Mudik, Berbuka atau Tetap Berpuasa?
by : Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Tue 20 May 2014As-safar atau melakukan perjalanan adalah bagian dari hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita di dunia ini. Setiap kita sudah barang tentu membutuhkannya. Ada yang melakukan perjalanan untuk kebutuhan dunia, ada juga yang melakukan perjalanan karena agama, juga ada yang melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, berobat, dan sebagainya.
Tidak kalah pentingnya ada juga yang melakukan perjalanan hanya untuk bersilaturrahim dengan kerabat, atau hanya sebatas berjalan mengisi liburan keluarga, mengunjungi berbagai negara untuk kebutuhan riset, juga mudik atau pulang kampung yang biasanya dilakukan oleh penduduk negri ini agar bisa berkumpul saat lebaran, terutama pada lebaran Idul Fitri.
Karena perjalan ini adalah bagian dari kehidupan, maka Islam juga melalui syariatnya sangat memperhatikan masalah ini, karenanya juga Islam banyak memberikan keringanan bagi mereka yang melakukan perjalanan, baik dalam hal thoharoh, sholat, maupun puasa.
Kebolehan Berbuka
Diantara keringan yang Islam berikan kepada mereka yang melakukan perjalanan (safar) adalah kebolehan untuk berbuka, hal ini didasari dari dali-dalil, baik dari Al-Qur'an maupun dari hadits Rasul shallallaahu 'alaihi wa sallam, diantaranya:
Firman Allah SWT:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain"[QS. Al-Baqarah : 184].
Hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam:
حدثنا يحيى بن يحيى. أخبرنا أبو خيثمة عن حميد. قال: سئل أنس رضي الله عنه عن صوم رمضان في السفر ؟ فقال: سافرنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان. فلم يعب الصائم على المفطر ولا المفطر على الصائم.
Anas radliyallaahu 'anhu pernah ditanya tentang puasa Ramadlaan ketika safar, maka ia menjawab : "Kami pernah bersafar bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan. Maka, orang yang berpuasa tidaklah mencela orang yang berbuka. Begitu pula orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1118].
Safar dengan Trasportasi Moderen
Sebagian dari masyarakat kita mencoba untuk berfilsafat bahwa perjalanan sekarang berbeda dengan perjalanan mereka yang hidup dimasa lalu, bahwa perjalanan dimasa lalu sangat menyusahkan dan melelahkan, jadi sangat wajar jika mendapat keringan untuk tidak berpuasa (berbuka), namun yang demikian tidak didapat dari perjalan sekarang.
Pesawat terbang, bus besar, kereta api, kapal laut, mobil mewah dan sebagianya adalah jenis transportasi moderen yang sangat memberikan kenyamanan dalam perjalanan, sehingga ada anggapan bahwa keringan yang diberikan untuk berbuka itu sudah tidak berlaku lagi. Padahal apa yang ada dalam pikiran mereka tidak bisa langsung dibenarkan.
Dalam tradisi fikih yang menjad sentral hukum itu adalah dalil, dan bahwa hukum yang berkaitan dengan ibadah itu bersifat tetap, sampai ada dalil yang menghapus keberlakuannya. Dan bahwa suatu hukum tidak bisa dihapuskan hanya dengan standar logika semata.
Kebolehan untuk berbuka itu sangat jelas landasannya, Al-Qur'an dan Sunnah. Keduanya menyebutkan bahwa kebolehan berbuka itu atas alasan (illah) perjalanan (safar), dan perjalanan yang dimaksud tidak mengharuskan perjalanan yang memberatkan (masyaqqah).
KAMU SEDANG MEMBACA
ملخص الفقه الإسلامي {٤} - كتاب أحكام الصيام ✓
Spiritualبِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم الحمدلله وكفى، وسلام على عباده الذين اصطفى. وبعد... Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Salawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw. Fiqih sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Karena...