BAB 16

9.4K 989 83
                                    

AURORA 

Oleh Oktavia K.D. 

"Kemari Hinata." Di sebelah Naruto ada Kiba yang memanggil Hinata untuk duduk di sampingnya. Hinata menurut.

"Tadi Sasuke bilang kalau kau datang agak terlambat karena harus ke Masion Hyuuga. Jadi Sasuke datang sendiri. Apa ada hal mendesak?" tanya Naruto sedikit bergeser memberi Hinata ruang.

"Tidak-" Tatapan Hinata sepenuhnya terarah kepada Sasuke yang berada di belakang Naruto. Mereka saling bertukar pandang lama dan agak sengit.

"Hanya mengantar titipan Hanabi," lanjut Hinata tersenyum kemudian membuang wajah dari Naruto.

"Hei Naruto!" Mata Hijau Ino bergerak menyuruh Naruto untuk pindah dan membiarkan Hinata duduk di samping Sasuke. Naruto memasang wajah bingung ketika dipelototi oleh Ino. Dunia sudah maju, perang telah berlalu, tapi ketidakpekaan Naruto tidak ada kemajuan berarti. Bibir Ino masih komat-kamit memberi kode pada Naruto. Dilihat dari ekpresi wajah Ino sudah siap memuntahkan segala sumpah serapah kepada salah satu pahlawan perang itu.

"Ino menyuruhmu untuk tukar posisi dengan Hinata." Akhirnya Shikamaru yang sudah jengah menonton kebodohan dua partnernya membuka suara.

"Kau bisa mengatakan itu dari awal Ino. Jangan membuatku bingung dengan melototiku seperti tadi." Naruto merenggut kesal.

"BAKA! Kalau kau sadar situasi dari awal seharusnya kau menyuruh Hinata duduk di tempatmu!"

"Kenapa harus?"

Ino tertawa kesal. Dia tepis tangan Sai ketika menyuruhnya bersabar. Mulut Ino siap menyemprot Naruto jika saja Hinata lebih dulu membuka suara melerai.

"Tak apa Ino. Aku juga rindu dengan timku. Begitu pula dengan Naruto."

"Hinata," ucap Ino, lirih. Ino mengalah. Jika bukan karena Hinata yang menyakinkan diri hal itu bukan masalah Ino pasti sudah melempar tinju ke wajah Naruto.

"Atur nafasmu. Sabar, Ino-chan," bisik Sai, menenangkan Ino sembari mengusap punggungnya. Wajah Ino memerah ditatap penuh cinta oleh Sai. Dia mendengus malu sekaligus kesal. Jantung Ino tadinya berdegug cepat karena marah berubah bertalu-talu karena tersipu.

"Terima kasih," ucap Naruto pelan.

Sejenak Hinata tidak mengerti kenapa Naruto mengucapkan terimakasih sebelum dia menangkap sosok Sakura di sana dengan senyum bahagia yang ditahan. Bohong jika perasaan Hinata tidak terluka. Untuk kali ini Hinata akan jujur pada perasaannya. Sakura yang tersenyum bahagia adalah alasan utama jatung Hinata dipukul keras. Kehadiran Sasuke di sebelah Sakura adalah kebahagian besar. Ditambah Sasuke masih mau meladeni Sakura dengan lembut. Ada rasa iri menyelimuti hati Hinata. Sakura gadis beruntung. Ada dua lelaki yang menghiasi hidupnya. Satu orang yang dicintai dan lainnya adalah orang yang mencintainya. Mereka mencurahkan perhatian untuk Sakura. Meski orang yang dicintai harus berakhir dengan Hinata, namun tidak menghentikan rasa untuk Sakura berakhir. Itu faktanya.

"Tentu Naruto-kun," balas Hinata, lembut. Bibirnya tersenyum. Mata Hinata memancarkan sinar mendamba yang telah lama hilang sejak menikah pada Naruto. Jika Sasuke bisa menikmati waktu dengan Sakura kenapa Hinata tidak melakukan hal yang sama dengan Naruto tentunya. Anggap saja Hinata menolong Naruto yang selalu berkorban untuk Sakura.

"Bagaimana keadaanmu setelah keluar dari rumah sakit. Aku sungguh minta maaf belum sempat menjengukmu." Hinata tahu Sasuke mulai mengalihkan perhatian padanya.

"Sudah membaik. Hanya untuk tangan kananku masih belum sepenuhnya bisa digunakan."

"Lalu Naruto-kun makan dengan tangan kiri?"

AURORA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang