Reva mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian menguceknya pelan. Ia tahu bahwa tidak boleh sering-sering mengucek mata, namun revisiannya yang tak kunjung usai membuat matanya lelah.
Ia menatap layar laptopnya, berharap setelah ia mengirimkan file ini kepada dosen pembimbingnya, ia bisa maju ke bab selanjutnya. Dengan sekali klik, file revisian tersebut akhirnya terkirim.
Reva segera bangkit dari meja belajarnya, kemudian berbaring di atas kasur. Ia meringkuk dan memejamkan mata, tidur selama lima menit mungkin merupakan ide yang bagus bagi dirinya yang sudah tak tidur sejak lima jam lalu.
Reva kembali membuka matanya, kemudian dengan sigap meraih ponselnya. Ia langsung turun lagi dari kasur saat menyadari bahwa sekarang sudah jam sembilan pagi.
Ia lupa bahwa hari ini, jam sepuluh pagi, adalah tenggat waktunya mengembalikan buku ke perpustakaan. Bila telat ia harus membayar denda, dan untuk mencegah hal itu, Reva buru-buru pergi ke kamar mandi untuk hanya sekedar cuci muka dan gosok gigi. Setelah berganti baju, ia mengambil bedaknya, kemudian mengoleskan liptint ke bibirnya agar tidak terlihat pucat. Merasa penampilannya tidak seperti orang yang baru bangun tidur dan belum mandi, Reva mengambil tas kecilnya, kemudian cepat-cepat turun ke lantai bawah.
☆☆☆
"Iya jadi gitu deh, Mei," ujar Reva, tangan kanannya memegang ponsel, sedangkan tangan kirinya memegang segelas kopi. "Satu menit lagi, gue telat ngumpulin buku, terus denda. Untung lift-nya cepet."
Meita tertawa, "Ye, lift mah di mana-mana sama aja."
Reva tertawa kecil, "Bener juga, sih."
"Udahan dulu ya Rev, gue mau ke supermarket," ujar Meita.
"Sama Dimas?"
"Iyalah, masa sendiri."
"Lah, sombong ya," balas Reva. "Mentang-mentang udah gak sendiri."
Meita terkekeh, "Padahal bukan gitu maksudnya. Ya udahlah, lo abis ini langsung pulang, Rev?"
"Mungkin gue mau ngebolang kemana dulu kali, ya. Males juga kalo langsung pulang," ujar Reva sembari menyeruput latte nya. "Hani juga lagi gak di apartemen, males sendirian."
"By the way, lo masih marahan sama Refa?" tanya Meita.
Reva menghela napasnya berat, "Gak tahu. Dia aneh banget. Gue udah coba chat, balesnya pendek-pendek. Gue ajak telponan, gak pernah mau."
"Sabar ya, Rev," ucap Meita. "Lagi capek aja kali, dia. Beneran sibuk sih, gue liat-liat. Di grup juga jarang muncul, kan."
"Iya, Mei. Gatau lagi deh gue. Males," katanya, kemudian tertawa kecil. "Udah sana, lo bukannya mau belanja?"
"Iya. Oke deh, gue tutup dulu, ya."
Reva memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia menghela napas, terus berjalan, keluar dari gedung fakultasnya. Hari ini dia tidak ada jadwal apa-apa di kampus, namun hal itu justru membuatnya bingung harus melakukan apa.
Reva menggigit sedotannya saat melihat sepasang kekasih yang lewat di depannya, berpegangan tangan, bertukar tawa. Walau agak kesalㅡ bukan, sangat kesal, karena ia tidak tahu apa alasan cowok itu ngambek, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa ia merindukan Refa.
Baru satu minggu Reva tidak pernah mendengar suara Refa lagi, namun rasanya seperti satu tahun, mengingat selama ini mereka telponan setiap malam. Walau hanya satu menit, Refa tetap menyempatkan dirinya untuk menelepon Reva untuk sekedar mengucapkan selamat tidur, menanyakan secara singkat bagaimana harinya, atau minta maaf karena ia tidak bisa lama-lama di telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reva & Refa [COMPLETED]
Romansa"Kenapa lo manggil gue Va? Orang lain biasanya manggil gue Rev," tanya Reva. "Soalnya gue juga dipanggil Ref. Aneh aja, kayak manggil diri sendiri," jawab Refa. "Tapi kan gue pake V, lo pake F. Beda, lah." Refa menatap Reva selama lima detik, kemudi...