Arctic

3.1K 344 9
                                    

Pagi hari ini, Chaeyoung duduk sendiri dimejanya. Joy, teman sebangkunya sedang berhalangan masuk hari ini. Bukannya ia tak memiliki teman yang lain hanya saja dari sekian yang ada hanya Joy yang membuat ia nyaman, dan apabila temannya itu tidak hadir maka seperti sekarang, ia sedikit merasa kesepian dan membuat pikirannya kembali bercabang kemana-manan.

"Chaeyoung, kau tidak ingin tambah lagi? Makanlah yang banyak kau tampak kurus sekarang" kalimat yang lumayan panjang itu terus mengusiknya.

Chaeyoung menghela nafas berat menyadari sesuatu yang berbeda saat sarapan tadi. Jujur saja hati kecilnya sedikit menghangat mendapati perhatian kecil itu namun entah kenapa disisi lain hati kecilnya berbisik bahwa itu hanya sebuah keterpaksaan agar mereka tetap terlihat harmonis di depan semuanya.

Aku menyukai kebohongan perhatian kecil mereka

Chaeyoung menyerah, kepalanya mendadak berdenyut hebat. Ia merutuki dirinya sendiri yang suka memikirkan sesuatu secara berlebihin sehingga membuat kepalanya sakit. Ia rasa ia butuh mengistirahatkan diri barang sejenak untuk tidur sampai jam istirahat nanti, maka dari itu ia segera meminta ijin untuk ke ruang kesehatan pada guru mengajar yang ia abaikan dari awal dan dengan mudah disetujui.

Cheyoung berjalan pelan sendiri menyusuri koridor sekolah yang terlihat sepi dikarekan aktivitas belajar mengajar belum terlalu lama dimulai.

Teman sekelasnya banyak yang menawari untuk mengantarkannya namun ia tolak karna pada faktanya ia juga masih kuat dan hanya ingin sendiri.

"Oh, Chaeyoung-a." Chaeyoung menghentikan jalannya yang sedari tadi menunduk, jantungnya berpacu dengan kuat, sangat mengenali suara yang baru saja menyapa.

"Kalau ada yang menyapa itu dibalas, apa kau tak tau tatakrama huh? Orang tuamu tidak mengajarimu ya? Oh aku lupa kau kan anak yang tidak dianggap." Kata-kata menyakitkan itu dengan mulus menancap di hatinya, ia tidak marah karna apa yang diucapkan oleh orang yang berbicara dengannya itu benar adanya.

"Aku dengar orang tuamu pulang.. Bagaimana rasanya?" Chaeyoung memilih untuk diam dan menunduk, karena sama saja menjawab atau tidak, jadi lebih baik diam sekaligus menghemat tenaga karna denyutan dikepalanya semakin hebat.

"Dengar Chaeyoung," Mau tak mau akhirnya Chaeyoung menatap Irene sang lawan bicara karna dagunya yang dipegang paksa untuk melihatnya.

"Aku masih mempertimbangkan kesempatan hidup orang yang kau sayang itu. Jadi nikmatilah selagi kalian masih bisa bersama." Chaeyoung tetap diam, menatap kakak kelasnya itu dengan pandangan sayunya.

"Kau kelihatan kurang sehat ya? Sayang sekali padahal aku berniat ingin memberimu sedikit hadiah. Tapi yasudahlah aku tidak ingin repot jika kau pingsan didekatku, lebih baik kau cepat pergi."

Ingin rasanya ia berteriak setelah kepergian kakak kelasnya itu, namun tidak mungkin, kewarasannya masih berfungsi dengan baik.

Membenci dirinya yang tak mampu berbuat apapapun, lagi pula ia bisa apa? Tidak ada. Meski begitu disisi lain ia sedikit bersyukur setidaknya Irene maupun pesuruhannya tidak mengacak-acak badan maupun wajahnya sampai detik ini sejak terakhir kalinya yang tergolong cukup lama.

Chaeyoung kembali menapakkan kakinya menuju UKS, namun kembali terhambat ketika belokan terakhir ia mendapati orang pesuruhan Irene, terlambat untuk berbalik karna mereka telah menyadari kehadirannnya.

Chaeyoung pikir Irene telah berbaik hati namun ternyata gadis itu hanya mempermainkannya.

"Bersyukur lah Rosie, karna kami hanya boleh mencetak sedikit luka."

Setelah mendapat beberapa pukulan serts benturan yang cukup keras di toilet tadi, Chaeyoung kembali melangkahkan kakinya ke uks, tak peduli pada rasa panas yang menjalar dipipinya, serta rasa perih diujung bibir ditambah  denyutan di kepalanya yang juga tak hilang, mencoba mengabaikan itu semua ia tetap berjalan di koridor yang masih sepi berharap cepat sampai ia sungguh butuh mengistirahatkan dirinya.

Ruang kesehatan sudah terbuka namun Chaeyoung tidak mendapati satu petugas pun disana, tak peduli, Chaeyoung segera membawa tubuhnya lemahnya berbaring dibangsal yang tersedia, sebelum ia memejamkan ia sempat mengirim pedan pada Lisa agar tidak menjemputnya di kelas karna ia sedang tidak enak badan dan sedang beristirahat di UKS dan tak perlu khawatir karna ia hanya butuh istrihata sejenak.

.
.

Bel istirahat berbunyi, Lisa mengambil ponselnya yang sedari tadi bermode silent, dibukanya dan membaca sekilas pesan yang muncul memenuhi notifikasi ponselnya dan seketika fokus pada pesan Chaeyoung masuk.

Lisa segera mengambil langkah lebar untuk keluar dari kelas, namun harus terhenti ketika Seulgi kakak kelas serta ketua club dance sekolah memnghalanginya di depan kelas.

"Ada apa kak Seulgi? Aku sedang buru-buru." Tanya Lisa diambang batas kesabarannya, ia ingin segera melihat Chaeyoung, ia sangat khawatir.

"Kepala Sekolah memanggil anak-anak yang mengikuti kompetisi kemarin, ingin mengucapkan selamat secara khusus dan ditambah akan ada sesi wawancara karna ada wartawan juga. Kau harus hadir karna menjadi bintang saat lomba itu."

"Apa harus sekarang? Tidak bisa nanti saja? Chaeng sedang membutuhkanku dia sedang sakit."

"Maaf Lisa, mereka memintanya sekarang. Aku tau kau khawatir namun kau juga tak bisa tidak hadir karna kau merupakan dancer inti tim kita kemarin serta solo dance yang sangat ditunggu mereka."

"Tapi kak-"

"Kenapa tidak suruh Jennie atau Jisoo saja? Mereka pasti akan bersedia menemani Chaeyoung."

"Baiklah, tunggu sebentar aku akan menguhubungin kak Jennie saja." Lisa sedkit menjauh dari Seulgi dan segera menghubungi Jennie memberitahukan keadaan Chaeyoung.

Lisa mengangguk, menandakan ia sudah selesai berbicara Jennie dan agar segera cepat pergi dan berharap pula agar sesi ini cepat selesai sehingga ia bisa segera menjenguk Chaeyoung.

.
.

Mendapati kabar dari Lisa barusan, Jennie segera pergi keruang kesehatan, langkahnya buru-buru karna dilanda kekhawatiran pada salah satu adik bungsunya itu.

Setelah sampai disana Jennie segera mendekat keranjang yang diisinya adiknya itu, ada sedikit kelagaan ketika petugas uks mengatakan Chaeyoung hanya mengalami rasa pusing biasa.

Meski begitu tetap saja rasa khawatir itu tidak sirna, Jennie terus mempehatikan wajah adiknya yang pucat dengan matanya yang masih terpejam, sampai pada ujung bibir adiknya itu menyita fokusnya.

Dengan perlahan Jennie menyentuhnya dengan hati-hati memastikan itu bukan sebuah luka, sayangnya harapan itu terpatahkan ketika mendengar rintihan dari Chaeyoung tepat ketika ia menyentuhnya.

"Akkhh." Chaeyoung meringis dengan matanya yang masih terpejam meski tak lama ia membuka matanya karna sedikit terusik.

Betapa terkejutnya Chaeyoung ketika mendapati Jennie dengan raut mukanya yang sulit diartikan.

Chaeyoung terpaku dalam posisi berbaringnya, terkejut, karna tak mendapati Lisa yang diharapkannya berada disampingnya sekarang.

.
.

Serene Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang