16

69 7 1
                                    

Luna berlari ke toilet karena malu. Fabian pasti telah mendengar ucapannya.

Sesampainya di toilet dia terkejut. Karena di dalam sudah ada Cintya dan teman-temannya.

"Pe.. Permisi kak. "ucap Luna ragu. Tak bisa menghindar karena Luna sudah masuk ke dalam toilet berbilik 3 ini.

Cintya mengangkat sebelah alisnya." well, si itik buruk rupa. Jangan terlalu berharap, nanti kalo jatuh sakitnya kebangetan. "ucapnya pada Luna yang diikuti tawa teman-temannya.

Luna diam saja. Tidak berminat meladeni kakak kelasnya yang cantik ini.

Luna masuk ke dalam salah satu bilik. Tapi tidak melakukan apapun. Pipis juga gak jadi kebelet.

Dia hanya mengguyur closet yang belum sempat di isi dengan hajatnya. Lalu kemudian keluar lagi.

Ketika hendak keluar, langkahnya dihalangi oleh Cintya.

"Mau kemana ha?! Mau ngekor Fabian? Ngaca dong lo! Lo tu cuma pelayan tau gak! Gak pantes buat Fabian! "kata-kata Cintya menghujam tepat ke hatinya.

Tapi Luna tetap diam. Dia hanya mengepalkan kedua tangannya disamping badannya. Kalau diladeni, Cintya bisa makin menjadi.

" Fabian tuh cuma manas-manasin gue dengan jalan sama lo! Jadi lo gak usah ke ge eran!" Cintya masih memaki-maki Luna.

"Lo aja gak jelas asal usulnya! Masa mau bersanding sama Fabian!"Cintya makin menjadi.

Luna hampir tak kuat menahan amarahnya. Dia langsung menabrak Cintya agar bisa keluar dari toilet.

"Aw!"teriak Cintya karena ditabrak Luna dan badanny terbentur pintu.

"Dasar cewek gak tau diri lo!" umpat Cintya.

"Mungkin nyokap lo juga pelakor, pantes lo gak punya bokap! "lanjut Luna semakin ngawur ngomongnya.

Luna berhenti. Air mata sudah di pelupuk matanya. Dia tak masalah jika harga dirinya yang di injak-injak. Tapi kalau ibunya yang direndahkan Luna tak terima. Tidak banyak yang tahu jika Ayah Luna sudah meninggal. Jadi Cintya seenak jidatnya berkata seperti itu.

Luna berbalik, memandang tajam ke arah manik mata Cintya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luna berbalik, memandang tajam ke arah manik mata Cintya. Dia tahan air matanya agar tidak keluar di depan cewek cantik bermulut iblis ini.

"Pantes lo milih toilet buat ngatain gue, karena disitu banyak kaca. Setiap kata yang keluar dari mulut busuk lo, yang lo katain diri lo sendiri! "Setelah bicara Luna langsung balik badan dan berlari menyembunyikan tangisnya.

Cintya melotot mendengar ucapan Luna."Dasar pelayan!" umpatnya.

Luna memutuskan membolos siang ini. Dia tak ingin menjadi pertanyaan teman-temannya terutama Rumi jika melihat wajahnya yang menangis.

Seorang Luna yang biasa ceria pasti akan menimbulkan tanda tanya jika terlihat kacau seperti sekarang ini.

Rumi kelimpungan mencari Luna. Kemana sih tu anak, masa ke gap Kak Bian aja ngumpet sampai bolos, batin Rumi.

Ditempat persembunyiannya, Luna menangis sambil menggigit bibirnya agar tak bersuara.

Luna harus sudahi permainan ini. Fabian harus menjelaskan maksud dari semua ini. Luna tidak ingin, orang yang paling dia sayang dihina seperti itu lagi. Apalagi yang menghina adalah orang yang tak tahu apa-apa tentang dirinya. Hanya karena cemburu buta bisa seenaknya memaki orang lain.

Jauh di lubuk hati Luna, dia suka pada Fabian. Tapi tak menyangka, Fabian bisa dengan mudah masuk ke kehidupannya. Luna menutup wajahnya frustrasi. Entah ini keberuntungan atau kesialan. Luna kesal pada dirinya sendiri. Kenapa nurut-nurut aja mengikuti mau Fabian.

My Bad Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang