12

69 6 0
                                    

Keadaan tak berbeda jauh dengan Luna. Rumi sudah menyeretnya ke samping lapangan basket. Tepatnya di kursi taman yang rindang karena di bawah pohon mahoni.

Rumi mencecar Luna dengan berbagai pertanyaan. Dengan enggan Luna terpaksa menceritakan kejadian kemarin sedetil mungkin.

"Trus kalian jadian dong brarti? "tanya Rumi.

" Jadian pala lo somplak! Masa dia cuma nunjuk gue pas ditanya kak Cintya trus jadian,gak romantis banget sih. "sungut Luna.

" Buktinya Kak Bian jemput elo tadi. "ucap Rumi.

"Kalo itu gue juga bingung Mi. Ada apa sama Kak Bian? Gue sih seneng aja, tapi gue gak mau kalo cuma diperalat sama dia. Enak aja, dikira gue selo banget idupnya." Luna ngomel-ngomel.

"Ya lo nanya dong, maksudnya apa gitu."Rumi menyarankan semudah itu. Seolah-olah Fabian adalah cowok kece berhati malaikat. Padahal dia kan setan berwajah malaikat.

"Gimana mau nanya, baru mau buka mulut aja dia udah ketus. Kalo beneran pacaran sama dia duh bisa darah tinggi gue dibentak-bentak mulu sama dia."Luna berapi-api karena tak bisa melampiaskannya pada Fabian saat ini.

Luna memandang ke sekeliling. Ada yang aneh. Banyak yang kasak kusuk dan sesekali melihat ke arahnya.

"Duh, gawat ni Mi. "keluhnya sambil menepok jidatnya sendiri.

" Kenapa? "Rumi ikut melihat ke sekeliling mereka.

" Gosip udah beredar. Mati gue! "ucap Luna.

" Udah biarin aja, mereka iri kali sama lo. Mereka udah mati-matian caper ke Kak Bian pada gak ditanggapi, eh elo yang santai-santai aja malah bisa sedekat itu dengannya. "Rumi menenangkan Luna.

" Jadi.. Udah gak ada lagi kesialan kalo lo deket sama dia Lun."lanjut Rumi.

"Ga ada gimana? Ini nih kesialan yang paling sial tau! Gue jadi dimusuhin cewek-cewek satu sekolah! "rutuk Luna.

" Gak semua kali Lun, buktinya gue enggak. "ucap Rumi polos.

" Soalnya otak lo gesrek. "ledek Luna. Lalu beranjak masuk kelas karena bel telah berbunyi.

"Sialan lo!" umpat Rumi lalu menyusul Luna ke dalam kelas.

Luna menagih traktiran siomay ketika berada di kantin.

Keadaan di kantin juga tidak jauh beda seperti di lapangan basket tadi. Banyak yang memandang Luna, berbisik-bisik.

"Apa sih bagusnya dia? Kok Kak Bian mau. "terdengar di salah satu meja.

Luna hanya menghela nafas. Dia sudah memperkirakan akan seperti ini. Tapi Luna ya Luna, cewek yang selalu bodo amat dengan sekitarnya. Asal tidak keterlaluan dia akan diam saja.

"Wah Lun, lo hebat juga ya, bisa naklukin kak Bian. "ucap salah seorang teman seangkatannya. Entah memuji atau meremehkan beda tipis.

Luna cuma menanggapi dengan senyum sekilas tanpa berniat membuka suara.

Luna justru mencari keberadaan Fabian. Disaat seperti ini malah dia tidak muncul. Mungkin kalau ada Fabian, kasak kusuk akan sedikit mereda karena takut denganya.

"Gak tanggung jawab banget sih tu cowok! "gerutu Luna.

"Palingan dia bolos sekolah." ucap Rumi.

"Kalau sampai gue diserbu fansnya, awas aja dia. Gue bejek-bejek sampai gepeng! "omel Luna, kesal dengan ulah Fabian yang membuatnya jadi bahan omongan sekarang.

"Emang lo berani?" Rumi bertanya dengan nada remeh, karena Luna tidak pernah membantah kata-kata Fabian. Entah karena takut atau karena malas berdebat dengan cowok galak itu.

"Beranilah, dikiit tapi hehe."jawab Luna tidak yakin.

My Bad Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang