Vote dulu kuy
.
.Sebuah cahaya menyelinap masuk
melalui tirai jendela besar yang terbuka lebar, memperlihatkan kegagahan sang senja yang selalu mampu membuat hati tenang ketika melihatnya.Namun tidak dengan seseorang yang hanya mampu menatap nanar keindahannya.
Tidak ada lagi yang bersinar dihidupnya sekalipun itu bintang yang bertaburan melukis langit, hidupnya meredup sejak ia tidak bisa mendengar suara yang biasa mengisi harinya, tidak bisa melihat alasan ia bertahan selama ini.
Ia tidak tau ternyata sakitnya melebihi bayangan yang dia ciptakan sendiri.
Ia pikir ia kuat.
Sebuah tangan mendekpanya, memeluknya dalam keheningan. Tak lama isak tangisnya keluar, terdengar pilu dipendengaran.
Pelukan itu semakin erat ketika si pesakitan mencengkram erat tangannya, mengeluarkan suara yang lebih mengiris hati.
"Harusanya saat itu aku mati saja." Adunya putus asa, si pemeluk mendesah berat dengan perkataan yang sudah beribu kali didengar oleh telinganya itu.
Si pendengar hanya diam tak berniat membalas ucapan yang baru saja terlontar.
Suara tangis tadi telah mereda menyisakan langit malam yang telah berganti. Posisi mereka tetap sama tak ada yang berniat melepas guna menciptakan posisi yang lebih nyaman.
"Unnie," Suara serak itu kembali memenuhi rungan.
"Aku tidak tau jika ternyata rasanya begitu menyakitkan. Bagaimana cara mengobati rasa kehilangan yang tak bertepi ini?"
"Bertemu dengan penawar lukanya." Balasnya pelan.
Keheningan menyelimuti mereka perlahan, tak ada sepatah katapun lagi yang terucap.
Sibuk dengan pemikiran masing-masing.
.
.Keadaan rumah itu berbeda jauh sejak kepergian Chaeyoung.
Tak ada lagi teriaka dari Jennie agar adik-adiknya itu berhenti membahayakan diri mereka, tidak ada lagi tawa Lisa yang yang memenuhi ruangna dan tidak ada lagi Jiso yang suka bertingkah aneh demi membuat adik-adiknya terhibur guna melepas penat.
Jisoo yang mulai memasuki dunia Kuliah terlihat lebih berambisi, pergi pagi dan pulang ketika matahari akan bersembunyi, bergantian dengan bulan untuk memperlihatkan keindahannya.
Jelas ia menghindar dari rumah yang selama ini menjadi tempatnya mengilangkan lelah.
Lisa yang duduk sendiri di ruang tengah hanya bisa menghela nafas kecil, tak ada lagi temannya untuk meributkan hal sepele seperti sekarang ini dimana ia dengan leluasa mengganti channel yang dia inginkan, biasanya ia akan bertengkar kecil dulu dengan kembarannya memutuskan apa yang mereka lihat dikarenakan selera mereka bertolak belakang.
"Lihat akibat perbuatanmu Chaeyoung, rumah ini seakan menjadi tempat untuk bersinggah saja bukan lagi tempat untuk menetap." Tangannya terkepal erat, membuat buku-buku jarinya memutih.
Ia benar-benar benci perubahan drastis ini.
"Apa kau bahagia disana?" Sekuat apapun ia menahan tangisnya, cairan bening itu tetap lolos.
Sudah beribu kali ia mencoba untuk membiasakan diri namun ia masih belum sanggup menerima kenyataan.
Jisoo merebahkan dirinya di atas kasur empuknya, kasur yang menjadi saksi bisu betapa rapuhnya orang-orang yang disayanginya, ditempat ini semua pernah melepas asa dan tangis yang menjadi wakil kata yang tak terucapkan.
Jisoo meremas kuat rambutnya, ia benci menjadi orang yang ditelan kesibukan, sehingga mengabaikan janjinya dulu agar lebih bisa meluangkan waktu dengan para saudaranya.
Ingkar. Apa yang dia lakukan belakangan ini? Tentu saja mengabaikan mereka, menenggalamkan diri pada dunia kampus yang menjadi jembatannya untuk meriah masa depan.
Terbesit dihatinya untuk mulai memperbaiki kembali kepingan-kepingan yang telah berserak, namun entah sejak kapan ia tengah menyadari bahwa diantara mereka kini telah tercipta sekat-sekat tak kasat mata untuk membatasi diri.
"Sedari dulu harusnya aku sadar jika aku memanglah kakak yang buruk." Adunya pada langit kamarnya, hatinya sakit sehingga membiarkan air mata menjadi penenangnya.
Jennie menuruni anak tangga, dapat ia lihat dengan jelas Lisa yang menatap kosong televisi di depannya, adiknya itu terlihat semakin kurus dimatanya.
Buru-buru ia turun dan mendecak kesal ketika didapatinya Lisa yang lagi-lagi menahan emosinya dengan mengepalkan tangan.
"Kau sedang menonton apa Lisa-ya?" Tanya Jennie sembari menempati tempat kosong di samping adiknya itu, menggenngam tangannya yang sedari terkepal, dielusnya pelan namun pandangannya tetap mengarah ke depan.
"Nggg, tidak tau. Membosankan jadi aku tidak terlalu mengikutinya." Lisa coba menarik tangannya dari genggaman kakaknya tersbut, tidak berhasil kakaknya juah lebih menggenggamnya dengan erat.
Ia merasa bersalah karna telah berungkali mengabaikan nasihat kakaknya itu.
"Yasudah, kita melihat filmku saja ya?" Lisa hanya mengangguk sebagai jawabannya.
Keduanya kembali terdiam, membiarkan suara-suara dari benda persegi yang besar itu memenuhi pendengaran mereka.
Baik Jennie mau pun Lisa merasa jika fokus mereka tidaklah pada benda datar itu.
"Kau mau kemana?" Jennie mengalihkan pandangannya ketika dirasakanya Lisa yang mulai berdiri dari duduknya.
"Aku harus mengejarkan prku yang menumpuk, selamat malam, Kak."
Tanpa berniat mencegah, dibiarkan adiknya itu melangkah menjauh, ia tau itu hanya alasannya semata, beberapa kali ia mendapati ketika Lisa mengatakan akan mengerjakan tugas sekolahnya yang ada justru adiknya itu tengah berdiri mematung berteman angin malam dibalkon kamarnya dan akan menyudahi kegiatannya itu ketika mulai memasuki jam tidurnya.
Semuanya berubah, tak lagi didapatkannya kehangatan di rumah ini.
Adiknya yang biasa bermanja dengannya sudah tidak menunjukkan sisi itu lagi.
Jennie yang kaku menjadi semakin kaku, tidak hanya di luar namun juga di dalam. Ia lelah memendam emosinya, namun kata-kata sialan dari adiknya itu terus membelenggunya.
"Ketika kau marah, tak perlu diperlihatkan agar dunia tau. Nanti orang-orang akan menyamatkan julukan si pemarah padamu. Tidak keren kan?"
Kata-kata dari Chaeyoung yang sudah lama ia terapkan dalam kehidupannya.
Kebiasan buruknya adalah jika ia sedang kesal dengan seseorang maka orang-orang disekitarnya akan terkena imbasnya.
"Jangan hanya ragamu saja yang pergi Chaeyoung, bawa juga kata-kata sialan itu dari pikiranku!" Ia benar-benar mulai membenci adiknya itu.
.
.Dikit lagi tamat!

KAMU SEDANG MEMBACA
Serene
Fanfiction4 bersaudara Ngga usah berekspektasi apa-apa. Ngga usah baca jikalau tidak mau ngevote. Oke? Oke. Ngga. Becanda.