09| Sebuah Ancaman

17 9 1
                                    

🎨

Arjuna menarik tangan Aruna menuju kelas, gadis itu heran, kenapa Arjuna menarik-narik tangannya? Toh juga biasanya dibiarin aja.

"Lo kenapa sih tarik-tarik tangan gue?" Aruna mencoba melepaskan tangan pemuda itu, namun tak bisa, karena kekuatan pemuda itu lebih kuat ketimbang dirinya.

"Liat ini." Ketika sampai diambang pintu kelas, mulut Aruna menganga.

"Ini apa Jun?" Tanya Aruna sambil menunjuk-nunjuk tulisan di papan tulis. "Lo tau darimana kalo kelas kita ada tulisan kayak gini?"

"Ck, nih." Arjuna menunjukkan ponselnya yang menampilkan layar aplikasi WhatsApp ke Aruna, "Dion kirim ini ke gue, tadi pagi anak-anak kelas kita heboh soal ini."

"Pada kemana mereka sekarang?" Tanya Aruna, bingung, karena seisi kelas kini tidak ada. Padahal ini sudah pukul tujuh lewat satu, mereka datang terlambat lagi seperti biasanya.

"Gatau, ini Dion lagi mengetik." Arjuna masih memfokuskan pandangannya ke layar ponsel.

"Lo kok kayak nggak ada takut-takutnya gitu Jun? Ini tulisan di papan tulis ngancem lo." Aruna menunjuk tulisan di papan tulis, yang terlihat mengancam Arjuna.

"Liat tangan gue." Arjuna memperlihatkan tangan kirinya yang bergetar kearah Aruna.

Aruna refleks ikut bergetar, "Lo dalam bahaya Jun, anak-anak kelas juga ga ada disini. Kita laporin ke kepsek aja."

"Gue tau ini ulah siapa."

"Siapa?"

"Ikut gue."

"Kita langsung kebawah, ini gue lagi coba nge-hubungi Nay."

Arjuna mengangguk, giliran Aruna yang kini menggenggam tangannya.

***
"Kalian dimana?" Suara Arjuna terlihat emosi, membuat orang di seberang sana menjawab to the point.

"Gue sama anak-anak yang lain lagi di taman belakang, ada dua tersangka yang menurut Aldo dan Nirina melakukan ini."

"Gue sama Aruna menuju kesana," balas Arjuna, lalu kemudian mematikan ponselnya.

Hal itu membuat kerutan di dahi Aruna tercetak, "Maam Disa nggak masuk?"

Arjuna menggenggam tangan Aruna, "Maam Disa lagi di luar kota, ayo kita ke taman belakang."

***
"Gue liat Kenan keluar dari kelas kita waktu gue mau masuk." Pernyataan dari Nirina, membuat Arjuna berdecak, "Lo masuk bareng sama Aldo?"

Nirina menggeleng.

"Abis gue dateng, gue kayak acuh sama sekitar, bahkan gue gak merhatiin papan tulis. Karena kondisi masih sepi, gue mutusin buat nunggu Damar di parkiran." Jelas Nirina, lalu setelah mengambil nafas itu, gadis bersuara lagi, "Ya, setelah gue balik dari parkiran karena Damar nggak kunjung dateng, gue udah liat Aldo berdiri di ambang pintu, kondisinya ya udah panik. Mungkin karena tulisan di papan tulis."

"Aldo liat siapa sebelumnya?" Zafa bersuara, semua siswa-siswi kelas 11 IPA 1 mengangguk setuju atas pertanyaan Zafa dan menoleh kearah Aldo.

"Sebelum masuk sih, gue sempet ngeliat Gano lagi buang sesuatu di kotak sampah. Gue juga nggak terlalu curiga karena keadaanya gue belum liat papan tulis, karena masih diluar kelas." Jawab Aldo, membuat semua yang disana mengernyit.

"Gano?"

***
Ada yang pandai melukis, tapi ga bisa mewujudkan mimpinya. Kalo ga bisa mewujudkan mimpi, buat apa hidup di dunia? Lebih baik musnah saja.
Arjuna, kamu dalam bahaya.

***
Ini part paling pendek mwahaha
Maapkeun aku yang males banget ngetik hehe
Yowdah deh part selanjutnya 2000 word
Maaf yaw
Bisa dibilang,, ini lanjutan dari part delapan
Tapi aku pisah

See you on next part👋

ProditorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang