SBA. 13

1.3K 46 0
                                    

Don't forget to vote:)

Selamat membaca. . .

Setelah kejadian di sekolah tadi arvie sedikit merasa canggung. Tak ada yang berbicara sedari tadi. Keadaan didalam perjalanan sungguh sunyi. Ia bingung harus bersikap bagaimana. Ia melirik arlingga melalui ekor matanya. Lelaki tersebut tampak biasa saja seolah-olah tak ada yang terjadi.

Hell! Bagaimana bisa ia terlihat tenang sedangkan jantung ku sedang senam. Arvie sedikit kesal sekarang. Ia mengalihkan atensi nya ke kaca sebelah kiri mobil mengamati jalanan.

Arlingga tersenyum tipis. Ia tau apa yang dipikirkan gadisnya terlihat sangat jelas dari ekspresi dan gelagatnya sedari tadi.

Sebenarnya ia juga merasa sedikit gugup mengingat arvie adalah gadis pertama yang membuatnya seperti ini. Ia bersyukur dikaruniai kemampuan semacam dapat menetralisir perasaannya melalui ekspresi nya yang tak terbaca.

"bukan kah ini jalan menuju rumah aunty. Sebenarnya kita akan kemana? "

Arlingga memutar kepalanya kesamping sehingga iris kelabunya menubruk iris brown yang menatapnya dengan pandangan heran.

"Rumahku"

Ucapnya singkat. Pikiran arvie blank sekarang. Apa katanya tadi? Rumahnya?  Arvie langsung panik ia refleks menggeleng seraya menangkup kedua tangannya di depan dada persis seperti orang  yang bertapa.

"Kita bisa bicarakan masalah itu baik-baik arlingga. Aku minta maaf telah membuat mu marah tapi tolong jangan apa-apakan aku"

Arvie menunduk menempelkan tangannya kedahi sambil memejamkan matanya erat-erat.

Arlingga menaikkan sebelah alisnya heran kemudian tak lama ia tersenyum miring.

Arvie tersentak lantas mengangkat wajahnya setelah merasakan mobil yang ia tumpangi menepi kemudian berhenti. Ia melihat arlingga yang juga sedang menatapnya.

Arlingga melepas seatbelt kemudian mendekat. Sehingga wajahnya sejajar dengan wajah arvie.

"kau berharap aku akan melakukan sesuatu terhadap dirimu? "

Ucap arlingga sambil mengamati wajah terutama bibir arvie yang sukses membuatnya gagal fokus.

Arvie menggeleng cepat. Ia tak bisa menjauhkan wajahnya barang sesenti pun ia juga bingung ada apa dengan dirinya. Seolah-olah memang ada magnet yang menariknya untuk tetap diam dalam posisi seduktif ini.

Ia memperhatikan detail pahatan wajah tampan di depannya. Alis tebal dengan iris brown yang dihiasi bulu mata pendek namun lentik. Begitu juga dengan hidup mancung yang menantang kemudian di bawahnya ada. .. Bibirnya. Sangat. . . Menggoda. Bagaimana rasanya jika. . .

"baiklah jika itu maumu."

Arlingga berucap seraya menegakkan tubuhnya yang sukses membuat arvie tersentak ia memasang seatbelt nya kembali. Arvie mengerjapkan matanya berkali-kali seolah tersadar. Persis seperti anak kecil polos dan lugu

"aku tau apa yang ada di pikiranmu sweetheart"

Jderr

Stay Because accidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang