Pemerintah Bukan Ulil Amri Yang Berwenang Menetapkan Ramadhan?
Tue 9 July 2013
Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum wr. wb.Ustadz, mohon pencerahannya tanpa bermaksud mengungkit perbedaan.
Ada sementara kalangan yang punya pandangan bahwa pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Menteri Agama Republik Indonesia bukan ulil amri dan tidak berwenang menetapkan jadwal Ramadhan.
Buat mereka, seharusnya pemerintah tidak usah ikut-ikutan mengurusi masalah agama, urus saja urusan negara. Misalnya urusan berapa lama hari libur lebaran. Sedangkan kapan jatuhnya tanggal 1 Ramadhan dan lebaran 1 Syawwal, biar diserahkan kepada khalayak umat Islam sendiri secara internal.
Intinya ungkapan ini bermaksud bahwa siapa saja boleh dan berwenang untuk menetapkan jadwal Ramadhan, dan bukan cuma negara atau pemerintah saja.
Bagaimana kita memandang masalah ini, ustadz. Apakah pemahaman ini bisa diterima atau tidak?
Syukran wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Tanpa bermaksud untuk menghakimi dan mencari-cari kesalahan, mari kita diskusikan masalah ini dengan hati yang lapang dan tenang. Kita lepaskan dulu ikatan-ikatan emosional dan semangat pembelaan kepada kelompok, kita mendalami ilmu agama tanpa ada ikatan apapun kepada pihak mana pun.
Memang benar ada yang berpendapat seperti yang Anda ungkapkan di atas, yaitu pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Menteri Agama Republik Indonesia dianggap bukan ulil amri dan tidak berwenang menetapkan jadwal Ramadhan.
Salah satu yang menyebutkan hal ini adalah Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc. MA, salah satu ketua PP Muhammadiyah. Dan hal itu juga dikuatkan oleh ketua umumnya, Prof. Dr. Din Syamsudin. Kemudian menjadi pendapat resmi dari hampir seluruh warga Muhammadiyah, temasuk mereka yang ikut sependapat.
Sementara di sisi lain, sebagian besar rakyat Indonesia, begitu juga perwakilan seluruh ormas Islam yang besar (kecuali Muhammadiyah tentunya) berpaham bahwa keputusan kapan jatuhnya 1 Ramadhan dan 1 Syawwal itu sepenuhnya wewenang dan hak preogratif pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama RI, lewat Sidang Isbat yang rutin dilakukan tiap tahun.
Artinya, walaupun tiap-tiap ormas punya team hisab atau rukyat sendiri, dan hasilnya bisa saja berbeda dengan yang lain, namun mereka sepakat untuk menyerahkan wewenang itu kepada hasil sidang itsbat dan juga kepada Menteri Agama RI, siapa pun yang menjabatnya.
Maka terjadilah perbedaan awal puasa di tahun 2013 ini. Muhammadiyah mulai puasa hari Selasa dan yang lain bersama-sama dengan pemerintah memulai puasa hari Rabu.
Dan kemudian masalah ini menjadi ramai diperbincangkan, mulai dari diskusi ringan dan santai, sampai diskusi yang main ngotot-ngototan dan gebrak meja.
Perbedaan Dasar Pandangan
Kalau kita amati lebih dalam, sesungguhnya penyebab dasar segala perbedaan ini bukan terletak pada perbedaan metode hisab atau rukyat. Sebab sesama yang menggunakan hisab saja pun bisa berbeda menjadi beberapa hari. Dan sesama yag menggunakan rukyat pun juga demikian.
Demikian juga perbedaan awal Ramadhan yang terjadi antara negara Islam, bukan sesuatu yang baru terjadi dan menggoncangkan. Sebab sejak zaman para shahabat pun sudah terjadi perbedaan awal Ramadhan antara Syam dan Madinah, sebagaimana disebutkan dalam hadits Kuraib.
Yang menjadi sebab dasar perbedaan sesungguhnya adalah perbedaan dalam dua hal fundamental, yaitu :
1. Haruskah ada keseragaman dalam memulai Ramadhan dan Lebaran dalam satu negara? Apakah harus satu institusi tertentu saja,ataukah siapa saja boleh berpendapat sesukanya, dan otomatis pasti akan selalu berbeda?
KAMU SEDANG MEMBACA
ملخص الفقه الإسلامي {٤} - كتاب أحكام الصيام ✓
Spiritualبِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم الحمدلله وكفى، وسلام على عباده الذين اصطفى. وبعد... Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Salawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw. Fiqih sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Karena...