14

64 5 0
                                    

Luna berdiri di pintu instalasi gawat darurat(igd). Ibunya langsung diperiksa dokter begitu sampai di rumah sakit tadi.

Fabian mendekat, dia menyerahkan sebotol air mineral pada Luna. Ternyata dia baru dari luar. Tampak rambut dan jaketnya sedikit basah karena diluar gerimis.

"Makasih kak. "ucap Luna tulus. Untung Fabian masih ada di depan rumahnya tadi. Kalau tidak, dia pasti harus mencari bantuan, dan belum tentu bisa cepat.

"Ditunggu sambil duduk aja." ucap Fabian

Luna menurut dan mengikuti Fabian yang sudah duduk di ruang tunggu igd.

Mereka sama-sama diam. Menunggu dokter keluar dari ruangan putih itu.

Pintu ruang igd terbuka. Seorang suster keluar.

"Keluarga Ibu Rania Atmaja. "panggilnya.

" Saya sus. "jawab Luna sambil menghampiri suster itu.

"Silahkan masuk, ibu anda sudah siuman, ada berkas yang harus ditandatangani." jelas suster itu.

Luna mengangguk dan mengikuti suster itu masuk. Sebelum masuk Luna menengok ke arah Fabian.

Fabian mengangguk. Memberi isyarat bahwa dia akan menunggunya disitu.

"Ibu? "panggil Luna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibu? "panggil Luna.

" Hai Lun." jawab ibu, suaranya terdengar lemah. Selang infus terpasang di tangannya.

"Ibu bikin Luna jantungan deh! "gerutu Luna.

Ibunya tersenyum. Hafal betul dengan anak gadisnya. Dia memang anak yang tangguh.

"Makanya jangan di forsir bu, gak usah lembur-lemburlah. Kan Luna juga kerja." lanjut Luna sambil mengelus tangan ibunya.

"Yang bawa kesini sama siapa tadi? "tanya ibu.

"Kak Bian." jawab Luna singkat. Luna tahu habis ini ibu pasti menggodanya.

"Oh.. Yang tadi pagi jemput sekolah ya? Ganteng ya Lun, baik lagi. Mana dia? " tuh kan, ibunya sudah mulai menggodanya.

" Ada di luar. Ibu bentar lagi dipindah ke ruang rawat inap. "Luna mengalihkan pembicaraan.

" Gak mau ah, Lun. Ibu mau pulang aja. "rengek ibunya seperti anak kecil.

" Kata dokter kadar gula ibu tu rendah banget, tekanan darahnya juga rendah. Ibu harus bedrest. "jelas Luna, berusaha meyakinkan ibunya agar mau opname.

" Ibu gak papa kok, kecapekan aja, buat tidur juga sembuh. "ibu masih ngeyel.

" Aduh, ibu, udah deh, Luna pengen ibu cepet sehat. Udah nurut aja! Udah diurus semuanya buat opname. " Luna mengomeli ibunya.

Bibir ibu mencebik seperti abg kalau sedang dimarahi.

Suster mendorong bed ibu ke ruang yang sudah ditentukan. Fabian berdiri ketika mereka melewatinya.

" Fabian, makasih ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Fabian, makasih ya. "ucap ibu yang dibalas anggukkan dan senyum tipis dari Fabian.

"Kakak pulang aja, pasti capek. Bawa aja dulu mobilnya." ucap Luna pada Fabian.

"Lo yakin gak mau dibawain sesuatu? Lo juga dari pagi. "ucap Fabian penuh perhatian.

Luna rasanya meleleh. Ketika sedang seperti ini Fabian manis banget. Tidak galak seperti biasanya.

" Aku udah nelpon tanteku, nanti kalau dia sudah datang, aku pulang untuk mengambil keperluanku dan ibu. "jawab Luna.

" Kalo gitu, gue tunggu sampai tante lo datang. Nanti kita sama-sama ke rumah lo sekalian ambil motor. "Fabian kalau sudah begini tak bisa dibantah. Jadi lebih baik Luna menurut daripada kena omelan.

Setengah jam kemudian tante Anita, adik dari ibunya Luna datang.

" Tante, titip ibu sebentar ya, Luna mau ambil keperluan dulu. Luna pulang sebentar ya bu. "pamitnya pada ibu dan tantenya.

"Ati-ati ya Lun, Fabian." ucap ibu.

Mereka sudah berada di jalan menuju rumah Luna. Saling membisu seperti biasa.

"Hm hm."Fabian berdehem untuk menetralkan pita suaranya.

Luna hanya melirik sekilas. Dia capek kalau harus berdebat dengan Fabian. Dia memilih menyenderkan kepalanya di kaca sambil memandang rintik hujan yang mengguyur malam itu.

"Ayah lo gak dikabarin? "tanya Fabian. Karena dia tidak melihat ayah Luna atau mendengar Luna mengabarinya.

Sebelum menjawab, Luna menghela nafas.

" Ayah udah meninggal saat aku kelas 5 SD kak. "jawab Luna lirih.

Fabian menegang di kursinya. Sedikit terkejut.

"Sorry." gumamnya lirih.

"Gak papa kak. "jawab Luna.

Mereka kembali terdiam. Hingga Luna membuka suara.

" Ibu single parent dari saat itu. Ayah meninggal karena serangan jantung. Bisnis ayah kolaps kala itu."Luna membuka kembali luka lamanya.

Fabian diam mendengarkan tanpa ingin menginterupsi. Toh memang juga ingin tahu lebih banyak tentang cewek yang sudah sedikit demi sedikit masuk ke hatinya.

"Ibu kerja keras untuk bangkit dan membiayai keperluan kami juga hutang yang ditinggalkan perusahaan ayah. Ayah orang baik, jadi banyak orang yang memanfaatkannya. "lanjut Luna.

" Rasanya kalo liat ibu sampai pingsan seperti tadi, hatiku rasanya hancur. Aku rela waktu bermainku sebagai remaja pada umumnya untuk bekerja. Kasian liat ibu yang kerja sendirian untuk memenuhi kebutuhan. "tak sadar air mata Luna sudah meluncur di pipinya yang mulus.

Fabian kembali mendapati sesuatu yang beda pada Luna. Cewek yang biasanya tomboy, comel, geradak geruduk, sekarang seperti makhluk lemah tak berdaya. Fabian mengulurkan jarinya untuk menghapus air mata Luna.

Luna kaget seperti kesetrum. Tapi langsung berusaha mengendalikan degup jantungnya.

"Ibu akan baik-baik saja, oke. "ucap Fabian sambil membelai puncak kepala Luna.

Perlakuan Fabian yang simpel tapi manis, membuat air mata Luna seperti tak terbendung. Sudah lama setelah kepergian ayahnya, Luna tak merasakan kehangatan seperti ini. Luna kehilangan sosok seperti itu. Dan kali ini Fabian melakukan hal kecil yang biasa ayahnya lakukan dulu ketika Luna sedih.

Mereka telah sampai di rumah. Fabian menunggu Luna menyiapkan keperluan.  Kemudian menunggu sampai Luna berangkat lagi ke rumah sakit menggunakan ojek online. Setelah itu dia berlalu pulang.

Dalam perjalanan Fabian seperti berjanji pada dirinya sendiri, bahwa mulai saat ini, dia akan berusaha menjaga Luna.




My Bad Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang