🎨
"Lukisan kamu minggu-minggu ini tampaknya lebih banyak yang monokrom ya Gan." Suara bariton, tegas, dan penuh penekanan terdengar di telinga Gano.
Pemuda yang sedang berbaring di kasur king size langsung bangkit tanpa basa-basi. Pemuda yang sering disebut-sebut sebagai most wanted di SMA Adiputra setelah Arjuna itu, berjalan menuju sang papa yang sedang memperhatikan lukisannya dua hari lalu yang baru saja dilukisnya.
"Cat akrilik yang warna lagi habis Pa, jadi sementara Gano pake yang item putih." Jawabnya, menoleh kearah lelaki paruh baya yang rambutnya sudah memutih itu.
"Nanti papa ambilkan lagi di toko, hidupmu kayak suram ngelukis-ngelukis yang kayak gitu. Oh iya, apa kabar Arjuna? Bagaimana anak itu sekarang? Masih sering ikut lomba melukis?" Tutur tajam dari lelaki yang dipanggil Gano 'papa' itu membuat Gano menghembuskan nafasnya kasar.
"Udah enggak melukis lagi, sejak dua bulan lalu." Jawab Gano, seadanya.
"Kenapa? Halah papa sih terserah, yang penting dia enggak ikut lomba-lomba melukis lagi kan? Itu lebih baik pastinya." Lelaki yang rambutnya sudah putih itu berkata dengan santainya, siapa lagi lelaki itu kalau bukan Mahesa Sailendra. Pelukis yag terkenal ditakuti oleh para pelukis-pelukis terkenal lainnya karena wajah tegasnya yang kejam. Yang sekarang sudah punya perusahaan khusus alat lukis terbesar se-Asia.
***
Lima laki-laki bertubuh besar dan berbaju hitam, berdiri meng-kawal Gano, yang membuat pemuda itu merasa risih."Kalian tunggu di mobil aja kenapa sih? Risih banget gue mau ketemuan sama Aldi pake acara-acara dikawal gini." Kesal Gano yang sedari tadi sudah menahan agar tidak memprotes bodyguard-bodyguard suruhan papanya, yang setiap ia keluar akan selalu membuntuti kemana ia pergi.
"Ini sudah perintah bapak Mahesa, Tuan muda." Ucap salah satu bodyguard itu, yang merupakan bodyguard yang paling tinggi dan bertubuh gempal ketimbang bodyguard-bodyguard lain.
"Kalian tunggu diluar aja sana, gue mau makan." Usir Gano mengibaskan tangannya.
"Baik Tuan muda, kami tunggu didekat mobil." Kata bodyguard yang namanya Gerald itu sambil menunduk hormat.
Setelah masuk ke kafe 'penikmat senja', Gano mengedarkan pandangannya. Mencari keberadaan sahabatnya, Aldi.
Sampai ketika tangan putih melambai-lambai di sudut kafe, Gano langsung tersenyum sumringah dan menghampiri seseorang yang melambaikan tangan kepadanya.
"Udah lama bro?" Kata Gano yang langsung dibalas decakan oleh Aldi, "Udah hampir lumutan gue nungguin lo disini."
"Hehe sorry." Gano terkekeh, lalu diam dan menghilangkan wajahnya yang sering disebut-sebut ramah dan friendly.
Mata Gano menajam, menatap Aldi yang menyeruput coklat panas. Aldi terkekeh pelan, "Ada perlu apa lo ngajak gue ketemuan nih? Kayaknya penting banget."
"Nggak, lagi bosen aja dirumah." Jawab Gano, yang sedang memanggil salah satu pelayan di kafe.
"Mas, roti bakar keju dua, kejunya dibanyakin. Terus coklat dingin satu. Es batunya juga banyakin." Kata Gano cepat, tanpa basa-basi.
Pelayan kafe itu mengangguk setelah mencatat pesanan Gano, dan berlalu dari meja yang sedang ditempati Gano dan Aldi.
"Yakin gaada yang mau diceritain?" Goda Aldi, yang membuat Gano mengusap wajahnya.
"Ada." Kata singkat dari Gano cukup membuat Aldi mengerti, banyak sesuatu yang akan diceritakan oleh pemuda itu.
"Yaudah ceritain." Aldi kembali menyeruput coklat-nya, lantas bersedekap dada, "Masalah cewek?" Tebaknya.
Gano yang tadi menunduk memainkan jemari-nya di meja, kini mendongak, menatap Aldi yang matanya penuh intimidasi.
"Kok tau?" Tanya Gano, setelah menerima dua porsi roti bakar dan coklat dingin yang diantarkan oleh pelayan.
"Apa sih yang nggak gue tau tentang lo?" Kata Aldi, memperhatikan Gano yang sedang mengunyah roti bakar dihadapannya.
"Lo natap gue jangan kayak gitu lah, ntar naksir jadi trending topik lo. Mau emang dibilang homo?" Kata Gano, sembari mendorong sepiring roti bakar yang belum disentuhnya, "Tuh roti bakarnya, gue traktir."
Aldi terkekeh, sudah mengetahui tabiat Gano yang selalu mentraktir roti bakar setiap kali ke kafe.
"Mau ngomongin apa sih lo? Gece ah gue mau jemput Aline." Ujar Aldi.
"Ini Minggu, kok jemput Aline?" Tanya Gano heran, pemuda itu sedang menggigit es batu balok yang berukuran kecil.
"Halah kayak nggak tau aja lo. Aline kan taekwondo kalo hari Minggu. Dimarahin nyokap ntar gue kalo nggak jemput adik kesayangan gue itu." Kata Aldi, memperhatikan Gano yang sedang menghitung jumlah es batu yang ada di gelas. 'Kurang kerjaan' pikir Aldi.
"Sembilan, sepuluh, sebe--
"Kurang kerjaan lo ngitungin es batu gitu. Cepet mau ceritain apa lo?" Kesal Aldi, yang sudah gemas melihat Gano yang tak kunjung bercerita.
"Gue mau nembak Aruna." Empat kata dari Gano membuat Aldi menggebrak pelan meja, karena menghargai pelanggan di kafe.
"Yang bener lo?" Tanya Aldi, memastikan.
"Apa sih yang lo ragukan?" Tanya Gano balik, karena sepertinya Aldi tidak setuju ia dengan Aruna.
"Lo kan nggak suka sama tu cewek, kenapa lo mau nembak doi?" Tanya Aldi lagi, membuat Gano mendesis,
"Gue cuma mau bales dendam." Jawab Gano memasang senyum devilnya. Senyum yang tidak pernah diperlihatkan oleh orang-orang selain Aldi, Arjuna,dan dia.
***
Pendukung Gano mana nih?
Tim ArunaGano atau tim ArunaArjuna?
Udah tau kan kalo Gano tuh nggak sebaik yang dipikirkan?Kalian maunya sad ending atau happy ending?
Ini baru seperempat tentang Gano, kayaknya digambarkan di part-part lain aja ya.
Biar penasaran:v
Dari part ini, kalian jadi tau dong apa tujuan aku kasih emot palet disetiap awal part.Entah kenapa aku jatuh cinta banget sama Gano ahaii😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Proditor
Ficção AdolescenteSemua orang pasti punya masa lalu, entah itu kelam atau membuat bangga jika diingat. Setiap orang juga pernah berbuat kesalahan, entah itu kesalahan kecil atau kesalahan besar. Yang beda adalah, bagaimana cara mereka belajar dari masa lalu, dan baga...