BAB 13

9.4K 953 84
                                    

🍀🍀🍀🍀

Kepergian Tenten dan Lee meninggalkan ruang kosong di hati Hinata. Dia senang dengan kehadiran mereka meski hanya sebentar. Kedatangan mereka memberi suasana hidup. Hinata jadi rindu dengan Kiba dan Shino. Mereka selalu bisa membuat penat Hinata hilang. "Aku harap mereka mau mampir ke sini."

Setelah Tenten dan Lee pamit pulang. Sasuke kembali ke dalam kamarnya dan membiarkan Hinata sibuk membereskan perabotan makan yang kotor sendirian. Lagipula Hinata juga tidak berharap Sasuke akan membantu. Lebih baik dia fokus menyuci semua piring kotor ini. Sudah beberapa minggu tinggal di Masion Uchiha. Hinata masih kurang nyaman. Entah Hinata yang terlalu banyak pikiran atau memang rumah ini terlalu sepi. Jangan membandingkan dengan Masion Hyuuga. Jelas dalam hal jumlah penghuninya sudah berbeda. Di Masion Uchiha hanya ada Hinata dan Sasuke. Dua manusia Konoha yang terkenal pendiam. Hinata tersenyum miris. Hyuuga memang tenang, tapi di sana Hinata merasa rumah tidak mati. Setidaknya Hinata masih punya Hanabi yang dapat menjadi teman berbincang.

Helaan nafas panjang Hinata keluar mudah ketika mengingat Hanabi. Dia belum bertemu lagi dengan adiknya setelah beberapa hari menerima misi. Besok dengan alasan berbelanja dia akan bertemu dengan Hanabi. Tiap kali mengingat rencana ayah dan adiknya, Hinata merasa beban begitu berat melanda hatinya. Situasi semakin rumit karena Hinata menerima rencana Hanabi. Dia tidak punya pilihan. Hinata berterimakasih pada Hiashi dan Hanabi yang diam-diam memperjuangkannya. Sebagai seorang anak tentu Hinata sangat bahagia. Dia dianggap ada oleh ayahnya. Tapi, sebagai seorang Shinobi jalan yang dipilih Hinata salah. Dia sadar namun tidak bisa berbuat banyak. Hinata tidak ingin adanya pertumpahan darah karena dirinya.

"Maaf, Sasuke."

*****

Hujan deras turun menguyur tanah Konoha malam ini. Hinata bersyukur bisa mendengar rintik hujan ketika ingin menyambut mimpi. Namun semua sirnah ketika listrik tiba-tiba mati. Hinata mendesah pendek. Dia tidak takut gelap disaat hujan deras. Ingat Hinata adalah seorang Hyuuga. Klan pemilik jurus mata yang mampu melihat bahkan dalam kegelapan hutan sekalipun. Hinata bergegas keluar untuk mencari lilin di dapur. Mungkin dia bisa menemukan satu di sana. Hinata belum pernah mengecek apakah Sasuke menyediakan hal sepele seperti lilin di rumahnya.

Hinata mengaktifkan Byagukan. Langkahnya terhenti di depan pintu kamar ketika mendapati Sasuke tengah berjalan ke arah kamarnya dengan sebuah lilin di tangan. Hinata menunggu Sasuke di dalam kamar. Dia ingin tahu apa yang hendak dilakukan Sasuke dengan lilin itu. Jika benar tebakan Hinata, Sasuke harusnya masuk ke dalam kamarnya untuk meletakkan lilin itu. Namun, Sasuke hanya berdiri di depan kamar Hinata tanpa berniat membukanya. Hinata tersenyum geli dengan jalan pikirannya yang berlebihan. Sasuke pasti sadar Hinata ada di balik pintu menunggunya. Baiklah Hinata menyerah.

Pintu kamar dibuka oleh Hinata. Wajah ayunya tertepa cahaya lilin yang berpedar.

"Apa ini untukku?" tanya Hinata, mencoba melihat raut wajah Sasuke di balik cahaya lilin.

"Aku sedang mencari tempat yang bagus untuk meletakkan lilin ini." Sasuke berbalik kemudian sibuk mencari tempat yang pas untuk meletakkan lilin.

"Kita hanya punya satu?" Hinata mengikuti Sasuke di belakang.

"Ya. Dan aku sedang mencari tempat yang pas untuk lilin ini agar semua ruangan bisa mendapatkan cahaya."

Hinata menahan tawa geli mendengar penjelasan Sasuke yang berbelit. Hinata tidak bodoh untuk membaca niatan Sasuke yang ingin memberikan lilin itu padanya. Sasuke pasti mengira Hinata sudah tidur pulas karena hujan deras malam ini.

"Letakkan di sana saja?" Hinata mengusulkan lilin diletakkan di meja ruang tamu. Sasuke tanpa protes meletakkan lilin itu di sana.

"Kau mau kemana?" tanya Hinata melihat Sasuke hendak kembali ke kamarnya.

AURORA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang