Reva menggeliat, terbangun dari tidurnya. Hidungnya mencium bau harum masakan. Ia melirik ke sebelah kanannya, Refa tidak ada, hanya sebuah guling.
Ia sontak bangkit dari posisi tidurnya, dan melirik jam dinding. Sudah pukul tujuh. Atau baru pukul tujuh? Entahlah, yang pasti ia harus bergegas mandi dan turun ke dapur, karena suaminya tampaknya sedang membuatkan sarapan di bawah sana.
Selesai mandi dengan waktu hanya lima menit ㅡskill yang ia pelajari saat masih kuliah duluㅡ, Reva kemudian berlari kecil menuruni tangga. Jantungnya entah mengapa berdegup kencang, mengetahui orang pertama yang ia temui di pagi hari mulai sekarang bukan mama, papa, maupun kakaknya, melainkan suaminya.
Reva tersenyum memikirkan Refa yang bangun lebih dulu kemudian membuatkan sarapan untuknya, mungkin sekarang sedang menahan lapar menunggu dirinya bangunㅡ
"Akhirnya, bangun juga," ujar Refa, mulutnya sibuk mengunyah nasi goreng.
Reva mendengus. Siapa tadi katanya suami yang rela menahan lapar hanya karena tidak tega membangunkan istrinya?
"Kamu bangun dari jam berapa?" tanya Reva, kemudian duduk di samping Refa.
"Gak tahu, abis subuh tadi ternyata gak bisa tidur lagi. Ya udah, aku mandi terus bikin sarapan," balas Refa. Tangannya mengambil piring bersih satu lagi, dan menyendok nasi goreng yang masih ada di wajan. "Segini cukup?"
"Hmmm, kurangin lagi," balas Reva.
"Masa?" tanya Refa, namun tetap mengembalikan sedikit nasi goreng kembali ke wajan. "Segini?"
"Iya, boleh," ujar Reva, kemudian mengambil piring tersebut. "Kamu masak banyak banget."
"Maaf. Biasanya kalo ga masak buat diri sendiri, ya masak buat sekeluarga," ucap Refa sambil terkekeh.
"Makasih udah dimasakin."
Refa tersenyum, kemudian bangkit dari duduknya, seraya mengacak pelan rambut Reva. "Aku gosok gigi dulu."
Reva mengangguk, kemudian menghela napas saat melihat Refa sudah menghilang, menaiki tangga. Sepertinya jantungnya mulai lemah sekarang, mengapa perlakuan kecil yang diberikan Refa padanya seperti barusan bisa membuat ia berhenti makan karena terlalu gugup?
Tak berapa lama, Refa kembali ke meja makan. Ia dengan cepat mencium pipi kiri Reva, kemudian terkekeh, dan duduk di samping istrinya.
Reva mengunyah potongan kerupuk terakhirnya, "Ref. Nanti bantuin aku beresin rumah, ya?"
"Ngapain aja, tuh?"
"Nyapu, ngepel, nyuci, tapi kamu cukup yang gampang aja, deh," ujar Reva. "Nyapu aja."
"Kamu meragukan kemampuan nyuci aku? Gak inget kalo aku dulunya anak kos?" tanya Refa.
"Bukannya dulu kamu selalu laundry?"
Refa tertawa. "Bener, sih."
"Tapi kita nyucinya juga pake mesin cuci kok, hehe," ucap Reva. "Kalo mau, nanti bantuin jemur aja."
"Oke. Kabarin aja."
Reva bangkit dari duduknya, kemudian menaruh piring bekas makannya di wastafel cuci piring. "Aku gosok gigi dulu. Jangan dicuci, ya. Biar aku aja yang nyuci."
"Tunggu," ujar Refa, kemudian berlari kecil menuju kulkas. Beberapa detik kemudian, ia mengeluarkan minuman berwarna merah dari lemari pendingin tersebut. "Lupa ngasih kamu ini."
"Jus semangka?" tanya Reva sembari menerima gelas tersebut.
Refa mengangguk.
"Kamu yang bikin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reva & Refa [COMPLETED]
Romance"Kenapa lo manggil gue Va? Orang lain biasanya manggil gue Rev," tanya Reva. "Soalnya gue juga dipanggil Ref. Aneh aja, kayak manggil diri sendiri," jawab Refa. "Tapi kan gue pake V, lo pake F. Beda, lah." Refa menatap Reva selama lima detik, kemudi...