibatkan Aruna, tetap saja, Arjuna masih terbayang-bayang akan sosok gadis itu. Padahal, sudah sekeras mungkin ia mencoba mengabaikan gadis itu.

Sepuluh menit berlalu, bahkan waktu olahraga sudah habis. Arjuna dan teman-temannya sudah berganti pakaian dan sudah siap menuju ke kelas. Sebenarnya ini adalah jam istirahat, tetapi Arjuna memilih untuk langsung menuju kelas, karema tidak nafsu makan.

"Nggak ke kantin bray?" Zafa menepuk pundak Arjuna tiba-tiba, lalu dibalas sahutan oleh pemuda itu, "Males."

"Kenapa sih lo? Daritadi di lapangan udah kelihatan kayak badmood gitu. Ga enak badan ya?" Zafa ikut duduk di sebelah Arjuna, yang membuat pemuda itu terpaksa menoleh.

"Enggak, emang lagi nggak nafsu makan aja. Gue mau ngurus keperluan jurnalistik." Jawab Arjuna, pada faktanya.

"Oh iya gue lupa, yaudah gue cabut dulu sama Astha ya." Kata Zafa yang kemudian diangguki oleh Arjuna.

Arjuna berdiri, mengingat dirinya harus mengurus keperluan jurnalistik. Padahal, kepalanya sedang sangat pusing sekarang. Entah kenapa, dirinya kepikiran Aruna. Dimana gadis itu? Kenapa ia tidak kelihatan sejak tadi? Bahkan Nay dan Shiren pun tidak nampak batang hidungnya sejak tadi.

Ah entahlah, Arjuna menepis sejenak tentang Aruna. Ia melanjutkan langkahnya menuju ruang jurnalistik.

***
"Nadin sama Aqila nanti pulang beli styrofoam sama keperluan-keperluan yang lain, ini udah ada list buat belanja. Kita punya dana tiga ratus ribu, kayaknya cukup buat belanja itu semua," Arjuna terlihat berbicara disebelah Araz, anak-anak jurnalistik terutama Nadin dan Aqila mengangguk paham,lalu Arjuna melanjutkan kata-katanya.

"Kita butuh tema yang menarik pastinya, jadi sepertinya untuk minggu ini kita pakai tema yang sudah kita sepakati kemarin, yaitu bully." Tukas Arjuna, tegas, kehilangan wajah tengilnya saar dalam kondisi seperti ini.

Nadin dan Aqila selaku koordinator yang namanya disebut mengangguk paham, lalu Araz juga ikut berbicara, "Untuk acara tukar kado, yang pegang Andra dan Geisha. SMA Garuda punya tiga puluh lima anggota jurnalistik dengan catatan lima belas anggota laki-laki dan dua puluh perempuan, sedangkan kita punya empat puluh tiga anggota jurnalistik dengan kondisi tujuh belas anggota laki-laki dan dua puluh enam anggota perempuan, jadi, udah ada catatan yang ditempel di dekat papan tulis. Jadi aturannya adalah anak perempuan beli kado buat laki-laki, sedangkan anak laki-laki beli kado buat perempuan. Tapi karena keadaannya lebuh banyak anak perempuan, Ada beberapa perempuan yang beli kado khusus perempuan. Ada pendapat lain?" Araz yang berperan sebagai ketua Jurnalistik, berbicara penuh wibawa didepan anggota-anggota jurnalistik lain.

Semua anggota disana mengangguk paham, "Pertemuan sampai sini dulu, kalau ada perubahan akan disampaikan melalui grup WhatsApp kita." Final Araz akhirnya.

Sampai ketika semua anggota sudah akan menuju pintu, gadis berperawakan kurus, dengan rambut diurai, datang. Semua orang tahu kalau dia adalah ketua PMR.

Gadis itu bernama Anisa, ia berdiri didepan ruang jurnalistik dengan panik, lalu kata yang keluar dari mulut Anisa, membuat seseorang didalam ruang jurnalistik memucat.

"Kak Arjun! Kak Aruna pingsan di taman belakang sekolah. Aku sama kak Nay dan kak Shiren ga kuat bawa dia ke uks." Katanya.

Rahang Arjuna menegas, "Kenapa ga nyamperin dari tadi?"

"Dia baru aja pingsan kak! Buruan!" Akhirnya, kaki jenjang Arjuna berlari menerobos anak-anak yang baru saja akan keluar dari ruang jurnalistik, ia berlalu sepanjang koridor, melupakan Araz yang tadinya akan mengajaknya mengarsipkan puisi-puisi di mading karena akan diganti dengan yang baru

***
"Dimakan dulu rotinya." Tak banyak basa-basi seperti biasanya, Arjuna hari ini.

Aruna yang disodorkan roti isi selai nanas kesukaannya menggeleng, "Gamau."

"Makan dulu." Titah Arjuna, wajahnya tetap saja dingin.

"Lo kenapa sih Jun? Ada masalah? Ceritain dong." Aruna menanyai Arjuna yang akhirnya tidak jadi memberikan roti isi nanas.

"Gue? Gapapa kok." Jawab Arjuna, mengganti roti isi nanas dengan teh hangat. "Nih, minum teh dulu." Akhirnya, tanpa menolak lagi karena takut Arjuna akan marah, Aruna menerima segelas teh hangat yang disodorkan Arjuna padanya.

Arjuna membantunya untuk minum teh hangat, setelah Aruna meneguk teh hangat sampai tersisa setengah, Arjuna meletakan gelas itu di meja.

"Lo pingsan kenapa sih?" Bingung Arjuna. Jarang sekali perempuan ini pingsan, bahkan dari kecil, Arjuna hanya menemukan gadis itu pingsan mungkin baru tiga kali.

"Gatau, lemes dari waktu olahraga tadi." Jawab Aruna, tak se-ngegas biasanya. Pernyataan Aruna dibalas decakan oleh Arjuna, "Lo sih pinjem-pinjem baju Gano segala."

"Eh? Apa hubungannya?" Arjuna terkesiap mendengar Aruna berbicara, "E-enggak kok. Maksudnya lo sih kenapa nggak istirahat dari sebelum olahraga aja. Lo sakit?"

Aruna yang merasa ada keanehan dari Arjuna mencoba bodo amat. "Ck, gue nggak sakit. Lagi pms aja."

"Oalah, bilang dong daritadi. Udah mendingan belom sih? Gue ketinggalan dua jam pelajaran Matematika." Arjuna memasang wajah yang membuat Aruna ingin memakan pemuda itu hidup-hidup.

"Yaudah sono ke kelas. Gue sendiri aja." Ketus Aruna, lalu Arjuna terkekeh, "Canda wei santuy."

Arjuna menghentikan kekehannya, lalu kembali berujar, "Lo kenapa ga bawa baju olahraga sih?"

"Lupa gembleng!"

"Makanya yang diinget itu jangan Gano terus, tuh kan." Arjuna mendorong kepala Aruna sampai hampir kejedot dinding.

"Ih Arjun kasar!" Kesal Aruna ikut mendorong kepala pemuda itu, "Ngajak berantem lo?"

"Wush, enggak-enggak." Arjuna menjauhkan kepalanya dari gadis itu, lalu akhirnya duduk kembali di kursi, sampai seseorang datang dan kepalanya terlihat menyembul di pintu.

"Ganti baju dulu bisa? Ini udah jam olahraga kelas kami."

***
Hehew
Aku nyicil update dong ya
1000 word dah cukup, gpp kan?

See you on next part👋

ProditorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang