twenty one🍒 ㅡjogja

1.1K 89 27
                                    

"Pembagian kamarnya mau gimana?" tanya Chandra. Ia mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah, setelah meletakkan kopernya di sembarang tempat. Sangat terlihat mukanya yang kusut karena capek akibat perjalanan selama delapan jam tadi.

Dimas melihat-lihat sekitar. Vila ini cukup luas, menurutnya, apalagi hanya ditempati oleh mereka berempat. Anak perempuan menempati vila persis di sebelah vila mereka, hanya dibatasi pagar.

Kamar di lantai bawah ada tiga. Satu kamar utama yang luasnya lebih besar daripada kamar lainnya, dan ada kamar mandi di dalamnya, dan kasur ukuran king size. Dua kamar lagi berukuran sedang, tanpa kamar mandi, kasurnya merupakan kasur tingkat yang dapat ditiduri oleh dua orang.

Masih di lantai bawah, terdapat dua kamar mandi, selain dari kamar mandi di kamar utama. Serta ada satu dapur yang digabung dengan ruang makan, dan satu ruang tengah yang isinya dua sofa berukuran besar, satu karpet, serta satu televisi.

Ah, di masing-masing kamar juga terdapat air conditioner. Itu baru di lantai bawah. Lantai atas memiliki dua kamar, dengan ukuran lebih kecil daripada kamar yang di bawah, dan kasur ukuran single.

Sementara di halaman belakang terdapat kolam renang ukuran sedang, di pojok terdapat semacam saung untuk berisitirahat, membakar jagung malam-malam, atau sekedar menikmati pemandangan. Halaman vila yang ditempati anak perempuan juga sama.

Bila satu vila sudah sebesar ini, harusnya bisa menempatkan mereka bertujuh di satu vila saja. Namun hal tersebut dilarang oleh orang tua Chandra, mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan tidak boleh satu rumah, kalau mau satu rumah maka ayahnya Chandra ikut menginap. Tawaran itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Chandra. Lebih baik menginap di dua rumah terpisah daripada harus berlibur dengan pengawasan ayahnya secara langsung.

"Lotre amida aja," usul Dimas.

Rizki mendecak, "Ginian doang pake lotre amida?"

Dimas mengangkat bahu.

"Hompimpa aja," usul Refa. Dirinya juga sudah sangat mengantuk dan ingin segera tidur.

Yang lain menyetujui usul Refa. Mereka berempat mengerubung, dan mulai memainkan hompimpa.

Hingga yang ke tujuh kali, barulah mereka terbagi menjadi dua kelompok. Refa bersama Chandra, Rizki bersama Dimas. Mereka langsung menuju kamar masing-masing ㅡyang tadi ditentukan dengan suit, perwakilan tim yang menang mendapat kamar yang kananㅡ dengan menggeret koper masing-masing.

Chandra dan Refa masuk ke kamar sebelah kiri ㅡRefa kalah dari Rizki tadiㅡ dengan menggeret koper, ah, tunggu. Hanya Refa yang menggeret kopernya, tentu, karena mereka hanya membawa dua koper. Saat masuk kamar, Refa baru ingat bahwa koper yang digeretnya berisi perlatan miliknya dan milik Dimas.

"Chand," panggil Refa pelan. Chandra menoleh, menjawab dengan matanya, "Kenapa kita gak bagi kamar berdasarkan koper?"

Chandra diam, dari mukanya terlihat dia sedang mencerna kata-kata Refa. Bila Chandra dalam keadaan normal saja otaknya sudah lambat, bisa dibayangkan selambat apa lagi otaknya dalam keadaan ngantuk. Sama seperti Meita.

Mata Chandra membulat, ia menatap Refa lagi. Chandra mendecak dan memukul dahinya pelan, "Gue lupa banget."

Refa tertawa kecil, melepaskan genggamannya dari gagang koper, dan ikut duduk di tepi kasur, "Ya udahlah, besok aja diaturnya."

Chandra mengangguk-angguk lemah.

Refa tahu bahwa Chandra tentu saja sangat bisa bila ingin tidur di kamar utama. Chandra tadi sempat mengajak mereka berempat untuk tidur di sana, karena ukuran tempat tidur di sana cukup luas untuk mereka berempat walaupun harus tidur seperti ikan asin. Yah, kalau memang terlalu sempit untuk berempat, bisa ditambah kasur cadangan.

Reva & Refa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang