BAB 19

9.3K 974 130
                                    

Entah harus bersikap seperti apa Hinata ketika Hanabi sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Jika belum mengetahui misi Hyuuga, Hinata pasti menyambut hangat Hanabi. Memberinya pelukan rindu. Namun, sekarang Hinata hanya mampu melempar senyum dan menarik pelan tangan Hanabi memasuki rumah. Kemunculan Hanabi siang hari ini bagai percikan api kecil yang siap membakar perlahan.

Meninggalkan sejenak Sasuke dan Hanabi di ruang tamu bukan ide yang bagus. Tapi, Hinata sebagai tuan rumah tidak mungkin membiarkan Hanabi duduk tanpa ada sajian apapun. Hinata cemas memikirkan tujuan kedatangan Hanabi. Terlalu tiba-tiba.

"Kehormatan bagiku ada pemimpin klan terhormat seperti Hyuuga berkunjung ke Masion Uchiha." Meski diucapkan dengan nada yang pelan dan tidak ada kesan sinis, suasana di antara dua manusia beda klan itu masih panas menegang.

"Kau berlebihan Uchiha-san," balas Hanabi, tersenyum tipis.

Berbeda dengan Hinata sosok Hanabi meski lebih muda sangat kharismatik. Cara Hanabi bicara dan bersikap menegaskan pada semua orang tentang siapa dirinya. Sedikit Sasuke mengerti kenapa Hyuuga banyak memilih Hanabi dari pada Hinata untuk memimpin klan. Ambisi. Mata Hanabi sangat jelas menampilkan ambisi seorang pemimpin.

"Selamat untuk penobatanmu sebagai Heiress."

"Terima kasih. Dan, oh.. selamat sudah selamat dari maut, Uchiha-san."

Mereka saling bertatapan beberapa saat. Sasuke tahu Hanabi tidak menyukainya. Bahkan pertemuan kedua ketika di rumah sakit. Perempuan itu memang sudah membuat Sasuke jengkel. Kali ini Hanabi menabuh genderang perang dengan Sasuke.

"Berkat doamu. Aku bisa bertahan dan menyambutmu sekarang. Aku harap kau tidak keberatan menatap wajahku lebih lama."

"Tak masalah. Semoga ini yang terakhir."

"Doa yang sama denganku."

Bibir Hanabi tertarik ke atas membentuk senyum tipis yang kaku. Matanya berkedut kecil.

"Kau mungkin bisa membodohi kakakku. Tapi, aku tidak bisa tertipu olehmu. Cabut cakra pelindung di tubuh Hinata-nee yang kau berikan."

Tidak mengejutkan jika Hanabi bisa mengetahui perihal cakra pelindung. Sasuke memang sengaja tidak memyembuyikan dari orang lain kecuali Hinata.

"Aku memberinya secara cuma-cuma. Harusnya kau bersyukur Hinata aku lindungi."

"Jangan munafik. Kau kira Hinata-nee selemah itu hingga diberi cakra pelindung. Bayangkan jika dia tahu? Apa dia tidak tersinggung?"

Sasuke belum sejauh itu memikirkan tentang perasaan Hinata jika mengetahui telah dilindungi olehnya. Tersinggung? Lagi pula dia bukan memposisikan Hinata dalam bahaya.

"Cabut sebelum Hinata-nee tahu."

"Jika aku tidak mau?"

"Apa tujuanmu memberi cakra pelindung? Aku rasa bukan cuma-cuma."

"Kau terlalu mengkhawatirkan kakakmu itu, Hanabi-sama. Aku tidak akan membunuh siapapun jika tidak dikhianati."

Jemari Hanabi terkepal di atas paha. Keduanya masih betah saling menatap tajam. Sasuke tidak heran jika Hanabi membencinya. Kasih sayang Hanabi pada Hinata membuat kebencian itu tumbuh. Sebagai seorang adik dia pasti menginginkan kebahagian untuk Hinata. Mungkin jika Sasuke melamar Hinata dengan benar bukan karena misi, Hanabi bisa saja menjadi sosok pendukung nomor satu mereka.

"Negara Hi mempunyai hukumnya sendiri untuk seorang penghianat. Dan itu bukan tugasmu."

Sasuke mengangkat bahu dengan seringai di bibirnya seolah menantang perkataan Hanabi.

AURORA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang