Double update. Happy reading
Cetak miring untuk flash back
.
.Hari itu angin berhembus sedikit kencang, awan juga lebih memilih menunjukkan warna abu-abunya sebagai pemandangan, sehingga angin yang berhembus itu menyibak rambut dua orang remaja tanggung yang tengah berjalan di troar yang tidak terlalu ramai oleh pengendara di jalan. Keduanya bercanda, tertawa tanpa merasa malu ketika tawa mereka mengganggu beberapa pejalan kaki juga.
"Jadi meski Lisa garang, saat sd dia masih suka ngompol ya?" Yeri menepuk tangannya sambil tertawa ketika Chaeyoung membuka aib saudarinya sendiri.
"Jangan kuat-kuat hei." Chaeyoung memperingati ketika temannya itu bersuara cukup keras.
"Aku jadi tidak sabar bertemu dengannya saat sekolah nanti."
"Aku juga tidak sabar dapat bersama kembali dengannya."
Mereka masih terus berbicara berbagai hal, terutama tentang masa SMA yang akan mereka lewati nanti dan itu tinggal menghitung hari.
Keduanya terhitung telah berteman sejak memasuki sekolah menengah pertama, bahkan telah menjadi chairmate selama 3 tahun. Keduanya sama-sama tau tentang keluarga masing termasuk Chaeyoung yang memiliki kembaran namun tidak bersekolah ditempat yang sama dan akan bersama kembali saat memasuki masa SMA dan Yeri memiliki seorang kakak perempuan yang begitu memanjakannya.
"Aku sebentar lagi dijemput oleh kakakku. Lagi pula lihat kakakmu sudah menunggu disebrang sana." Tolak Chaeyoung halus dengan penawaran Yeri saat mengajak agar pulang bersama, serta mengarahkan dagunya pada kakak Yeri ketika melihat kakak sahabatnya itu tengah melambaikan tangan disebrang sana. Kini keduanya sedang berhenti menanti untuk menyebrang.
"Kau yakin? Aku tak masalah jika harus mengantarmu." Tanya Yeri memastikan.
"Sebentar." Chaeyoung meraba kantung celanannya dimana ponselnya sedang bergetar menandakan adanya panggilan masuk.
"Kakakku." Ucap Chaeyoung dan Yeri hanya membulatkan mulutnya dan mengangguk.
Lampu merah telah menyala menandakan para pejalan kaki untuk menyebrang, keduanya tidak menyadari itu karna Chaeyoung yang sedang berbicara dengan kakaknya tersebut sedangkan Yeri sibuk menatap Chaeyoung yang menampilkan berbagai ekspresi yang membuat Yeri terkekeh sendiri.
Setelah sambungan pada ponsel Chaeyoug terputus, keduanya mengumpat kecil.
"Yak sialan, ayo cepat Chaeyoung, sekarang saja menyebrangnya keburu hujan kalau kita menunggu lagi." Yeri menarik paksa lengan Chaeyoung dan sedikit berlari agar tepat waktu untuk dapat menyebrang.
Chaeyoung terpaksa mengikuti langkah Yeri sedikit khawatir jika warna lampu lalu lintas akan berubah warna, hingga ia melihat ke arah kakak temannya tersebut yang memasang raut wajah panik serta mengucapkan seuatu kata yang tidak dapat Chaeyoung dengar karna teralu berisik.
Sampai akhirnya Chaeyoung mendengar beberapa suara teriakan selanjutnya, ia langsung mengalihkan pandangannya tersebut namun bertepatan dengan itu ia merasakan tubuhnya terlempar dengan cepat ke depan, suara teriakan itu semakin kencang ketika Chaeyoung mendengar sesuatu yang berbenturan dan seperti suara tulang yang patah tak jauh dari tempatnya terduduk sekarang.
"Yeri!!!" Chaeyoung yang masih dalam keterkejutannya kembali tersadar setelah seseorang meneriakkan nama temannya tersebut, dengan cepat ia menoleh, ia terpaku ketika melihat tubuh Yeri yang telah bersimbah darah dipangkuan kakaknya tersebut.
"PANGGIL AMBULAN KUMOHON! CEPAT! KALIAN TIDAK LIHAT ADIKKU TENGAH SEKARAT? AKU MOHON CEPAT PANGGIL AMBULANNYA."
Detik itu juga Chaeyoung merasa ia sungguh seorang pembawa sial.
.
.Suasana ruang tv yang biasanya penuh kebahagiaan kali ini terasa berbeda, tidak ada satupun dari ketiga saudarinya itu yang membuka suara, hingga membuat Chaeyoung tak nyaman ditempat duduknya. Ia gusar tidak menemukan kata yang tepat untuk memulai berbicara.
Remasan lembut yang berada ditangannya membuat Chaeyoung menolehkan kepalanya, mendapati Lisa tersenyum dengan matanya yang seolah berbicara 'semua akan baik-baik saja.'
Chaeyoung menarik nafasnya pelan, menghilangkan rasa gugupnya karna diintrogasi seperti ini.
"Demi apapun aku tidak berkelahi," Ujar Chaeyoung dengan suara pelan.
"Kak aku bisa menjelaskan, tadi--" Lisa coba membantu ketika kembarannya itu tak kunjung melanjutkan perkataannya.
"Diamlah Lisa aku tidak memintamu untuk berbicara." Suara Jisoo yang dingin membuat Lisa terpaksa menutup kembali bibirnya, ia tau kakaknya itu sedang tidak bisa dibantah.
Mendapati Lisa yang didiamkan paksa membuat keberanian Chaeyoung sedikit menyeruak kembali, "Ini, lebam ini aku dapatkan ketika kami sedang di taman, kami berdua duduk duduk dibawah pohon melihat anak-anak kecil yang sedang bermain bola, aku dan Lisa tidak fokus karna kami juga sambil bercerita, tidak taunya bola mereka mengenai wajahku. Maka dari itu bajuku juga berdarah karna aku sempat mimisan dan ini karna kerasnya bola mereka." Chaeyoung kembali menundukkan kepalanya setelah bercerita kejadian sesungguhnya sembari memegang tepat dimana luka lebam itu berada, Chaeyoung masih dapat merasakan sakitnya ketika tangannya menyentuhnya.
"Lihat aku Chaeyoung." Mau tak mau Chaeyoung menatap kakak tertuanya tersebut, ia menahan nafasnya, takut.
"Chaeyoung tidak berbohong kak, kalian tau kan bahwa aku seharian ini bersamanya. Demi apapun Chaeyoung bukan tipe orang yang suka keributan. Kenapa kalian menghakiminya seperti ini? Dia sedang terluka dan kalian masih sempat menyidangnya huh? Yang benar saja! Apa tidak ada sedikit pun kekhawatiran di hati kalian melihatnya dengan keadaan begini?" Lisa benar-benar kesal ia tak paham dengan jalan pemikiran kakaknya tersebut yang biasanya selalu menunjukkan kecerdesannya serta sikapnya yang tak mengambil kesimpulan dengan sembarangan.
"Lalu bagaimana dengan luka dibibirnya waktu itu? Aku tau dia telah berbohong karna saat itu tidak ada satupun yang sedang berkelahi di kelasnya. Aku tau karna bertanya sendiri pada temannya." Jisoo menaikkan suaranya, ikut tersulut amarah mendengar suara Lisa yang juga tersirat akan emosi.
Jennie terdiam mendengar penjelasan Jisoo, ia melihat Chaeyoung yang semakin menundukkan kepalanya membuat Jennie percaya bahwa yang dikatakan Jisoo benar adanya, ia tak ingin percaya namun denyutan dihatinya membuat ia memalingkan kepalanya ia merasakan hal yang sama, kecewa karna telah ditipu oleh orang tersayangnya.
"Kenapa kau diam Lisa? Kau telah tau dan memilih untuk diam?" Tanya Jisoo ketika Lisa tak juga menjawab.
"Kalian tidak tau kan kalau selama ini di--"
"Lisa, diamlah aku mohon." Suara Chaeyoung yang bergetar lagi-lagi berhasil membuat Lisa bungkam. Lisa ingin sekali membeberkan semuanya namun ia terlanjur membuat janji sewaktu itu untuk menutup rapat semuanya padahal ia sendiri juga sangat ingin tau siapa pelaku yang sebenarnya.
Namun Lisa juga bukan tipe orang yang suka ingkar janji, ia juga tak ingin jika Chaeyoung bersungguh-sungguh dengan kata-katanya saat mengancamnya waktu itu, ia tidak ingin Chaeyoung bertambah lukanya karna dia sendiri.
"Terserahlah, yang jelas Chaeyoung tidak pernah berkelahi, jikapun ia ketika itu berkelahi di sekolah harusnya ia sudah dipanggil bukan? Tapi ini tidak ada. Kalian terlalu sibuk sehingga tidak mau memahami hal seperti itu." Setelahnya Lisa bangkit dari duduknya yang sedari tadi tidak terasa nyaman
Ia tarik lengan kembarannya itu dengan kuat agar ikut dengannya. Ia mengabaikan suara Chaeyoung yang kembali merintih kesakitan karna pergelangan tangannya ikut merasa sakit. Lisa tidak peduli untuk sesaat.
Sedangkan Jisoo dan Jennie hanya mampu membisu ditempatnya menyaksikan kedua adiknya yang tengah menaiki tangga satu persatu. Keduanya disibukkan dengan pemikiran masing-masing. Marah pada ketidak tahuan mereka.
.
.Thanks ya buat views, vote dan komentarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Serene
Fanfiction4 bersaudara Ngga usah berekspektasi apa-apa. Ngga usah baca jikalau tidak mau ngevote. Oke? Oke. Ngga. Becanda.