SnT | Chapter 3 - Impulse

7.9K 414 33
                                    

Hola, guys...
I'm back 🙋

Maafkan ya karena belum bisa update cepat, ini juga diusahain kok setidaknya seminggu update satu chapter. Huhuhu...

And, aku tidak tahu chapter ini bakal ngefeel atau tidak. But, I do my best. Jadi, jangan lupa untuk klik bintang kecilnya.

Happy Reading...

______________________________________

Sylvia segera menghampiri Vic, kemudian mengusap punggung wanita itu pelan. "Maafkan aku. Jangan diingat-ingat lagi."

Vic hanya membalasnya dengan senyum tipis. "Tak masalah. Aku memang membutuhkan teman untuk bercerita."

Senyum Sylvia mengembang seketika. "Aku siap mendengarkan. Next time, jika kamu punya masalah, kamu boleh konsultasi padaku."

"Thank you..."

👔👔👔

Kedua mata yang semula terpejam kini terbuka lebar dengan napas terengah-engah. Rafael segera bangun dari posisi tidurnya dan bersandar pada kepala ranjang. Sial! Lagi-lagi mimpi buruk itu datang. Entah sampai kapan tidurnya terus terganggu seperti ini.

"R, kamu sudah bangun?" tanya Ruby dengan serak, khas suara seseorang saat bangun tidur.

Rafael menoleh ke sebelahnya dan keningnya berkerut seketika saat mendapati Ruby terbaring di sebelahnya. "Mengapa kamu bisa ada di sini? Dan kenapa kamu tidur di ranjangku?"

Ruby menghela napas, lalu mendudukkan diri. Sebelah tangannya terulur untuk menarik plester penurun demam yang masih menempel di kening pria itu, kemudian menunjukkannya pada Rafael. "Kamu pingsan di kantor dan Mr. Charlie menghubungiku. Aku ada di kamar ini juga karena aku yang merawat kamu. Dan apa kamu tega membiarkan aku tidur di atas sofa?"

Rafael meraih plester itu, sedangkan sebelah tangannya lagi digunakan untuk menyentuh keningnya yang memang agak hangat. "Ah! Maafkan aku karena sudah merepotkanmu dan terima kasih banyak."

"Apa kamu masih bermimpi buruk?" tanya Ruby dengan nada cemas.

Rafael mengangguk pelan. "Setiap mimpi buruk itu datang, yang bisa kulakukan hanyalah menatap fotonya," ucap Rafael sembari memerhatikan foto Victoria.

Ruby berdecak kesal lalu bersedekap. "Aku sudah memberikan alamatnya. Kamu tinggal menyusulnya saja."

Rafael menggeleng. "Aku tidak mau membebaninya lagi. Sudah cukup dia menderita karenaku. Dan aku ingin dia menjalani hidup yang dia inginkan sekarang."

"Dia mencintaimu, begitu juga denganmu. Aku yakin jika dia juga merindukanmu sebesar kamu merindukannya, R."

"Bukan hanya itu saja alasannya," potong Rafael. "Aku tidak mau Daddy menyakiti Victoria lagi dengan perkataannya."

Kedua mata Ruby membulat. "Jadi, Mr. Gordon sudah tahu soal Victoria?"

Rafael menghela napas kasar, lalu menyugar rambutnya ke belakang dengan jari-jari tangannya. "Maka dari itu, aku harus melindungi Victoria. Kamu tahu sendiri serumit apa perselisihan antara Mr. Lawis dan Daddy."

Suit and Tie [2] | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang